8

1.3K 78 2
                                    

"El juga gak mau jadi beban,
El cuman mau di sayang dan di peduliin,"

By:El

BI Ratih mondar-mandir di depan pintu ruangan IGD, di dalamnya ada El yang sedang ditangani oleh dokter. Wanita paruh baya itu terlihat sangat cemas, khawatir kondisi El parah.

"Udah toh, Bi, jangan mundar-mandir terus kaya setrikaan. Mamang puyeng liatnya," tegur Yayan yang duduk di kursi tunggu.

Bi Ratih mengusap dadanya sendiri, mencoba menenangkan diri, lalu ikut duduk di samping Yayan. "Mang, hubungi Tuan Paris, kabari jika Den El masuk rumah sakit. Bibi lupa bawa hp," ujarnya.

Mang Yayan mengangguk, lalu mengeluarkan ponselnya. Sementara itu, Bi Ratih langsung berdiri dan menghampiri dokter yang baru keluar.

"Dokter, bagaimana dengan keadaan Den El. Apa dia baik-baik saja, saya boleh masuk."BI Ratih hendak menyerobot masuk ke dalam, namun Dokter lelaki itu menahannya.

"Maaf Bu, untuk saat ini kondisi pasien masih belum stabil. Pasien belum bisa dikunjungi karena masih belum sadar. Kami perkirakan bahwa pasien baru akan sadar besok," jelas dokter tersebut.

"Luka di leher pasien cukup parah. Ini menyebabkan aliran oksigen ke otaknya terganggu. Kami sedang melakukan yang terbaik untuk memastikan dia pulih, ibu bisa menjenguknya setelah di pindahkan ke ruang rawat inap."Lanjut Dokter itu sebelum pergi.

Bi Ratih langsung mengintip melalui celah kaca. Wanita paruh baya itu mengusap air matanya yang menetes. Sungguh tragis hidup anak lelaki itu, hampir meregang nyawa oleh ibu kandungnya sendiri.

"Mang, kapan Tuan Paris bisa datang?" tanya Bi Ratih, membalikkan badannya untuk melihat Yayan yang masih sibuk dengan ponselnya.

Lelaki setengah baya itu menggeleng, "Gak diangkat, Bi. Saya masih mencoba."

"Kirim pesan, Mang. Beri tahu kondisi Den El."

"Sudah, Bi. Tapi belum dibalas," jawab Yayan sambil mengusap wajahnya. Jujur, dia juga sedih melihat keadaan seperti ini.

"Astagfirullah hal'azim," gumam Bi Ratih,"Saya kasihan liat Den El mang. Seharusnya di masa-masa seperti ini ada orang tua yang menemani, tapi Den El malah mamahnya sendiri yang buat dia masuk rumah sakit."

"Iya Bi, saya jadi inget waktu Den El masih bisa jalan. Dan masih di sayang orang tuanya,"

"Mang, tolong pulang dulu untuk ambilkan baju ganti Den El. Oh ya, tolong ambilkan juga ponsel saya," ujar Bi Ratih, yang langsung di angguki Yayan dan langsung pergi.

***

"Sayang, aku pengen itu," ucap seorang wanita dengan nada manja, bergelantungan di lengan Paris, tangannya menunjuk ke arah jejeran baju.

Paris merangkul pinggang wanita itu, "Tentu, sayang. Mari kita beli semua yang kamu mau," ucapnya dengan senyum lebar. Mereka sedang berada di mall, menikmati waktu berdua—Paris dan Gina, istri keduanya.

Mereka berjalan menuju jejeran baju yang Gina tunjuk. Tiba-tiba, Paris menghentikan langkahnya. Ponselnya terus berdering, membuatnya merasa terganggu. Dia berdecak kesal saat melihat nama Yayan muncul di layar.

"Siapa itu, Mas?" tanya Gina, mencoba melihat layar ponsel Paris.

"Gak penting," jawab Paris, mematikan ponselnya. Dia memilih untuk mengabaikan pesan yang terus masuk, tanpa membacanya sama sekali.

Nadi Tanpa Benua (Berlanjut)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang