Bendera kuning berjejer di rumah berlantai dua itu, di sisi gerbang sudah ada tulisan turut berduka cita. Bendera kuning yang di pasang tidak sedikit melainkan di setiap sudut rumah sudah ada.
El turun dari mobilnya dia baru pulang dari rumah sakit setelah tigak hari di rawat. Lelaki itu di kagetkan dengan keadaan rumah, sudah seperti penyambutan mayat orang meninggal.
El membalikkan wajahnya menatap Bi Ratih,"Ini kenapa Bi? kenapa banyak bendera kuning di sini,"
"Bibi gak tau den, ayok kita masuk untuk liat apa yang terjadi,"Bi Ratih mendorong kursi roda El menuju gerbang.
Tubuhnya terasa gemeteran takut terjadi sesuatu pada ibunya, mau sejahat apapun Saras padanya tapi El tetap menyayangi wanita itu. Baru tigak hari dia tidak pulang ke rumah, tapi saat hari pertama pulang sudah di suguhkan dengan bendera kuning dan ucapan turut berduka cita.
"Semoga Mamah baik-baik aja,"Batinnya.
Hal pertama yang mereka lihat adalah sebuah poto yang cukup besar berada di teras rumah, dengan tulisan di bawah nya. Bi Ratih menutup mulutnya sendiri, Yayan yang baru menutup gerbang sampai menjatuhkan koper yang di bawanya.
Kedua orang itu menatap ke arah El yang bibirnya sudah bergetar hebat. Menatap poto yang begitu jelas di depannya, El menunduk dalam mencoba merendam rasa nyeri yang berada di hatinya.
Bi Ratih mengusap pundak lelaki itu mencoba menenangkan,"Den yang sabar den, mungkin ada kesalahpahaman,"Bahkan mengusap air matanya sendiri yang sudah menetes, dia tidak bisa membayangkan apa yang El rasakan saat ini.
Yayan ikut mendekat mengusap kepala El yang menunduk,"Jangan sedih den, dengarkan dulu penjelasannya,"
Seseorang datang dari balik pintu, orang itu sudah memakai baju hitam-hitam datang menghampiri ketiga orang yang masih berada di depan gerbang.
"Lah kamu gak jadi mati?"Saras menunjuk El dengan telunjuknya.
Wanita itu bersedekap dada, menatap tak suka pada orang yang berada di depannya. Sudah cape-cape dia menyiapkan semua ini, tapi apa yang dia dapat hanya kegagalan.
Dengan gemetar El menatap mata Saras dengan sorot matanya yang berair, sakit rasanya mengalami semua ini,"Maksud dari semua ini apa Mah?, kenapa poto El di pajang dengan tulisan turut berduka cita?,"
"Nyambut kematian kamulah apalagi, tapi apa yang saya dapatkan. Saya kira kamu sudah mati."Jawab Saras enteng.
"Tapi El masih hidup mah, El belum mati sampai di bikin acara penyambutan mayat kaya gini?"
"Ckk.. kalo gitu kenapa kamu gak mati aja sih, biar acara penyambutan ini gak sia-sia. Saya sudah cape-cape buat semua ini, eh ternyata kamu gak jadi mati."
"Apa mamah seingin itu liat aku mati? apa mamah seberharap itu liat aku gak bisa napas lagi? Apa mamah akan bahagia jika aku udah gak ada di dunia ini lagi?,"Sesak rasanya kala menyaksikan ibu kandungnya sudah menyiapkan penyambutan kematiannya bahkan di saat dia masih hidup.
"OUH JELASS! Bagus kalo kamu sadar! Saya tidak perlu menjelaskannya. Saya bahagia liat kamu mati, saya ingin liat kamu menyatu dengan tanah. Saya bebas jika kamu sudah tidak ada lagi dunia ini!,"
"El juga tidak ingin hidup seperti ini bunuh saja El mah! Dulu mamah yang buat El hidup di dunia ini, sekarang El minta mamah juga yang buat El hilang dari dunia ini. Beri El kebebasan berupa kematian, Beri El ketenangan dengan menyatu dengan tanah lagi,"
Tigak hari El di rawat di rumah sakit, saat di sana dia selalu mengharapkan kedatangan kedua orang tuannya. Berharap mereka akan menjenguknya, namun sama sekali tidak ada. Setelah dia pulang di hatinya masih mengharapkan akan di sambut dengan binar kebahagiaan, namun apa yang dia dapat?. Penyambutan dengan berupa bendera kuning menyambut kematiannya.
"Oke! Saya akan turuti permintaanmu! Jika saya tidak bisa membunuhmu dengan cara fisik, saya akan bunuh mental kamu dengan perlahan!"Saras tersenyum mengejek, tak ada rasa iba penyesalan secuilpun dalam hatinya. Semuanya terpenuhi dengan kebencian.
Empat orang lelaki dengan membawa cangkul di pundaknya datang, mereka terlihat kotor dengan baju yang terpunuhi oleh tanah bercampur keringat.
"Permisi Bu, penggalian liang lahat yang ibu minta sudah selesai kami kerjakan. Sudah siap di pakai,"Ucap salah seorang bapak-bapak sambil mengusap keringat dengan handuk yang berada di lehernya.
"Saya juga sudah memetik bunga yang ibu suruh, dan memasukannya ke keranjang ini."Sahut bapak-bapak lainnya sambil mengangkat keranjang berisi bunga.
"Ayok kita masuk, den El masih harus banyak istirahat,"Bi Ratih ingin mendorong kursi roda El namun langsung di tahan lelaki itu.
El melirik ke arah papan nisan yang bawa bapak-bapak ini sangat jelas di sana tertulis namanya, tanggal wafat pada hari ini juga. Sejauh itu Saras menyiapkan semua ini, sampai sudah menggali tanah untuknya.
Dadanya terasa semakin sesak, untuk mengeluarkan satu hembusan nafas saja rasanya begitu sulit. Andai El bisa memilih terlahir di dunia ini apa tidak, maka jawabannya tidak.
"Orangnya gak jadi mati,"Saras mendengus kesal,"Bawa aja dia kalo mau, kubur hidup-hidup sekalian,"Seras memberikan uang lalu kemabali memasuki rumah begitu saja.
Bapak-bapak itu melongo kebingungan. Mereka berempat lalu pergi lagi saat merasa tidak di rugikan juga kan, uang tetap dapat lalu apa yang harus di permasalahkan.
Bi Ratih langsung berjongkok memeluk El menangis di hadapan lelaki itu, El yang mengalami tapi dia bisa merasakannya.
"Den tenang aja masih ada bibi di sini yang ada buat Den El, bibi sayang sama Aden jangan sedih ya,"Bi Ratih memeluk El sembari mengusap-usap kepala lelaki itu.
El memaksakan senyumnya,"Kenapa bibi malah nangis, El gak sedih,"
"Bibi tau den El sakit hati, jangan pura-pura kuat den gak baik. Luapkan semuanya den selagi masih bisa, tuangkan semuanya dengan menagis den. Menagis bukan berarti lemah, tapi itu jalan cara menguatkan diri,"
Membalas pelukan Bi Ratih dengan Erat. El benar-benar menangis di sana, dia tidak sanggup menahan ini sendiri. Menumpahkan air matanya, tubuhnya bergetar tergugu di pelukan Bi Ratih yang rasanya lebih nyaman di banding ibu kandungnya sendiri.
"El gak berdaya bi, El cuman beban, El gak pantes buat hidup apalagi merasakan kebahagiaan. El cuman lelaki lumpuh yang terlalu berharap untuk kembali pada keluarga yang penuh dengan kasih sayang,"
Gimana?
Lanjut gak nih
Oh gak yah oke kalo enggak

KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi Tanpa Benua (Berlanjut)
AcakSEBELUM BACA WAJIB FOLOW AKUN WP NYA! GARISS KERASS! Bryan Elga Preston: Pengasingan, Penyesuaian, dan Pencarian Identitas: El adalah seorang siswa SMA yang populer dan berbakat. Namun, kehidupannya berubah drastis ketika dia mengalami kecelakaan ya...