Bab 6: Mengajak mereka

12 2 4
                                    

Helen mengangguk tersenyum hingga meneteskan air matanya. Matanya yang indah, bulu matanya yang lentik itu basah terkena air mata terharunya.
Victor berhasil, membuat Helen merasa percaya padanya.
Walaupun di saat pembicaraan, Helen masih canggung dengan Victor.
Bukan karena mereka belum dekat atau tak kenal.
Melainkan Helen ataukah Victor yang memiliki sedikit rasa pada diri mereka.

Rasa apa? Entahlah.

"Kau baik-baik saja Helen?" tanya Kenneth. Wanita yang berperawakan dewasa berambut ikal cokelat gelap itu merasa bahwa dirinya seperti bersalah namun, entahlah.

"A-aku baik-baik saja, memang kenapa?"

"Perasaanku tidak enak." Kenneth sedari tadi gelisah entah memikirkan apa, entah kejadian buruk berikutnya tidak ada yang tahu.

"Aku juga Kenneth, Aku pun merasakan hal yang sama," ujar Helen yang kembali bersuara.

Keheningan menerpa mereka.

"Omong omong Helen, kau sudah bisa sihir?"

"Iya, tapi, sepertinya sihirku tak sehebat dirimu," kata Helen merendahkan dirinya.

Tiba-tiba, mereka melihat dua lelaki yang mendadak pingsan di depan mereka dalam keadaan lemas dan gemetar.

Helen, Victor, dan Kenneth lantas menolong mereka semua dan membawanya ke pengungsian.

Victor meletakkan satu orang, dan Kenneth satu orang. Kenapa Helen tak membantu mengangkat mereka? Karena Victor khawatir Helen kenapa-napa.

"Mereka kenapa Victor?" tanya Helen penasaran.

"Aku tak tahu Helen, antara ketakutan, atau memang kena sihir," sahut Victor sembari menaikkan bahunya.

"Siapa mereka?"

Kenneth dengan cepat menjawab,"Yang ini Drake, satunya Rean. Kemarin satu persatu berkenalan denganku saat Patiraga datang untuk menjajah desaku."

Helen dan Victor saling tatap, entah apa yang mereka katakan dalam batinnya, namun, Helen mengerti semua situasinya.

Kedua lelaki itu sama sekali belum sadar, bahkan deruan napasnya terdengar lambat, begitu juga dengan detak jantung mereka.

"Kenapa memangnya?" kata seseorang yang bernama Rean mengigau.

Victor mengernyitkan dahinya sembari menggelengkan kepalanya.

"Dia ini kenapa? Mabuk?" tanya Victor seolah bercanda. Namun, bahu Victor di siku oleh Helen.

Beberapa saat kemudian, datang lelaki paruh baya yang membawakan sebuah air dari sungai.

Air itu lantas di pergunakan oleh Kenneth untuk membasuh luka mereka dan mengobatinya juga membersihkan wajah mereka.

"Sepertinya, mereka terkena ledakan, mereka ketakutan lalu, pingsan," jelas Kenneth yang menebak-nebak.

Victor mengangguk menandakan bahwa dirinya berkata 'bisa jadi' dalam batinnya.

Memang nyatanya terlihat seperti ketakukan dan trauma akan sebuah ledakan, tapi tak mungkin seorang lelaki bisa trauma terhadap hal sepele.

Beberapa saat kemudian, kedua lelaki itu pun sadar dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
Akhirnya Victor yang menjelaskan semuanya dari awal.

"Memang sialan Patiraga itu, sebenarnya apa mau mereka?" kata Rean dengan wajah marah.
Terlihat dari sorot matanya bahwa dia sedang tidak baik-baik saja.

"Saat aku berjalan ke pengungsian, dari belakang terkena ledakan dan aku pun terpental sejauh beberapa langkah dari sana, aku masih kuat untuk berjalan, semakin ke sini semakin terasa sakit, lalu Rean datang dan membantuku, setelah itu, kami berjalan kemari. Selanjutnya, kami tak sadarkan diri," jelas Drake, lelaki berambut pirang putih.

Terlihat dari wajahnya, kalau Drake dan Rean orang yang pemberani. Victor berniat untuk mengajak mereka, namun, mereka memerlukan persetujuan dari Kenneth dan Helen.

Kenneth dan Helen pasti setuju, namun, Victor harus berfikir panjang terlebih dahulu agar tak merugikan mereka.

Akhirnya Victor mengajak Helen untuk berbicara empat mata.

"Menurut dirimu bagaimana? Apa kita akan mengajak mereka?"

"Kalau menurutku ajak saja, kasian kan mereka hanya berdua, barangkali dengan mengajak mereka kita bisa lebih kuat," sahut Helen menanggapi pertanyaan Victor.

Victor setuju akan hal itu, tak mungkin bagi mereka bertiga melawan Patiraga.
Setara kekuatan mereka benar-benar di luar nalar.

"Kau serius?" tanya Victor memastikan.

"Aku serius, dengar, jika mereka terbukti merugikan kita, tak apa, saat itu juga kita tinggalkan mereka."

Victor mengangguk setuju.

Kemudian, Victor dan Helen menemui mereka bertiga dan mereka bertiga pun setuju untuk ikut dengan Victor, Helen dan juga Kenneth.

"Memang kita mau apa?" tanya Rean sembari menatap dengan tatapan tajam ke arah Helen.

Helen menggelengkan kepalanya dan kemudian Victor menyahut.

"Akan melawan pasukan Patiraga."

"Hah? Melawan? Apa kau sudah hilang akal!! Mereka terlalu kuat untuk kita yang lemah!! Di mana pikiranmu!!" bentak Rean seolah tak suka dengan keputusan Victor.

Victor mengepalkan tangannya dengan keras dan rahangnya pun mengeras akibat emosi.

Helen memegang tangan Victor untuk meredakan emosinya, dan emosi Victor sedikit reda.

"Aku sudah mempertimbangkan keputusan ini sedari tadi, mereka memang kuat, tapi, tak mungkin mereka tidak memiliki kelemahan, kelemahan itulah yang akan kita jadi kan senjata untuk melawan mereka," sahut Victor sembari mengepalkan tangannya dan menatap Rean dengan sinis.

Rean merubah expresinya seketika langsung tersenyum dengan wajah tanpa dosa, jujur itu membuat Victor curiga, namun, apalah daya, kecurigaan Victor tak bisa tertuntaskan sebab tak ada bukti bahwa Rean orang jahat. Itu membuat Victor semakin geram seolah Rean lah yang tak punya otak.

"Tak tahu malu," batin Victor.

"Yang tak ada otak itu dirimu," batin Helen.

Helen pun geram dengan sikap Rean.

"Kalian serius ingin melawan Patiraga dengan keadaan sihir kalian seperti ini? Hey, kita hanya berlima, tak mungkin cukup melawan mereka yang jumlahnya ribuan," jelas Drake dengan lemah lembut.

"Aku tahu Drake, tapi yang di putuskan oleh Victor benar, tak mungkin kan kita tetap di sini diam mendengar ledakan dan melihat korban berjatuhan?" kata Kenneth.

"Aku dan Victor sudah mempertimbangkan semuanya, kita hanya tinggal mengatur strategi. Dan berharap, dunia akan memberi kita jalan untuk kebebasan. Aku benar-benar mengharapkan keberuntungan memihak pada kita. Dan aku bisa membalaskan dendamku atas kematian orang tuaku, dan juga, orang tua Victor," jelas Helen sembari menundukkan kepalanya seolah dejavu.

"Benar apa yang di katakan oleh Helen, ada baiknya kita melawan saat di tindas oleh pasukan Patiraga," sahut Drake.

Drake hening sejenak.

"Orang tuaku juga, sama, mati. Saat melindungiku sewaktu aku sakit. Ibuku memerintahkan aku untuk keluar dari rumah, namun, aku bersikeras untuk tetap bersama ibuku. Aku terjatuh kala itu, kakiku lemas tak dapat bergerak. Ibuku datang lalu membantuku untuk bergerak lagi. Saat itulah, terakhir kalinya aku sembuh dari sakitnya kakiku. Aku bisa menggerakkan kakiku dan berjalan, walaupun hanya sebentar. Kemudian aku terjatuh, posisinya kakiku tak dapat digerakkan saat itu. Pasukan Patiraga akan menikamku dengan tombak besi dari belakang, namun, ibuku menolongku, dan beliaulah yang tertikam. Setelah itu, aku berusaha menggerakkan kakiku dan akhirnya aku bisa kabur," kata Drake menceritakan semua kejadian yang dialami dirinya sewaktu perang itu.
.
.
.
.
.
TBC
Alhamdulillah!!!
Vote sama komen jangan lupa oke
Bagaimana bagaimana? Mas Drake bikin kita kepelet ngga sih😋
Authornya aja kepelet😋

Salam hangat dari Rerileymattew

Hidup kesepian tanpa kekasih
Cukup sekian dan terimakasih

The Queen Of Magadir ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang