Guru BK

71 29 88
                                    

Pukul tiga sore, Bayu memacu motor sport nya membelah kabut yang entah bagaimana nampak begitu tebal menutupi jalanan. Jalan yang tak rata dengan beberapa lubang dan genangan air sesekali membuat Bayu mengumpat dalam hati.

Udara dingin juga terasa menusuk ke dalam tulang meskipun saat ini Bayu mengenakkan jaket kulit yang cukup tebal. Jari jari tangannya yang mencengkeram stang motor terlihat sedikit membiru. Bayu mencoba mengacuhkannya , ia tetap melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

30menit berikutnya sampailah Bayu di sebuah rumah yang terletak dia area pemukiman yang terlihat suram. Rumah dengan halaman yang cukup luas. Pohon turi dengan bungannya yang bermekaran berwarna putih pucat, nampak bersejejer sebagai pagar.

Rumah yang cukup besar, namun terlihat lawas. Banyak retakan yang terlihat pada temboknya yang bercat abu-abu serta terkelupas dibeberapa bagian. Juga sampah dauh kering seakan dibiarkan menumpuk dihalaman dan teras rumah. Sekilas pandang pun semua orang akan menduga rumah itu sudah tidak dihuni oleh manusia.

Bayu turun dari motornya, mengibas ngibaskan tangannya yang sedikit mati rasa. Hembusan nafasnya nampak mengeluarkan kepulan uap air putih nan tipis. Bayu memandang rumah dihadapannya,dia menghela nafas pelan.

Bayu berjalan sambil memasukkan tangannya kedalam saku celana. Dia menuju teras rumah dan berdiri tepat disebuah pintu tua yang terlihat kusam dengan gagang pintu dari besi yang terkelupas dan sedikit berkarat.

Tok tok tok

Bayu mengetuk pintu dengan perlahan. Detik berikutnya terdengar suara langkah kaki yang diseret dari dalam rumah.

Cklik ... Krietttt

Pintu terbuka dari dalam. Seorang nenek tua dengan rambut penuh uban membuka pintu. Melihat kedatangan Bayu, nenek itu tampak sedikit terkejut. Bola matanya bergetar menatap petugas kepolisian dihadapannya itu.

" Apa kabar Bu Ami ? " Bayu tersenyum masam

" Baik " nenek tua bernama Bu Ami itu menjawab singkat

" Mari, silahkan masuk "

Bayu mengangguk , berjalan mengikuti sang tuan rumah.

Bagian dalam rumah Bu Ami terlihat serupa dengan bagian luarnya. Tak terurus. Sarang laba-laba menempel disetiap sudut rumah. Udara juga terasa pengap karena rumah minim ventilasi dan pencahayaan, serta lebih sering tertutup setiap hari.

" Silahkan duduk " Bu Ami mempersilahkan Bayu duduk di sebuah kursi rotan yang nampak usang. Bayu mengangguk menuruti perintah tuan rumah.

" Mau minum apa nak Bayu ? "

" Nggak usah Bu . Ndak usah repot-repot . Saya cuman sebentar kok ini nanti " jawab Bayu mencegah nenek renta itu berjalan kedapur

" Memangnya ada perlu apa nak Bayu datang kemari ? "

Bayu menghela nafas sebentar, kemudian merogoh saku celananya.

" Aku ingin Bu Ami membaca ini " Bayu menyodorkan secarik kertas pada Bu Ami

Secarik kertas , yang merupakan surat dari Zainul yang tadi pagi Bayu terima dari seorang kurir. Bu Ami membacanya , tangannya nampak bergetar . Sementara bola matanya nampak sedikit melotot.

" Apa Bu Ami juga mendapatkan surat yang serupa ? " Bayu bertanya, sambil menatap tajam pada Bu Ami

" Tidak " Bu Ami menggelengkan pelan

" Jadi, bagaimana menurut ibu ? " Bayu mengubah posisi duduknya. Badannya dicodongkan kedepan. Kini ia lebih dekat untuk mengamati nenek tua itu.

" Apa magsud pertanyaan kamu nak ? "

" Ibu adalah guru BK kami waktu itu. Zainul dekat dengan ibu. Setiap masalah yang dia dapatkan dikelas selalu dia ceritakan kepada ibu. Bagi Zainul Bu Ami sudah seperti ibunya sendiri " Bayu memberondong Bu Ami dengan pertanyaan

Bu Ami hanya diam saja. Mulutnya terkatup rapat.

" Kenapa Zainul mengundang teman sekelasnya dulu untuk datang kerumahnya ? Bagi bagi uang pula. Ku pikir ibu akan tahu apa tujuan dikirimkannya surat ini. Kupikir ibu bisa memahami perasaan Zainul saat ini " Bayu berdiri dari duduknya. Dia merasa sia sia telah datang kerumah Bu Ami, karena ia tidak dapat keterangan atau jawaban apapun.

