Tak hanya Chiara, ini juga pertama kalinya Erland keluar selarut ini bersama lawan jenis yang bukan keluarganya. Sejujurnya Erland pun tak menyangka Chiara akan setuju. Jawaban Chiara seolah memberinya lampu hijau, dan semoga itu bukan hanya perasaan Erland semata.
Pukul sepuluh Erland menjemput Chiara di kosnya. Rindu ikut mengantar keluar dan memberinya peringatan layaknya seorang ibu yang tak terima melihat anak perempuannya dijemput teman laki-laki. Dia bilang Erland akan berurusan dengannya jika terjadi apa-apa pada Chiara. Erland hanya mengiyakan.
Mereka kemudian pergi makan di sebuah angkringan yang tak begitu jauh dari kampus. Tak banyak orang yang makan di sana. Saat ini pasti orang-orang kebanyakan berkumpul di tempat-tempat ramai seperti pusat kota atau mengadakan acara sendiri.
Dua bungkus nasi kucing sudah Erland habiskan, ditambah dua gorengan dan segelas es teh manis. Sementara Chiara masih menghabiskan nasi kucing keduanya.
Omong-omong soal nasi kucing, sebenarnya bukan benar-benar nasi untuk kucing atau nasi berbentuk kucing, melainkan porsinya yang sedikit mirip porsi makan kucing. Biasanya ditambah suiran ayam, ikan teri, atau tempe dan sambal. Makanan ini konon berasal dari daerah Yogyakarta, Semarang dan Surakarta. Harganya murah, hanya berkisar 2000 hingga 3000 rupiah. Cukup untuk mengganjal perut atau jadi menu makan pilihan ketika tanggal tua tiba.
Erland dan Chiara baru pertama kali mengetahui nasi kucing saat tiba di Semarang. Di tempatnya dulu mereka tak pernah mendengar nama makanan tersebut.
“Aku juga baru tahu nasi krempyeng pas udah di sini,” kata Chiara.
Mereka sedang membahas makanan-makanan yang baru pertama kali mereka temui setelah tinggal di Semarang. Sudah ada beberapa yang disebutkan seperti sempolan, tahu petis, dan terang bulan yang rupanya mirip martabak manis, tetapi lebih tipis seperti pancake. Penjual kue terang bulan bisa ditemukan di pinggiran kota Semarang, biasanya mereka menggunakan kotak kaca yang dinaikkan ke atas boncengan sepeda atau motor.
Chiara sangat menyukai kue itu. Dia sering membeli di penjual terang bulan yang sering mangkal di sekitar kampus.
“Aku belum pernah beli, segitu enaknya kah?” Erland bertanya setelah mencomot gorengan yang ketiga.
“Kalau menurutku enak banget, rasanya gak semanis martabak jadi gak bikin eneg.”
“Oke nanti aku coba deh, jadi penasaran.”
Erland menyeruput es tehnya yang tinggal sedikit. Sebenarnya Erland awalnya ingin mengajak Chiara ke angkringan lain yang tempatnya lebih bagus, bukan ke angkringan ini yang hanya ada gerobak, satu bangku sepanjang gerobak, dan tikar-tikar lesehan. Namun, tempat yang Erland ingin tuju sudah penuh, tak ada tempat kosong di sana dan suasananya terlalu berisik. Jadi, mau tak mau Erland harus mencari tempat lain, kebetulan ia menemukan angkringan ini. Kata mas-mas penjualnya, tahun depan angkringan ini pun akan dibangun agar bisa mendatangkan lebih banyak pelanggan.
Angkringan itu terletak di pinggir tebing, dari sana mereka bisa melihat pemandangan malam kota Semarang yang dipenuhi lampu-lampu bak bintang yang menghiasi gelapnya malam. Kampus mereka memang berada di atas bukit, agak jauh dari pusat kota.
“Ini nanti kalau angkringannya udah jadi pasti cantik banget ya?” gumam Chiara. Dia sudah selesai makan dan kini duduk sambil memeluk lututnya. Kedua matanya berbinar menatap kerlap kerlip lampu di bawah sana. Meski belum genap tengah malam, sudah ada beberapa kembang api yang dinyalakan.
“Iya, kaya angkringan yang tadinya mau kita datangin, tapi pasti rame banget. Di sana juga soalnya tiap malam selalu rame.”
“Kamu pernah ke sana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Belamour
Narrativa generaleLevel terendah dari rasa insecure adalah merasa tak layak untuk siapa pun, itulah Chiara. Gadis pendiam yang keberadaannya sering diabaikan orang lain. Eksistensinya tak pernah dianggap penting. Ada atau tidak ada dirinya sama saja. Namun, sifatnya...