"Bicara sekarang, Sierra." Ferdinand mulai tak sabar. "Atau mulutmu tak mungkin bisa bicara lagi selain mengeluarkan desah."
Aku ternganga. "Kau dan nafsu bejatmu itu! Kau pikir aku bakal bicara jika kau merobek pakaianku?!!"
"Kau sendiri yang lebih dulu mengajakku berkelahi!" Ferdinand tak mau jua mengalah.
"Aku sudah bilang padamu menyingkir dari pintu! Kenapa kau tidak mengerti!"
Ferdinand mendengus. "Mana mungkin aku mengerti jika kau tiba-tiba menjauh dan bersikap seolah aku akan membunuhmu!"
"Astaga, berhenti bicara, Ferdinand!!!"
Kesabaranku ikut terputus seperti layang-layang yang sudah tertahan lama di dahan pohon.
Lalu begitu saja, batang pohon itu retak.
Begitu pula dengan tanganku.
Tanganku langsung menempeleng tengkuknya sampai Ferdinand terheran-heran.
Mulut Ferdinand terbuka tanpa suara. Tapi aku yakin dia tengah ingin mengatakan: auch.
Aku kehabisan kata-kata.
Bahkan gundukan keras di balik celananya Ferdinand ikut mengecil dan tak mengeras seperti sebelumnya.
Astaga, aku sungguh sudah kehilangan akal!
"Astaga, maafkan aku." Aku akhirnya bisa bangkit duduk saat Ferdinand mulai mengusap belakang kepalanya.
"Sakit." Pertama kalinya aku mendengar Ferdinand bersuara halus bagaikan anak kecil yang tengah mengadu ke ibunya.
Aku memutar bola mata dan mulai meraih kepala Ferdinand, kemudian memijit pelan bagian yang dia bilang sakit. "Astaga, Fer. Aku tidak sengaja. Rasanya tidak sesakit itu!"
Ferdinand melirik agak kesal. Lagi-lagi dia mengeluh. "Aku bahkan tidak pernah memukulmu, Sierra."
Aku tak terima dengan perkataannya barusan. "Kau menusuk tangan kananku sewaktu di Northland!"
Ferdinand memandangku tak setuju. "Maaf, Princess. Jika aku betulan melakukannya, tanganmu mungkin bunting sekarang!"
"Oui bjiyeh!" Akhirnya aku bisa menggunakan salah satu kosa kata Ruthia. "Yang benar buntung, Fer! Buntung!!!"
Ferdinand langsung menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Demi Dewi Ru!"
Namun, setelahnya dia justru tertawa.
Aneh sekali rasanya. Semenit yang lalu kami saling berteriak. Lalu kemudian kami saling mengasihani.
Sekarang ....
Aku pun ikut tersenyum dan perlahan aku juga tertular oleh tawanya.
"Astaga, Sierra." Ferdinand menyentuh tangan kananku. "Sini kulihat. Apa masih sakit?"
Aku menggeleng dan memijit kepala Ferdinand di saat yang sama.
Akhirnya kami tenang saat itu.
"Stress?" Ferdinand mendongak dan tak melepas tangan kananku.
Aku hanya bisa mengangkat bahu. Aku tidak bisa bilang sumber stressku sudah ada di depan mata.
Ferdinand tampak tak puas, jadi dia mulai bertanya apakah ada pelayan ei mansion yang bersikap tidak sopan padaku. Atau apakah Thomas memberitahuku gosip yang tidak-tidak. Atau apakah makanan di sini tidak enak.
"Semuanya baik-baik saja." Aku tersenyum sebaik mungkin.
"Jika ada yang kurang bilang saja, Sierra." Ferdinand mulai merapikan posisi gaunku yang sempat tercabik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sierra's Home [ TAMAT ]
Romance21+ "Aku mohon." Suaraku merendah. "Biarkan aku mati, Tuan Ferdinand. Aku hanya menginginkan malaikat kematian menjemputku ke alam baka. Jangan bawa aku ke Ruthia!" Ada yang aneh dengan cerita Sleepless yang kuingat. Sierra Edelweis Von Northland...