Norwich, dua puluh tahun lalu
"Ayahmu pulang malam ini."
"Apa?" Chrysant mendorong kacamata ke atas batang hidungnya. "Kapan?"
"Malam ini. Jadi kurasa-"
"Tidak! Mom sudah janji!" Ibunya tidak menyahut.
Air mata Chrysant merebak. "Mom sudah janji, untuk ulang tahunku yang ke-13. Rose dan Bella seharusnya-"
"Aku sudah menelpon ibu mereka." Chrysant menghempaskan diri ke sandaran jok Mercedes-Benz milik ibunya.
"Ganti ekspresimu itu. Kau pikir kau lebih penting dari ayahmu?"
"Jelas tidak. Dia kan dewa!"
Mercedes itu membanting ke bahu jalan tiba-tiba dan remnya berdecit. Ibunya berbalik, mengangkat tangan, dan berhenti. Tangannya bergetar.
Tubuh Chrysant mengerut. Dia merasa ngeri.
Setelah satu momen kekerasan yang tertahan itu, ibu Chrysant kembali menghadap ke depan, kemudian merapikan rambutnya yang sudah rapi dengan tangan setenang air mendidih. "Kau tidak akan makan malam bersama keluarga malam ini. Dan kue ulang tahunmu akan disingkirkan."
Mobil mulai berjalan lagi.
Chrysant mengusap air mata di pipi dan menunduk menatap ransel. Belum pernah ada temannya yang datang menginap. Ia harus memohon selama berbulan-bulan sebelum dibolehkan.
Gagal. Semuanya gagal.
Sesampainya di garasi rumah, ibu Chrysant keluar dari mobil dan masuk ke rumah tanpa menoleh. Chrysant masih terdiam di dalam mobil, berusaha menenangkan diri. Tak lama kemudian, Chrysant mengambil ransel, keluar dari mobil, dan menyeret diri ke dapur. Chrysant tak berkata sepatah katapun pada Hugo, si koki yang sedang membungkuk di atas tempat sampah, membuang kue ulang tahunnya.
Chrysant terus menyeret kakinya dan berharap Halley, adiknya, sedang tidur. Halley sakit tadi pagi. Mungkin lelah karena ada tugas yang harus dikumpulkan.
Ketika menuju tangga, Chrysant melihat ibunya.
Lagi. bantal-bantal sofa.
Dan tidak akan beranjak dari sana sebelum penampilan bantal-bantal itu sempurna.
Chrysant menghempaskan diri ke ranjangnya, menghembuskan napas panjang. Berharap ayahnya pulang setelah makan malam sehingga tidak akan tahu dia sedang dihukum, meskipun mustahil untuk ayahnya tidak tahu. Ayahnya sama seperti ibunya, benci semua hal yang tidak semestinya.
"Ah.. aku sebaiknya menghabiskan waktu dengan mengerjakan tugas saja." Ucapnya sambil mengganti seragam sekolahnya dengan piyama. Tidak ada alasan untuknya berpakaian lengkap. Dia tak akan kemana-mana.
"Hey, aku bawa makanan." Dua jam kemudian Halley muncul.
Chrysant menegakkan badannya, mengkhawatirkan adiknya. "Kau akan kena masalah nanti,"
"Tidak akan." Haley menyelinap masuk dengan tangan membawa piring berisi roti lapis, biskuit, dan apel. "Hugo memberikan ini padaku supaya nanti malam aku ada camilan."
"Tapi bagaimana denganmu nanti?"
"Aku tidak lapar. Nih."
"Thanks, Hall." Chrysant mengambil piring itu ketika Halley duduk di kaki tempat tidur.
"Kau tadi ngapain Mom sih?"
Chrysant menggeleng dan menggigit roti lapisnya. "Aku kesal pada Mom,"
"Gara-gara pesta ulang tahunmu dibatalkan?"
YOU ARE READING
THE DESTINY
Fanfiction"Siapa nama laki-laki yang akan kunikahi?" Dia tidak berharap papan itu akan bergerak dan benda itu memang tetap diam. Sampai setelah beberapa kali pun benda itu tetap bergeming. Chrysant frustasi. Lalu tiba-tiba Halley mengangkat dan memantul-mant...