"Seharusnya lo gak boleh terlalu berharap El, pada akhirnya akan sama. Penolakan!"
Bi Ratih mendorong kursi roda El menuju ruang makan, sedari tadi senyuman manis terus saja terbit di bibir lelaki itu. Bi Ratih yang tidak tau apa-apa ikut tersenyum mengikuti lelaki itu.
Setelah sampai di meja makan BI Ratih membuka penutup makanan ingin mengambillkan buat El, namun di tahan oleh lelaki itu.
"El makannya nanti aja"El menahan Bi Ratih, membuat wanita setengah baya itu tidak jadi mengambil nasi.
"Loh kenapa den? Pasti den El lapar kan soalnya baru pulang, ayok makan biar Bibi ambilin"BI Ratih kembali ingin mengambil makanan, dia tidak mau membuat El kelaparan nanti laki-laki itu akan sakit. Jika El sakit dia akan merasa sedih.
"Nanti aja Bi, El tunggu Mamah aja makannya"El tersenyum sambil melihat ke arah tangga, dia sengaja menunggu Saras untuk makan malam bersama. Dia kangen sekali masa-masa seperti ini, sudah lama dia tak pernah makan bersama Saras.
Setelah kejadian tadi itu berhasil membuat rasa sayangnya semakin besar terhadap Saras, ada secerca harapan di hatinya. Harapan di mana bisa kembali merasakan kasih sayang, hidup di keluarga Cemara seperti dulu, dengan Saras yang selalu memperhatikannya. Harapan yang sudah hilang itu mulai tertanam kembali di hatinya.
Bi Ratih ikut melihat ke arah tangga, tumben sekali El ingin makan bersama dengan Saras. Padahal biasanya mereka sudah tidak lagi makan bersama, El yang makan di kamarnya dan Saras yang memang tampak tak peduli.
"Dari tadi Bibi perhatiin den El senyum terus, lagi bahagia yah? Tumben juga nungguin nyoya Saras buat makan malam bareng?"tanya Bi Ratih mengungkapkan pertanyaan yang sejak tadi bersarang di otaknya.
"Den El punya pacar yah? Mukanya seneng banget gitu, siapa pacar barunya? Gadis yang waktu itu nganterin den pulang sama ayahnya, waktu den El di tinggalin nyoya Saras di jalanan?"Bi Ratih menebak gadis yang dia maksud adalah Kia, dia masih ingat betul El pernah di antarkan pulang oleh Ayah dari gadis itu.
Seketika El mengubah ekspresi wajahnya, bisa-bisanya BI Ratih berpikir seperti itu. Bahkan dia sendiri merasa kurang kenal dengan Kia, ini malah di kira pacaran.
"Bukan, lagian Kia udah punya pacar kayaknya Bi"Dia mengingat Tajma yang selalu mengikuti Kia dan memanggil gadis itu dengan sebutan 'sayang' El berpikir mungkin mereka pacaran. Kia dan Tajma sepertinya sudah kenal lama, lagian sepertinya mereka terlihat cocok.
Bi Ratih mendorong kursi lalu mendudukinya"Lah punya pacar, Bibi kirain kalian pacaran soalnya kalo Bibi liat-liat si Eneng yang waktu itu suka sama den El,"
El menggeleng merasa heran bisa-bisanya BI Ratih berpikir seperti itu pada dia dan Kia"Gak mungkin Bi, mana ada orang yang suka cowok lumpuh kaya El. Lagian El gak mau pacaran,"
"Emangnya den El gak suka sama dia?"
Dengan yakin El kembali menggelengkan kepalanya, dia memang tak lagi memikirkan soal hati yang pada akhirnya akan pergi dengan sia-sia.
"Hati orang gak ada yang tau den, lagian den El kan ganteng pinter juga. Bibi yakin kalo anak Bibi masih ada dia bakal suka sama Aden! "beginilah mereka jika sudah mengobrol begitu akrab. El terbuka dengan Bi Ratih lelaki itu akan mengatakan apa yang dia rasa.
El sendiri tak merasa keberatan jika di tanya-tanya oleh BI Ratih, karna menurutnya dia jadi merasa seperti di perhatikan. El merasakan kasih sayang sosok ibu jika berama BI Ratih.
"Tapi apa yang El punya gak bisa menutupi kekurangan El BI"lelaki itu mengerutkan keningnya"Bibi punya anak?"
Bi Ratih mengangguk dengan wajah sendu, sedih jika mengingat tentang anaknya"Bibi punya satu putri namanya Runa, tapi dia udah gak ada. Kalo Runa masih ada mungkin dia seumuran sama Aden.
"Yang sabar ya Bi"El tersenyum untuk menghibur lelaki itu begitu perhatian.
Terdengar suara derap langkah menuju meja makan, keduanya melihat Saras yang sedang menuruni tangga dengan memegangi kepalanya.
Bi Ratih langsung berdiri, memundurkan kursi untuk di duduki Saras. Tangannya mengambil piring untuk mengambil makanan.
Dengan masih memegangi kepalanya Saras melihat ke arah El yang sedang duduk sambil tersenyum ke arahnya, tumben sekali anak itu makan di meja makan. Membuat mut nya semakin buruk saja.
"Ngapain kamu senyum-senyum sambil liatin sambil liatin saya? Kamu pasti seneng kan liat saya kaya gini!"Saras melotot, mengambil kesimpulan tanpa bertanya.
El terkejut, bisa-bisanya ibunya berpikir seperti itu tentang dia. Padahal itu sama sekali tidak benar.
"El sama sekali gak berpikir seperti itu"Ujarnya membela diri, di dalam hatinya berharap 'semoga tidak ada perdebatan' agar dia bisa menikmati makan malam bersama ibunya dengan tenang. Komen yang begitu di tunggunya.
Namun sayangnya harapan itu tidak terjadi, Saras malah mengajaknya berdebat. Baru saja beberapa jam lalu dia merasakan bahagia karena merasa di perhatikan, sekarang sudah di jatuhkan lagi dengan kenyataan yang sebenarnya.
"Alahh! Jangan bohong kamu, saya tau apa isi otak kamu El dasar anak durhaka! Liat Mamah sendiri sakit malah bahagia, kayaknya kalo saya mati sekarang juga kamu bukan sedih tapi bahagia!"tuduhnya, wanita itu menepis piring makanan yang di berikan bi Ratih. Rasanya sudah tidak mut untuk makan.
"Saya sudah tidak nafsu makan!"Setiap melihat El membuatnya selalu merasa marah, emosinya selalu terpancing.
El menunduk sudah di pastikan ini akan menjadi perdebatan"Boleh El minta satu hal sama mamah buat hari ini aja, El mohon kita makan malam bersama dengan tenang. Kalo mamah mau El akan sangat bahagia"pintanya dengan wajah sendu memberanikan diri.
Saras berpikir keras hatinya merasa kasihan, tapi otaknya menolak keras. Menurutnya begitu membuang-buang waktu, untuk apa dia membuat El bahagia sedangkan anak itu membuat hidupnya berantakan.
"Jangankan untuk makan bersama liat muka kamu saja sudah bikin saya enek! Lebih baik saya tidak makan dari pada makan sama kamu!"Saras berteriak, wajahnya memerah menahan amarah.
BRAK!
Menggebrak meja, membuat makanan yang berada di meja tumpah. Saras berdiri lalu pergi ke arah tangga.
El mengibaskan tangannya yang terkena kuah panas, lelaki itu melihat ke arah Saras yang kembali pergi ke kamarnya.
"Seharusnya lo gak boleh terlalu berharap El, pada akhirnya akan sama. Penolakan!"Batinnya.
Bi Ratih meraih tangan El yang memerah, terlihat gurat khawatir di wajah wanita setengah baya itu.
"Biar Bibi obati!"Bi Ratih berlali untuk mengambil kotak P3K.
***
Lanjut gak nih?

KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi Tanpa Benua (Berlanjut)
RandomSEBELUM BACA WAJIB FOLOW AKUN WP NYA! GARISS KERASS! Bryan Elga Preston: Pengasingan, Penyesuaian, dan Pencarian Identitas: El adalah seorang siswa SMA yang populer dan berbakat. Namun, kehidupannya berubah drastis ketika dia mengalami kecelakaan ya...