Helen berjalan di antara banyaknya kerumah orang yang mengungsi dan berusaha untuk tetap tenang sedangkan semuanya panik sebab jajahan itu, apa boleh buat, Helen tak bisa apa apa.
Saat Helen tengah menyendiri di sebuah tempat pengungsian, tiba-tiba lelaki yang seumuran dengannya menggerutu sendirian tepat di sebelah dirinya.
"Memang sialan Patiraga ini, sebenarnya apa mau mereka? Menguasai desa? Memang mereka bisa apa?" gerutu lelaki berambut pirang berkulit putih sembari mengayunkan tangannya dengan kencang yang tanpa sengaja mengenai Helen.
Sang empu yang merasa bersalah lantas meminta maaf, "M-maaf, maaf aku tak sengaja."Helen hanya tersenyum dan mengelus sikunya.
"Siapa namamu?"
"Helen," sahutnya dengan singkat padat dan jelas tanpa menatap sang empu yang menanyakan.
Lelaki itu mengangguk dan mengulurkan tangannya, "Aku Victor."
Helen tersenyum menerima uluran tangan tanpa menatap Victor sebab masih merasa canggung.
Victor yang tak mau situasi canggung menerpanya,akhirnya memberanikan diri membuka suara, "Omong omong, kau dari mana?"
"Aku, dari desa."
"Di mana ayah dan ibumu?"
"Mereka, sudah mati di bunuh oleh Patiraga saat malam penculikan itu, aku di biarkan sendirian dan mereka menyiksa ayah ibuku, entah dendam apa yang mereka miliki kepada ayah ibuku yang tak bersalah itu, memang terkadang dendam bisa membuat seseorang buta mata hati," sahut Helen.
"M-maaf, aku tak bermaksud membuatmu sedih," ujar Victor dengan gugup.
"Tidak apa apa, aku juga mengerti."
Victor menghembuskan nafas lega, sebab bukan dirinyalah penyebab Helen sedih, tapi, Patiraga yang tak tahu diri itu.
Victor menyenderkan bahunya ke sebuah pilar dan termenung mengingat sesuatu.
"Ayahku, beliau salah satu korban penculikan malam itu juga, ayahku seorang pendekar, bukan penyihir seperti kita, beliau mati dalam keadaan mata yang berdarah dan terkapar lemas, entah apa yang Patiraga lakukan kepada ayahku, aku hanya bisa meratapi kepergian ayahku. Selama aku masih hidup, dendam ini masih tetap ada, dan mereka tak akan pernah hidup tenang hingga kapanpun, kapanpun," ucap Victor.
Helen tersentuh hatinya, ia masih bersyukur sedikit kalau kepergian ayahnya tak se-mengenaskan Victor, walaupun, masih teringat dalam benaknya seberapa kejam Patiraga terhadap Helen.
"Memang sampai matanya berdarah begitu?"
"Iya, itu adalah satu kekuatan sihir yang hanya di miliki oleh satu orang saja."
Helen terkejut mendengar ucapan dari Victor.
"Satu orang?"
"Ya, atau bisa di bilang, sihir dari lahir, atau kemampuan," jelas Victor.
Memang ada sihir seperti itu? Entahlah yang jelas Helen sendiri bingung dengan Victor.
"Aku tak pernah mendengar itu sejak dahulu, apakah semua orang memilikinya?" tanya Helen sembari memiringkan kepalanya.
Victor pun bingung menjawabnya, mana ia tahu soal sihir sihir, sementara kekuatannya saja belum bisa melawan salah satu pasukan sekali mati.
"Aku tak tahu banyak, tapi yang pasti, seseorang yang membunuh ayah ibuku dan ayah ibumu, adalah satu orang yang sama yang memiliki kekuatan membuat orang mati dengan mata berdarah," jelas Victor.
Helen yang teringat suatu hal lantas mengeluarkan sebuah buku yang di berikan oleh Nek Swan kemarin.
Helen membuka buku itu dan memperlihatkannya ke Victor lalu menyerahkannya untuk Victor baca.
Victor mengambil buku dari tangan Helen dengan lembut.
Victor terkejut dan melihat buku itu dari atas hingga di balik, "Astaga, buku ini, berbahasa kuno kerajaan Magadir, aku telah mencarinya sejak lama, buku ini, bagaimana bisa kau mendapatkannya?"
"Aku, di berikan oleh salah satu istri guru sekolah kerajaan sihir yang bernama Nek Swan, beliau yang memberiku buku ini, entah apa yang nenek itu inginkan, dan pikirkan, aku di berikan buku ini."
"Buku yang aku inginkan sejak lama, aku bisa memegangnya adalah sebuah kehormatan."
"Memang apa yang istimewa dari buku ini?"
Buku yang terlihat sederhana itu membuat Helen penasaran apa isi di dalamnya. Kenapa Victor seolah sangat menginginkan buku itu.
"Di dalam buku ini, kita bisa mempelajari berbagai sihir dari beberapa penjuru sekolah tanpa harus terlibat dengan gurunya, buku yang hanya di miliki oleh beberapa orang terpilih, dan jatuh ke tangan orang terpilih untuk membangun sebuah dunia sihir yang abadi," jelas Victor.
Helen tidak bisa berkata-kata, dengan penjelasan Victor yang tidak masuk nalarnya, apakah ia kurang mengerti soal semuanya? Jelas.
Helen memalingkan wajahnya dan berkata, "orang terpilih bagaimana maksud dirimu?"
"Orang yang memang di pilih untuk menjadi pemimpin atau apalah itu, yang jelas terpilih," jawab Victor dengan singkat karena ia tak mengetahui apa maksud yang Helen tanyakan.
Jawaban Victor tak memuaskan, Helen masih penasaran di buatnya.
Victor membuka buku itu perlahan dan membaca kalimat demi kalimat dengan perlahan dan berusaha memahami semuanya, namun, otaknya menolak memahami segala situasi ini.
"Di sini tertulis, sihir dari lahir di namakan 'musquiro' sihir yang hanya di miliki oleh satu orang saja. Dengan kata lain, tidak umum," jelas Victor.
"Ada beberapa hal, yang aku pelajari di sini, berbagai orang punya cara tersendiri untuk mengeluarkan sihirnya. Ada yang perlu media tongkat, ada yang langsung dari tangan, ada pula yang mengandalkan tubuhnya, seperti tatapan," sambung Victor sembari menundukkan kepalanya membaca buku.
Masih dengan pusingnya Helen bertanya, "kau mengerti bahasa di buku ini? Kalau begitu coba jelaskan tentang sihir yang mengandalkan tubuhnya."
Victor langsung membalikkan halaman dan mencari.
"Di sini tertulis, contohnya, adalah dengan menatap mata target sihirnya bisa berfungsi layaknya hipnotis. Ini sudah lama ada, makannya di sebut sihir rune kuno. Sihir yang sudah lama ada," kata Victor menjelaskan dengan rinci membaca bukunya.
Helen menyimak semua itu dan mengangguk menandakan bahwa dirinya paham akan penjelasan Victor.
"Sihir kita di sebut sihir apa?" tanya Helen yang masih penasaran dengan buku yang di pegang oleh Victor.
"Sihir modern, sebab kita sudah menggunakan media tongkat dan juga tangan, tidak mengandalkan tubuhnya," sahut Victor.
Entahlah apa yang ada di pikiran Helen saat ini, ia di buat pusing oleh semuanya.
Masih teringat dengan bayangan Helen, halaman 127 yang belum terjawab hingga saat ini juga.
Akhirnya Helen bertanya, "Kalau begitu, bisa kah kau menjelaskan tentang halaman 127 kepadaku?"
Victor mengangguk, lantas ia buka halaman yang di tanyakan oleh Helen.
Saat telah berada di halaman 127, Victor membelalakan matanya seolah terkejut dengan huruf dan isi yang berada di dalam buku tersebut dan kembali menundukkan kepalanya lalu menatap Helen dengan lembut.
"Maafkan aku Helen, aku tak bisa menjelaskannya, hanya orang terpilih yang mampu membaca halaman ini, dan aku bukanlah orangnya, mungkin suatu saat nanti kau akan menemukan jawabannya," sahut Victor.
.
.
.
.
TBCAkhirnya bisa di up lagiiiii....
Btw ada yang tau engga Victor itu siapa? Stay tune ya.
Janlup vote, komen, sama follownyaaaa
Makasiiiiiii
Aaaaasnsnsgsb Victor anak kesayangan Rere 😁
Hehee
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen Of Magadir ✔
Acak"Kerajaan Magadir telah dijajah oleh pasukan Kerajaan Patiraga. Musuh yang harus dihadapi oleh Seorang wanita bernama Helen adalah Raja yang memiliki julukan The Blood Eyes. Bersama teman-temannya Helen berusaha melawan pasukan Patiraga."