Bunga dan Kumbang

28 4 2
                                    

Lewat tengah hari, hujan tak kunjung mereda. Suara derasnya aliran sungai samping rumah terdengar hingga ke ruang tamu. Bian dan Ellie masih duduk di sofa menunggu teman temannya kembali.

" Bay,kupikir Zainul sedikit aneh. Selain perban di seluruh tubuh tentunya " Ellie kembali membuka pembicaraan setelah beberapa saat lamanya terdiam.

" Apa yang aneh? Rumahnya? " Tanya Bayu sembari melirik jam besar yang terpasang di tembok. Pukul 13 tepat.

" Hobinya aneh " ucap Ellie perlahan.

" Hobi? " Bayu menoleh pada Ellie kali ini. Dia tak mengerti maksud ucapan lawan bicaranya itu.

" Dia mengoleksi berbagai macam jenis tanaman import "

" Terus apanya yang aneh Ellie? " Bian menggelengkan kepalanya.

" Jenis tanamannya bii, dia memelihara pohon MANCHINEEL di sebuah pot besar," Ellie meninggikan nada suaranya.

" Hah? Pohon apa itu? " Bayu tak mengerti.

" Salah satu pohon paling beracun di dunia," ucap Ellie serius

" Ooh, yang ada tanda dilarang mendekat itu ya? Di samping rumah ini kan? " Bayu mengingat ingat.

" Ya. Untuk apa coba dia memelihara pohon seperti itu? "

"Emmm, bisa saja selera atau kesukaannya memang seperti itu? " Bayu menimpali dengan nada sedikit bertanya.

" Selera? Kamu tahu nggak seluruh bagian dari pohon itu mengandung racun. Membakar dahan atau rantingnya bisa membuat sesak dan bisa juga mengakibatkan mata perih berlebih bahkan kebutaan," Ellie menjelaskan.

Bayu nampak berfikir mendengar kalimat yang diucap oleh Ellie. Dia duduk merenung menopang dagunya.

" Apa yang sedang kamu pikirkan Bay?" Ellie bertanya setelah memperhatikan wanita di hadapannya itu terdiam di tempat duduk.

Bayu hendak menjawab, saat dari arah pintu depan datang Hendra dan Iva. Keduanya nampak kedinginan.

" Gimana? " Tanya Bayu pada Hendra. Namun hanya gelengan kepala yang Bian dapatkan.

" Tidak ada tanda-tanda si Mella ke halaman depan. Bahkan jejak kaki di tanah becek karena hujan pun hanya ada jejak kami " Iva menimpali.

" Denis dan Norita belum kembali? " Hendra bertanya, sambil mengusap usap rambutnya yang basah.

" Belum, kuharap mereka tidak pergi terlalu jauh," Ellie kali ini menjawab.

" Terus sekarang, apa yang harus kita lakukan? " Hendra kembali bertanya.

" Kita tunggu Denis dan Norita, setelah itu kita makan siang sambil menunggu hujan reda " Bayu  menyampaikan usulannya.

" Setelah hujan reda? " Hendra terus bertanya.

" Kita mungkin bisa mencari Mella kembali. Atau kita bisa pergi ke hutan menjemput Galang " jawab Bayu.

" Kamu lucu Bay. Kamulah yang bersama Galang ke hutan dan meninggalkannya disana. Kamu yang mengatur atur setiap gerak langkah yang harus kami lakukan. Kalau boleh berpendapat, kamu adalah orang yang paling menyebalkan di antara kita semua yang ada disini " Hendra tersenyum sinis. Iva mengangguk menyetujui ucapan Hendra.

" Apa maksudmu? " Bayu berdiri dari duduknya.

" Aku tidak bermaksud apa apa. Aku hanya ingin mengingatkan saja padamu, jangan sok sok an ngatur kami. Aku sama sekali tidak bisa mempercayai mu," Hendra mengacungkan jari tengahnya tepat di wajah Bayu

Bayu terdiam kali ini. Dia menoleh menatap Ellie. Dan perempuan itu mengangkat kedua bahunya. Kelihatannya Ellie enggan membela salah satu dari teman lamanya itu. Memang apa yang dikatakan Hendra barusan ada benarnya.

" Oke, baiklah. Sekarang aku ngga akan mengatur atur kalian lagi. Kita bergerak sendiri sendiri, sesuai apa yang kita mau dan percayai. Tapi kuharap kalian hati hati dan waspada," Bayu menghela nafas, mengalah.

" Kupikir tak perlu kamu ingatkan pun aku akan selalu hati hati Bay. Terutama jika dekat denganmu," Iva menimpali.

