☾10☽ Coursework

645 62 3
                                    

Yunike pernah membaca salah satu postingan di media sosial, katanya "mahal-mahal bayar UKT pas kuliah cuma dengerin teman presentasi" dulu Yunike menganggapnya berlebihan, tetapi kini ia menyesal pernah meragukannya, sebab Yunike mengalaminya sendiri. Ada salah satu mata kuliahnya yang sejak awal pertemuan langsung membentuk kelompok-kelompok kecil dan mereka melakukan presentasi bergiliran. Satu pertemuan bisa dua sampai tiga kelompok tergantung lamanya sesi tanya jawab, dan sampai hari ini masih ada kelompok yang belum kebagian presentasi, kelompok Yunike salah satunya.

“Ini sih dosennya makan gaji buta,” keluh Yunike pelan.

Di depan sana, beberapa orang temannya sedang menjelaskan tentang kepemimpinan dan konflik di dalam organisasi. Yunike tak begitu memperhatikan, dia sudah kehilangan minat karena ujung-ujungnya bahan presentasi akan dibagikan di grup obrolan dan dia bisa membacanya sendiri nanti di kos-kosan. Satu-satunya yang menarik hanya saat sesi tanya jawab nanti, itu pun terkadang ada mahasiswa yang mengajukan pertanyaan tak bermutu hanya karena ingin terlihat aktif di depan dosen.

“Habis ini matkul etika politik lagi. Kata anak kelas sebelah mereka juga dikasih tugas kelompok buat presentasi.” Silma menyahuti sambil berbisik.

“Kuliah isinya cuma presentasi aja.”

“Kelompokan-presentasi tiba-tiba UTS UAS.”

“Bener banget anjir.”

Berbeda halnya dengan Yunike dan Silma yang mengeluh bosan karena presentasi, anak-anak geografi juga punya keluhan soal tugas. Namun, bukan presentasi yang jadi masalah, melainkan laporan praktikum yang menggunung.

Erland, Wizar dan Samudra kini sedang berada di ruang baca. Sibuk mewarnai peta geomorfologi yang sudah mereka gambar.

Setiap minggu mereka melakukan tiga kali praktikum di tiga mata kuliah yang berbeda, dan hampir semuanya selalu ada kegiatan gambar menggambar. Tak heran jika banyak maba geografi yang bawa-bawa drafting tube layaknya anak arsitek.

Kali ini mereka beruntung karena hanya menggambar peta geomorfologi di selembar kertas kalkir ukuran A3. Itu tak seberapa dibanding sebelumnya saat mereka disuruh menggambar salah satu bentuk lahan yang sudah ditentukan di sebuah kertas ukuran A0.

Iya A0. Samudra sampai mengeluh pegal-pegal dan berniat mencari jasa mewarnai saking malasnya dia mengerjakan.

“Coba aja ada Mbak gue, gue udah minta tolong buat ngegambar sama ngewarnain,” kata Samudra kala itu sambil meletakkan krayon di tempatnya.

“Udah kerjain aja. Lo ngeluh seribu kali pun kerjaan lo gak bakal tiba-tiba selesai.”

Samudra merengut begitu mendengar balasan Erland. Setelah selesai membuat peta geomorfologi mereka masih harus menyelesaikan laporan praktikum yang ditulis tangan menggunakan kertas folio. Tak akan kaget jika jari mereka lama-lama kriting saking seringnya menulis.

“Semester depan praktikumnya masih tulis tangan gak?” tanya Samudra.

“Katanya sih sampe semester tiga masih tulis tangan,” jawab Wizar membuat Samudra ingin mengumpat seketika.

“Kan praktikumnya masih yang dasar-dasar jadi laporannya serba manual,” timpal Erland. Dia sudah selesai mewarnai dan lanjut lettering untuk membuat legenda peta. Dua buah letter mall dengan ukuran berbeda dia keluarkan dari dalam tas beserta drawing pen berwarna hitam.

“Lo berdua anteng ya jangan gerak-gerak, kalau sampe nyenggol gue, awas aja!” Erland memberi peringatan sebelum memulai lettering.

Samudra dan Wizar hanya meliriknya sekilas.

BelamourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang