42 - Cahaya yang Membelah Langit Northland

1.2K 115 0
                                    

Di detik sekilas cahaya biru muncul dan naik menembus awan malam, Nyonya Scarlette tak bisa berhenti tersenyum.

"Aww lihat itu! Dari arah selatan kastil!" Nyonya Scarlette mulai memasang ikat rambutnya agar membentuk ekor kuda.

"Gadis yang engkau remehkan justru sudah mengirim sinyal secepat ini! Tuan Putri adalah orang yang gigih, bukan?" Wanita vampir itu tertawa dan memukul bahu Eoin sebagai sasaran kegirangannya.

Eoin memutar bola matanya. "Aku tidak pernah meremehkan Tuan Putri." Pria itu bersuara bagai anak kecil yang merajuk.

"Astaga, berkacalah! Kau dan tubuh besarmu itu seperti monster jika dibandingkan Tuan Putri! Tentu saja gadis kecil itu akan merasa diremehkan jika dekat-dekat dengan orang seperti dirimu!"

Eoin tampak mengulum bibir. Tersinggung. "Apa maksudnya itu?! Tubuhku adalah tubuh prajurit ahli yang telah ditempa bertahun-tahun!"

Nyonya Scarlette terkekeh dan mulai menarik tali kekang kudanya. "Oh, Eoin. Terserah kau saja! Pangeran Pertama sedang menunggu bantuan kita!"

Nyonya Scarlette, Eoin dan bersama pasukan, berkuda mengejar pilar cahaya biru di langit Northland.

Para vampir menggigit telapak tangan dan darah mereka mengalir banyak lalu mengeras menjadi sebilah pedang  kemerahan. Gigi taring mereka menyeringai dan mendesis lapar pada aroma darah dari mayat prajurit yang berguguran.

Para Shabolia mempercepat kuda mereka. Busur panah mereka mengarah kepada para penyihir Northland yang berada di atas tembok kastil. Sihir angin pun meluncurkan anak panah Shabolia ke atas dan mengugurkan beberapa prajurit Northland yang tersisa.

Shabolia dan Nocturna akan menepati janji.

Adalah suatu kepastian seperti halnya bintang-bintang yang mengukir rasi dan takdir dari dewa-dewi. Atau awan-awan yang tak akan lagi menyembunyikan bulan.

Pasukan aliansi tiga negara akan kembali utuh pada waktunya.

***

Gelas kaca pecah ke lantai. Berkeping hancur dan terlarang untuk disentuh apabila tak ingin terluka.

Namun, mata Ariana tak bisa berpaling dari cahaya suar biru yang membelah awan-awan di atas Kastil Amaranth. Cahayanya terang bagaikan lentera dari surga yang memberinya peringatan. Dia tersenyum tetapi bukan untuk mewakili kesenangannya.

Melainkan amarah yang ia tahan selama ini.

BOOMMMM!!!!

Ariana memejamkan mata meski sekujur tubuhnya bergetar akibat suara ledakan dari luar kamarnya. Para Ruthia sialan itu masih mencari Malaikat Maut rupayanya?

"Yang Mulia!!! Yang Mulia!!!" Tiar mendobrak pintu dan menjerit dengan wajah pucat pasi. "Pasukan Ruthia sudah menghancurkan tembok kita!!!"

Ariana menoleh dan senyumnya sirna. "Ah, begitu?"

Tiar bergidik saat melihat ekspresi Ariana. Hal itu mengakibatkan lututnya lemah dan seketika wanita kurus itu berlutut di hadapan tuannya.

"Yang Mulia, ki-kita harus mundur!" Tiar hanya dapat menatap lantai sembari berkeringat dingin. "Kondisi pasukan kita tidak mungkin memenangkan pertarungan ini!"

Ariana melangkah maju. Wajahnya sedingin es dan rambut pirangnya berpendar keemasan bagai seorang peri dari musim dingin. Namun, matanya yang biru berubah merah seketika. Menyiratkan dendam yang tak berujung.

Bagaimana bisa seorang gadis muda seperti dirinya bisa menanggung kebencian sebesar itu?

"Tiar, apa kau masih ingat bagaimana aku memungutmu?" Ariana berucap.

Sierra's Home [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang