It's Not Dream

0 0 0
                                    

Ketika siuman lagi, Chrysant merasa baru saja mengalami mimpi yang sangat menakutkan. Sesuatu yang tadinya tidak ada, ternyata hidup dan sehat dan berada dalam ruangan yang sama dengannya. la melihat gigi taring pasiennya yang tajam dan mulutnya berada dalam pergelangan tangan seorang wanita dan dia minum dari pembuluh darah. Bayangan yang berkabut dan janggal itu tidak menghilang dan membuatnya panik seperti selimut yang bergerak karena ada sesuatu di bawahnya. Sesuatu yang akan menyakitinya. Sesuatu yang akan menggigitnya.

Vampir.

Chrysant tidak sering merasa takut, tetapi ia ketakutan ketika bangkit duduk perlahan-lahan. Ia memandang berkeliling dalam kamar tidur sederhana itu dan menyadari penculikannya bukan bagian mimpi.

Bagaimana dengan yang lain? Chrysant tak yakin apa yang nyata dan apa yang tidak karena ada banyak lubang-lubang dalam ingatannya. la ingat mengoperasi pasiennya . Ingat memasukkannya ke ICU. Ingat para pria yang menculiknya. Tetapi setelah itu? Ia hanya ingat sepotong-sepotong.

Ketika menarik napas panjang, Chrysant mencium aroma makanan dan melihat ada nampan yang disajikan di samping tempat duduknya. Ia mengangkat tutup makanan perak dan astaga piringnya sangat bagus seperti yang dulu ibunya miliki. Chrysant mengerutkan kening dan menyadari bahwa makanan yang disajikan seperti makanan restoran bintang lima; daging domba muda panggang dengan kentang kecil-kecil dan labu musim panas. Seiris kue cokelat dan satu pitcher es buah terletak di samping piring tersebut.

Apakah mereka menculik orang-orang hanya untuk iseng? Karena mana ada penculik lain yang menyajikan makanan mewah untuk tawanannya.

Chrysant mengalihkan pandang dari makanan yang sebenarnya membuatnya ngiler itu demi memandang pasiennya.

Di bawah sinar lampu kecil di samping tempat tidur, pasiennya berbaring di ranjang berseprai hitam, matanya terpejam, rambut hitamnya di bantal, bahunya yang lebar muncul tepat di atas selimut yang juga berwarna senada dengan seprainya. Napasnya pelan dan teratur, wajahnya merona, dan tak ada kilau keringat demam di tubuhnya. Meskipun alisnya bertaut dan bibirnya segaris tipis, dia tampak hidup kembali. Yang tidak mungkin terjadi, kecuali Chrysant tak sadarkan diri selama seminggu .

Chrysant berdiri dari tempat duduknya untuk meregangkan tubuh lalu berdiri dengan kaku, merentangkan lengan dan tulang punggung. Lalu ia bergerak tanpa suara, mendekati pasiennya, dan meraba nadinya. Kuat. Sial. Tak ada yang masuk akal di sini. Tak satu pun.

Pasien luka tembak, kena tikam, jantungnya sempat berhenti dua kali, kemudian menjalani bedah jantung terbuka, tidak pulih secepat ini. Tidak pernah. Sama sekali tidak pernah.

Vampir.

Oh, berhentilah memikirkan itu.

Chrysant mengerling ke jam digital di nakas dan melihat tanggal hari ini. Jumat.

Jumat?

Ya Tuhan, hari Jumat jam sepuluh pagi. Berarti baru delapan jam yang lalu ia mengoperasi pasien itu dan si pasien tampak seperti sudah melewati penyembuhan selama berminggu-minggu. Mungkin ini semua hanya mimpi. Mungkin Chrysant tertidur dalam kereta api dan akan segera terbangun saat tujuannya tiba. Ketika terbangun, gadis itu akan tertawa canggung, minum secangkir kopi, dan pergi menghadiri wawancara di Columbia sesuai rencana.

Chrysant menunggu. Berharap guncangan di kereta akan membuatnya terjaga. Alih-alih, jam malah tetap berputar dari menit ke menit. Baiklah. Kembali ke gagasan ternyata semua ini nyata. Dengan perasaan sangat sendirian dan ketakutan setengah mati, Chrysant berjalan menuju pintu, mencoba memutar kenopnya, dan mendapatinya terkunci.

Chrysant tergoda untuk memukul pintu, tapi kenapa repot-repot? Pasti tak ada orang di luar sana yang akan membebaskannya dan lagipun, ia tak mau seorang pun tahu ia terjaga.

THE DESTINYWhere stories live. Discover now