" Mungkin sebaiknya kamu jangan datang nak. Aku takut dengan kesuksesannya sekarang, dengan pengaruhnya sekarang, Zainul akan berbuat jahat,untuk membalas sakitnya dimasa lalu. Firasatku tidak enak " Bu Ami nampak berkaca kaca

" Jika demikian, maka aku harus datang. Pertama, karena aku adalah seorang polisi. Kedua, mungkin memang aku harus menebus kesalahanku pada Zainul di masa lalu " Bayu kembali menghela nafas

" Apakah Bu Ami tidak merasa harus menebus kesalahan juga ? " Bayu menatap tajam guru SMA nya itu.

" Kesalahan? " Bu Ami , suaranya terdengar bergetar

" Kupikir , ibu tidak pernah berpura-pura tak tahu ataupun lupa. Kejadian 13 belas tahun silam ada andil ibu didalamnya " Bayu melangkah pergi

Bayu keluar rumah dari Bu Ami. Udara yang begitu dingin kembali menyergap , seakan merangkul nya hingga membuat tubuhnya kembali menggigil. Bayu menoleh sejenak kedalam rumah , Bu Ami terlihat masih diam didalam duduknya.

Bayu kembali berjalan menuju motornya. Dengan sedikit terburu-buru , dia kembali menyalakan motornya dan kembali melesat menembus kabut yang semakin pekat.

Sementara itu, Bu Ami masih belum beranjak dari tempat duduknya. Pintu depan terbiarkan terbuka. Sehingga udara dingin menerobos masuk kedalam rumah. Bu Ami tidak peduli, ia tenggelam dalam lamunan.

Ucapan Bayu sangat mempengaruhi perasaannya. Dia kembali teringat kejadian belasan tahun lalu yang selama ini berusaha sekuat tenaga dia lupakan. Rasa bersalahnya begitu besar. Dia sudah gagal melindungi murid yang mengalami perundungan.

Bu Ami menghela nafas, dia beranjak dari duduknya. Dia hendak menutup pintu depan , tak tahan dengan hawa dingin yang menambah rasa nyeri dihatinya.

Sekilas terlihat , dihalaman depan , terlihat di antara pekatnya kabut , seseorang memakai seragam putih abu-abu duduk bersimpuh di tanah. Bu Ami tertegun , hatinya terasa gusar. Keringat mulai membasahi keningnya ditengah udara yang terasa dingin.

Sosok berseragam SMA itu terdengar menangis, lirih. Terdengar pula sosok itu meracau tak jelas. Bu Ami mencoba mendengarkan , kalimat apa yang terucap dari sosok misterius di halaman rumahnya itu.

" Ibu, kenapa Bu ? Kenapa ibu tidak menolong ku ? "

Sepenggal kalimat yang terdengar seakan dari tempat yang jauh , namun kini tertangkap jelas indera pendengaran Bu Ami

Bu Ami masih tak bergeming, diam terpaku ditempatnya berdiri. Sosok dihalaman rumahnya itu masih tertunduk dan menangis tersedu. Hingga secara tiba-tiba sosok itu menoleh ke arah Bu Ami. Betapa terkejutnya pensiunan guru BK itu saat melihat sosok yang menangis tadi. Wajah yang hangus terbakar , dengan kulit yang terkelupas dan melepuh.

" Ahhhhh" pekik Bu Ami . Seketika ia membantik pintu rumahnya, menutup rapat-rapat.

" Maafkan aku, maafkan aku " Bu Ami meracau , dia terlihat sangat ketakutan.

Bu Ami berjalan gontai ke arah dapur. Tatapannya kosong, nampak seperti orang linglung. Bu Ami mengambil kursi plastik yang berada disebelah kompor. Dia memanjat kursi tersebut, meraih tali tambang yang tertancap kuat pada langit-langit dapur.

Sebelum Bayu datang berkunjung tadi , Bu Ami memang sudah menyiapkan segalanya. Kedatangan Bayu semakin meyakinkan dirinya untuk mengakhiri rasa sakit di hatinya. Bu Ami sudah tak mampu lagi bertahan dari bayang bayang kesalahan masa lalu.

Glodakk

Kursi pijakan Bu Ami terjungakal. Wanita tua itu mengerang sesaat, kemudian tubuhnya mulai berubah menjadi kaku. Di meja dapur tergeletak sebuah buku bersampul merah. Sebuah buku dengan pengarang yang tercetak tebal dibagian depan. Zainul Richman

Judgment DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang