Di satu waktu, jauh di masa depan.
"Tuan Putri Sierra, apa kau pernah bermimpi buruk?" Ferdinand mengusap jemarinya yang dingin ke pipiku.
Ada bau darah dan teriakan di bawah sana. Ada cahaya merah dan kuning membara-bara di luar jendela. Orang-orang bersahut ria ingin membunuh raja dan para pengikutnya yang tersisa.
Padahal inilah malam mimpi buruk itu menjadi nyata.
Tapi ini mimpi buruk bagi orang lain.
Mimpi burukku jauh lebih buruk.
"Ya, hamba pernah mengalaminya." Aku bersuara dengan serak.
"Ceritakan padaku." Ferdinand menyelipkan beberapa helai rambut merahku ke belakang telinga. "Bagaimana mimpi burukmu menjadi hantu yang nyata. Atau bagaimana mimpi burukmu menjadi cerita. Aku ingin tahu tentangmu. Segalanya tentangmu, Sierra."
Tangan kekarnya menarik pinggul. Aku terkesiap dan rasanya napas kami nyaris menyatu. Dadaku panas. Pipiku terbakar. Seluruh tubuhku tersengat nyeri.
"Kau lah mimpi burukku, Ferdinand." Kuberanikan diri memandang dua bola permata hijau itu. Meski setengah mati aku tahan agar tak terisak.
Aku bahkan tak sadar telah diliputi ketakutan luar biasa sampai jemari ini bergemetar.
Ferdinand dan matanya yang penuh misteri itu.
Mata yang sama seperti waktu itu. Di saat dia berkata bahwa dia menginginkanku dan membawa diriku ke tanah asing seberang laut.
Ferdinand tersenyum tipis dan memiringkan kepala. Bibir kami menyapa terbuka. "Kau juga adalah mimpi burukku, Tuan Putri Sierra. Kehilangan dirimu adalah hal yang paling tak kuinginkan."
Dan sekali lagi dia membuatku merelakan bibir ini menjadi pelampiasan nafsu. Terkulum. Tergigit. Termakan oleh pesonanya yang mampu menggiring ke dalam jurang nikmat. Jurang yang amat panas dan dipenuhi suara lenguhan napas.
Dia tarik gaunku dan angin malam nan dingin menyapu bahu seketika. Namun, Ferdinand tak membiarkan dan memberi kecupan lembut di sana beberapa kali. Sampai nyaris aku menjerit kala gigi taringnya menusuk kulit.
Aku menggeleng dan hanya dapat menggigit bibir. "Aku sungguh membencimu. Setengah hati, aku amat sangat membencimu, Fer."
"Bagus." Ferdinand tak lagi memperlihatkan senyumnya. "Itu artinya kau tidak akan bisa melupakan diriku, Tuan Putri."
Kala itu kupikir, apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa segalanya berujung di sini. Di tengah-tengah lautan api dan raungan revolusi rakyat yang tak berpuas atas pemerintahan kerajaan.
Lalu ...
Mengapa aku bisa terjebak bersama pria seperti Ferdinand?
Lalu kupikir, semua dimulai ketika aku mati.
***
Beberapa waktu yang jauh sebelumnya.
Menunggu Kerajaan Northland hancur, ternyata lebih lama dari yang kukira. Tetapi ia akhirnya terjadi dan itu adalah momen yang paling melegakan diriku sebagai Sierra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sierra's Home [ TAMAT ]
Romance21+ "Aku mohon." Suaraku merendah. "Biarkan aku mati, Tuan Ferdinand. Aku hanya menginginkan malaikat kematian menjemputku ke alam baka. Jangan bawa aku ke Ruthia!" Ada yang aneh dengan cerita Sleepless yang kuingat. Sierra Edelweis Von Northland...