Prolog

333 31 4
                                    

ATTENTION!

Sebelum membaca buku ini, akan lebih baik bagi kalian untuk membaca buku sebelumnya yang berjudul SORROW terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghindari kebingungan serta spoiler😉

Thank you, and happy reading✨✨





Nebbia, Tahun 1266

Gerimis melanda wilayah Ferreira, kota di bagian paling timur Kerajaan Nebbia. Di musim penghujan ini, anak kecil merasa senang karena bisa bermain dan mandi hujan, tetapi tidak untuk orang dewasa yang mengeluh karena jemuran tak kunjung kering.

Seorang anak kecil, berambut cokelat panjang dengan poninya yang menggemaskan, tubuhnya basah kuyup diguyur air hujan sejak dua jam yang lalu. Memanfaatkan tanah basah dibentuk menjadi kastil, anak itu bermain sendirian di halaman rumahnya. Karena sang Ibu sudah memberi larangan agar jangan bermain di pesisir pantai.

"Karina! Sudah bermainnya! Sekarang masuk lewat belakang rumah!" teriak seorang Ibu dari jendela.

Di antara tetesan air hujan, wajah anak kecil usia tujuh tahun itu cemberut. "Nanti saja, Ibu!"

"Cepat masuk!" Teriakan Ibu memekakkan telinga. "Atau ayahmu akan marah!"

Anak kecil itu menghela kasar. Jelas-jelas dia tidak mau mencari masalah dengan sang Ayah—walaupun dirinya tidak pernah melihat bagaimana ayahnya marah. Kemudian dia pasrah dan kembali ke rumah panggung itu, padahal masih ingin bermain hujan-hujanan.

Petang, setelah Karina membersihkan diri, dan di dalam ruang keluarga yang hangat itu, tiga sosok sedang berkumpul. Ibu mengeringkan rambut putrinya dengan handuk, sedangkan Ayah membaca buku sambil menikmati teh hangat.

"Ibu," panggil si kecil.

"Hm?" Sang Ibu menjawab dengan lembut.

"Apa Ibu dulu seorang dokter?"

Pertanyaan itu membuat Ayah dan Ibu saling bertukar pandang.

"Iya," jawab Ibu antusias. "Bagaimana Karina tahu?"

Anak kecil itu menyeringai. "Karina menemukan buku tentang ilmu medis modern di kamarnya Ayah dan Ibu. Hehe... maaf, Karina sudah lancang."

Bukannya marah, Ibu malah tersenyum. Begitu juga dengan Ayah.

"Lalu, apa yang Karina lakukan dengan buku itu?" tanya sang Ibu.

"Karina membacanya saat malam. Saat Ayah dan Ibu mengira Karina sudah tidur." Anak kecil itu menjawab dengan polos.

Ayah yang hendak menyeruput teh dari cangkir, mendadak urung mendengar pernyataan putri kecilnya. Sementara sang Ibu menggeleng dengan senyuman manis.

"Esther," panggil pria berambut gondrong itu.

"Ya?" Wanita dengan rambut auburn keriting yang digelung menoleh ke arah suaminya.

"Apa Karina sudah bisa membaca?"

"Tentu saja, Eric." Esther terkekeh, tatapannya tidak bersahabat. "Aku yang menjadi sekolah pertama untuknya."

Pria itu tersenyum pahit seraya menundukkan pandangan.

Esther menatap serius kepada suaminya. Isyarat bahwa dia ingin berbicara.

"Karina boleh mengambil dan membaca buku-buku Ibu yang lain di kamar," ucap Esther kepada putrinya.

Karina mengangguk antusias, kemudian anak itu berlari-lari kecil menuju ke kamar ibunya. Setelah itu, dia membawa buku-buku milik sang Ibu ke dalam kamarnya sendiri untuk dibaca.

SEPARATED [Vol. 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang