Sandwich & Her

0 0 0
                                    

Jungkook berjalan ke dapur mansion yang berukuran besar dan membeku seolah-olah seperti melihat kecelakaan yang berdarah-darah. Telapak kakinya terpaku ke lantai, napasnya terhenti. Jantungnya melompat kemudian berdetak tak jelas.

Sebelum berhasil mundur melaui pintu pelayan, Jungkook ketahuan.

Claire, takdir kembarannya, mendongak dan tersenyum. "Hey,"

"Halo,"

Pergi. Sekarang.

Ya Tuhan dia harum sekali.

Claire mengayunkan pisau di tangannya di atas ayam panggang yang sedang ia iris. "Mau aku buatkan roti lapis juga?"

"Apa?" Jungkook bertanya seperti orang idiot.

"Roti lapis." Claire menunjukkan pisau ke arah bongkahan roti, stoples berisi krim telur asam yang hampir kosong, selada, dan tomat. "Kau pasti lapar. Kau tidak makan banyak pada Santap Terakhir."

"Oh, ya... Tidak, aku tidak..." perut Jungkook mengungkap kebohongan dengan mengeluarkan geraman seperti monster berperut kosong, yang memang demikian adanya.

Brengsek.

Claire menggeleng dan kembali mengiris dada ayam. "Ambil piring dan duduklah."

Oke. Jungkook sama sekali tak membutuhkan ini. lebih baik terkubur hidup-hidup daripada duduk berdua bersama Claire sementara gadis itu menyiapkan makanan untuknya dengan tangan indah itu.

"Jungkook," Claire berkata tanpa mengangkat kepala. "Piring. Duduk. Sekarang."

Jungkook patuh, karena walaupun datang dari keluarga pejuang dan dirinya anggota Brotherblood serta tubuhnya lebih berat beberapa ratus kilogram dari Claire, ia selau merasa payah dan lemah di hadapan Claire. Takdir kembarannya... Takdir yang sedang hamil dari kembarannya... bukan orang yang bisa Jungkook tolak.

Setelah menyorongkan piring ke dekat Claire, Jungkook duduk di seberang meja granit dan berkata kepada diri sendiri untuk tidak memandangi tangan Claire. Ia akan baik-baik saja selama tidak memandang jemari Claire yang lentik dan anggun serta kukunya yang pendek terpoles.

"Sumpah deh," Claire berkata sambil mengiris lebih banyak daging dada, "Seokjin ingin aku jadi sebesar rumah. Tiga belas bulan lagi dengan dia terus-terusan menyuruhku makan, di kolam renang pun aku tak akan muat. Mengenakan celana panjang saja sudah susah payah sekarang."

"Kau tampak cantik." Astaga, Claire tampak sempurna dengan rambutnya yang gelap panjang dan mata safir serta tubuhnya yang tinggi langsing. Janin dalam perutnya tak tampak di balik blusnya yang longgar, tetapi kehamilannya tampak jelas terpancar dari kulitnya yang berkilau dan bagaimana tangannya sering memegang bagian perut bawahnya.

Kondisinya juga kentara dalam kecemasan di balik mata Seokjin, setiap kali ia berada di dekat Claire. Memiliki angka kematian ibu atau bayi yang tinggi, kehamilan pada vampir menjadi berkat sekaligus kutukan bagi mereka yang terikat pada pasangannya.

Bukan hanya Seokjin yang mengkhawatirkan Claire, Jungkook pun juga. "Apa kau baik-baik saja?"

"Comme ci comme ca. Aku hanya mudah lelah, tapi overall aku baik-baik saja." Claire menjilat ujung jarinya dan mengoleskan krim telur asam ke roti dengan pisau yang sebelumnya mengais-ngais isi stoples yang sudah hampir habis. "Tapi Seokjin membuatku gila. Dia menolak minum."

Jungkook ingat bagaimana rasa darah Claire dan memalingkan muka saat taringnya memanjang. Tak ada kemuliaan dalam apa yang ia rasakan terhadap Claire. Sama sekali tidak. Sebagai lelaki yang selau membanggakan diri sebagai seorang dengan sifat terhormat, Jungkook tak bisa mendamaikan emosi dengan prinsip yang dipegangnya dengan teguh.

THE DESTINYWhere stories live. Discover now