No Regret

0 0 0
                                    

Saat Chrysant siuman, sarafnya terasa seperti lampu natal murahan; berkedip menyala secara acak kemudian konslet. Gadis itu mendengar suara-suara yang kemudian menghilang lalu muncul kembali.

Awalnya, tubuhnya terasa lemas, kemudian menegang, lalu berkedut. Mulutnya kering dan ia merasa terlalu hangat, tapi tubuhnya menggigil. Chrysant menarik napas panjang-panjang dan menyadari ia berada dalam posisi setengah duduk. Dan kepalanya berdenyut-denyut nyeri. Tetapi ada aroma yang enak sekali. Ada harum yang luar biasa mengelilingi tubuhnya. Sebagian tembakau seperti yang dulu diisap ayahnya dan sebagian rempah-rempah harum yang membuatnya seolah ia sedang berada di toko minyak daerah Timur Tengah.

Kelopak matanya sedikit membuka. Pandangannya kabur. Mungkin karena ia tak mengenakan kacamata, tapi yang ia lihat cukup untuk mengetahui bahwa ia berada dalam ruangan yang gelap dan suram dengan buku bertumpuk di mana-mana. Chrysant juga mendapati kursi tempatnya duduk terletak tepat di sebelah penghangat ruangan yang menjelaskan mengapa ia merasakan hawa panas. Selain itu kepalanya miring dengan sudut yang aneh, yang menjelaskan rasa sakit di kepalanya.

Naluri pertamanya adalah menegakkan diri, tapi karena Chrysant sadar bahwa ia tidak sendirian, jadi ia tetap diam. Di seberang ruangan, ada seorang pria dengan rambut pink neon fantastis berdiri dihadapan tempat tidur ukuran besar dengan sesosok tubuh terbaring di atasnya. Pria itu sedang bekerja keras melakukan sesuatu seperti memasangkan sarung tangan pada Michael Clark, pasiennya. Clark terlihat terbaring di tempat tidur itu dengan selimut menutupi tubuhnya sampai ke pinggang. Dadanya yang telanjang ditutupi perban.

Ya Tuhan, apa yang terjadi?

Chrysant tersentak karena ingatannya sendiri bahwa dia yang mengoperasi Clark dan menemukan anomali jantung yang luar biasa aneh. Kemudian ingatan-ingatan yang lain menyusul dimana gadis itu berbicara dengan Angelo di ruang perawatan ICU, lalu ia diculik pria pirang super tampan yang berdiri di samping tempat tidur, serta seseorang yang mengenakan topi Red Sox.

Astaga!

Kepanikan menjalar ke dirinya disertai kekesalan dosis tinggi, tapi tampaknya emosinya tidak berkaitan dengan tubuhnya. Luapan perasaan itu terserap dalam kelesuan yang menyelaputinya. Chrysant tak tahu ada apa dengan emosinya yang membuatnya akhirnya menyerah menganalisa diri sendiri dan kemudian Chrysant mengedipkan mata dan mencoba memusatkan perhatian tanpa menarik atensi sekelilingnya.

Pria yang mengenakan topi Red Sox masuk diiringi wanita cantik di sisinya. Mereka berdiri berdampingan dan walaupun tidak saling menyentuh, jelas mereka merupakan pasangan. Mereka tampak saling memiliki.

Lalu tiba-tiba Clark, pasiennya, berbicara dengan suara serak. "Tidak."

"Kau pernah bilang kau akan membunuhku jika aku tidak membantumu." Kata si Red Sox.

"Memang."

"Maka biarkan aku membantumu agar kau tak perlu membunuhku. Tolong."

"Tidak dengan seperti ini, Jim." Kata Clark.

"Tidak apa-apa. Ini adalah keadaan spesial. Aku bisa memaafkanmu untuk hal-hal yang kau anggap penghianatan." Balas si Red Sox yang dipanggil Jim oleh Clark.

"Ya Tuhan... aku tidak--"

"Jangan keras kepala, Tae. Bahkan Bella sudah memberi minum Namjoon sore ini dan aku tidak membunuhnya."

Tae? Hah kenapa si Red Sox memanggil pasiennya dengan sebutan Tae? Panggilan yang aneh dari nama lengkap Michael Clark, pikir Chrysant.

Lalu pasiennya didekati oleh si wanita cantik itu dengan perlahan. Wanita itu memakai jas hitam dan celana kain. Dia tampak seperti pengacara handal yang selalu memenangkan kasus, tapi memiliki femininitas tingkat tinggi dengan rambutnya yang panjang dan megah. "Gunakan aku." Kata wanita itu mengulurkan pergelangan tangannya di atas mulut pasien dan menggerak-gerakkannya tepat di atas bibir pasiennya yang terbaring. "Gunakan aku untuk menyembuhkan Jimin jika kau merasa bersalah menggunakanku untuk dirimu sendiri." Lanjut wanita itu sambil mengarahkan mata pada si pria Red Sox.

THE DESTINYWhere stories live. Discover now