°•° Friends with Benefits °•°
Jefian meletakkan berkas yang tadi ia periksa di atas tumpukan berkas yang lain. Saat ini ia hanya bisa mengembuskan napas berat karena tugas yang ditinggalkan Arjuna begitu banyak. Bisa-bisanya pria itu malah pergi berlibur ke Bali dengan Elena setelah meninggalkan pekerjaan seminggu terakhir yang sengaja tak ia kerjakan. Jefian sudah yakin kalau Arjuna sengaja ingin mengerjainya dengan tumpukan berkas ini. Belum lagi si Arhan—sahabat Jefian yang memang sejak setahun kemarin melamar menjadi sekretaris di kantor Arjuna juga sengaja memberikan tugas-tugas yang sangat banyak kepada Jefian.
Ngomong-ngomong teman-teman mereka, Jefian adalah satu-satunya yang masih menyelesaikan kuliahnya karena Bian juga Arhan sudah lulus satu tahun yang lalu. Seperti Arhan yang sudah menjadi sekretaris di kantor Arjuna, Bian rupanya telah sukses dengan bisnis kulinernya. Sesekali Jefian akan mengajak Azura berkencan ke salah satu restoran milik Bian dengan candaan meminta diskon teman, walaupun begitu Jefian selalu membayar lebih karena ia juga tahu bagaimana perjuangan Bian untuk merintis bisnisnya ketika masih kuliah.
“Mikirin Azura, kok gue jadi kangen dia, ya?” ucap Jefian sambil bergumam kecil. Ia meraih ponselnya dan menelpon tunangannya itu. Harusnya hari ini gadis itu masih di apartemen mereka karena semalam Jefian benar-benar menikmati malam panas mereka karena kesibukan yang membuat mereka jarang bertemu.
“Halo, sayang?” sapa Jefian ketika sambungan di seberang sana bersambut.
“Kenapa, hm? Bukannya lo masih di kantor?”
Jefian merengut kecil. “Capek banget. Arhan babi, ngasih kerjaan enggak ngotak,” ucapnya mengadu seperti anak kecil.
Azura di seberang sana tertawa kecil dan membalas, “gapapa. Latihan buat lo jadi suami gue ntar. Belajar cari nafkah.”
“Gue kangen. Pengen meluk lo,” ucap Jefian.
“Selesain kerjaan lo dulu, baru balik.”
Jefian merengut kecil. Ia ingin membalas, tapi netranya malah mendapati Arhan masuk ke ruangannya dengan membawa berkas baru. Jefian pun pamit dengan Azura dan memutuskan panggilan mereka. Arhan berjalan mendekati meja Jefian dan meletakkan berkas baru tersebut kemudian memeriksa berkas-berkas yang sudah dikerjakan oleh Jefian.
“Pinter juga lo. Enggak salah memang anaknya si Arjuna,” ucap Arhan.
“Bos lo tuh. Arjuna ... Arjuna aja,” balas Jefian sambil memeriksa berkas baru tersebut.
Saat Jefian fokus memeriksa berkas baru tersebut, Arhan pun bersuara. “Kapan kuliah lo selesai?”
Jefian menoleh dan menjawab, “tinggal bimbingan bab 5 sih. Kenapa? Mau sombong? Sementang udah lulus trus udah kerja. Ntar kalo gue lulus, gue langsung jadi bos lo.”
Arhan memutar bola matanya jengah. “Gue juga tau ntar perusahaan bokap lo bakal ke lo semua. Apa sih yang enggak buat anak tunggal kesayangan Tante Elena ini? Bahkan sepupu lo yang lain aja kagak dapet banyak warisan dari Nenek lo pas dia meninggal,” ucap Arhan.
“Karma karna julid sama keluarga gue mungkin. Udah tau bokap sama nyokap gue orang yang bikin keluarga besar gue makin kaya, eh mereka seenak jidat pengen nguasain. Mati stroke tuh nenek lampir jadinya.” Jefian membalas dengan nada kesal.
Arhan mengembuskan napas berat. “Jadi, gue mau nanya aja. Udah kepikiran gimana mau ngelamar si Zura? Kalo lo tinggal bimbingan bab 5, harusnya bentar lagi sidang hasil. Enggak lama lagi lo bakal lulus. Harusnya lo udah ada rencana mau ngelamar tunangan lo. Apalagi gue tau lo sama dia udah sering bercocok tanam,” ucapnya sambil menyindir pada kalimat terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDS WITH BENEFITS ✔
Lãng mạnUsai dikhianati oleh pacarnya, Azura meyakini bahwa sekarang tak ada lagi namanya hubungan yang benar-benar murni karena cinta. Hubungannya yang telah begitu lama ia jalin dengan pacarnya harus rusak karena kebodohan pemuda itu yang dengan seenaknya...