Bayu tak habis pikir, kenapa kedua temannya itu terasa jutek dan tak suka padanya. Apa yang telah terjadi dan apa yang sudah mereka berdua rencanakan?

Hendra dan Iva kemudian duduk di sofa, mengambil jarak yang cukup jauh dari Bian. Televisi menyala dengan sebuah program infotainment yang membahas gosip gosip artis terpanas. Namun nyatanya, suasana di depan televisi jauh lebih panas.

Sementara itu Norita dan Denis terengah engah dikamar mandi. Mereka duduk di peralatan kamar mandi dengan kondisi tak berbusana. Denis kembali menyulut rokok. Rokok ketiga yang sudah dia nyalakan sepanjang siang ini.

" Den, bisa ngga sih kamu ngga ngerokok sekarang? Kamar mandi sempit dan pengap, bisa mati karena asap rokokmu aku nanti," Norita memprotes.

Denis tersenyum sekilas, menyesap rokoknya sekali kemudian membuang puntungnya yang masih panjang itu kelubang pembuangan air. Dia membelai kepala Norita dengan lembut.

" Bisa ngga nanti malam kamu datang ke kamarku? " Bisik Denis.

" Ihh, emang belum cukup? " Norita tersenyum manja.

" Kamu ingat kan aku dulu sering remidi pas ulangan harian matematika? " Ucap Denis sambil jarinya memainkan daun telinga Norita yang bersih putih kemerahan.

" Terus kenapa? "

" Yaa, aku ingin remidi lagi denganmu nanti malam," Denis menyeringai.

" Maunya. Enak di kamu dong " Norita memutar bola matanya sambil manyun.

" Kamu itu, ibarat matematika. Rumit, dan sulit dipecahkan. Namun semua orang ingin menaklukkan mu, " bisik Denis lagi.

" Gombal, gombal, raja gombal, " Norita memukul lengan Denis perlahan.

" Emm, tapi mungkin memang kita lebih aman kalau tidur berdua kali ya. Aku ingat kematian Dipta jadi ngeri," Norita bergidik mengingat nasib tragis Dipta.

" Hei hei, ngomong ngomong kamu kemarin kan mandi bareng Dipta. Diapain aja kamu?" Denis bertanya penuh selidik.

" Yeee, emang aku cewe apaan? Legian aku dan Dipta belum sempat mandi malah lihat potongan tangan yang hanyut di sungai," Norita menekuk lututnya. Tubuhnya terasa dingin.

" Beneran to? Ada tangan yang hanyut? Kamu ngga salah lihat kan?"

" Bener Denisss. Aku yakin sekali itu tangan. Ada cairan merah yang kelihatannya darah dari sekitar potongan tangan itu. Meskipun waktu itu hampir petang ya, pencahayaan suram, namun aku bisa melihatnya dengan jelas. Dan aku juga melihat sesosok orang yang telah membuang tangan itu dibagian hulu sungai,"Norita menatap Denis dengan tajam.

" Siapa?" Denis menelan ludah. Dia sedikit merasa ngeri mendengar cerita Norita.

" Ngga terlihat jelas. Tapi aku yakin dari perawakannya, sosok itu adalah seorang laki laki," jawab Norita yakin.

" Mungkin ngga sih Pak Mardoyo?" Denis menyandarkan kepalanya pada dinding keramik kamar mandi.

" Bisa jadi. Tapi masalahnya, itu tangan siapa Den?" Norita merasakan tengkuknya dingin dan bulu bulu halus di lengannya berdiri.

" Aku kepikiran dengan Yodi. Bukankah sangat kebetulan, saat Yodi hilang, kamu melihat potongan tangan hanyut di sungai. Bagaimana jika itu bagian tangan Yodi? Pak Mardoyo menghabisi Yodi yang berada di kamar tamu, kemudian membuang bagian tubuhnya untuk menghilangkan jejak," Denis mengelus elus janggutnya sendiri. Dia merasa seperti seorang detektif yang berhasil memecahkan sebuah kasus.

" Sudah ah, kamu membuat ku takut Denis. Lebih baik kita segera keluar dari kamar mandi dan keruang makan, aku sudah lapar " ucap Norita sambil berdiri.

Namun, belum sempat Norita melangkah, Denis menarik tangannya dan memeluknya dari belakang.

" Kamu wangi Nori. Seperti bunga yang mengandung madu, aku adalah kumbang yang hendak menghisap nektarmu," bisik Denis dari dekat, bibirnya menempel pada daun telinga Norita.

Norita tersenyum, kemudian berbalik badan. Dan akhirnya, mereka melakukannya lagi.

Judgment DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang