☾22☽ When the Night Comes

548 47 3
                                    

Setelah menyusuri pinggir sungai dan menerjang ilalang-ilalang yang menghalangi jalan, akhirnya Erland dan teman-temannya tiba di titik terakhir, yaitu tempat camp. Mereka langsung menurunkan carrier dan beristirahat sejenak sembari mengambil napas banyak-banyak.

Dua tenda panitia sudah berdiri kokoh agak jauh dari tempat mereka beristirahat. Harum aroma makanan tercium dari sana, membangunkan rasa lapar kelima peserta Diksar yang tenaganya sudah terkuras habis, perlu cepat-cepat diisi kembali.

Salah satu korlap menghampiri mereka dan menyuruh mereka untuk segera mendirikan bivak sebelum hujan turun, dan memasak makan malam. Kelimanya menjawab lesu. Yunike bahkan terus melirik ke arah tenda panitia dengan tatapan iri. Dia juga ingin ke sana, makan dan tidur nyaman di dalam tenda.

Niatnya mereka ingin beristirahat dulu lebih lama, tetapi begitu melihat pemateri mountaineering berjalan ke arah mereka, serentak kelimanya langsung bangun dan membongkar carrier untuk mengambil barang-barang yang mereka perlukan.

“Kali ini kan kita pake bivak kelompok, jadi yang cowok-cowok aja yang bikin. Yuni sama Meli masak biar cepet.”

“Erland aja yang masak. Masakan dia lebih enak.” Wizar menimpali ucapan Hasbi. Ia teringat tragedi tadi malam ketika mereka masih berkemah di lapangan kampus dan cewek-cewek bertugas untuk memasak, alhasil mereka terpaksa memakan nasi yang kurang matang dan sayur yang bentukannya aneh.

“Merasa terhina gue, tapi gue emang gak bisa masak.” Melisa menyerahkan nesting kepada Erland, dan mengambil ponco milik lelaki itu.

“Masak yang enak ya Lan,” katanya sambil menepuk bahu Erland dan bergegas membantu Wizar dan Hasbi membangun dua bivak yang bersisian.

Bivak adalah tempat berlindung sementara di alam bebas. Ada 3 jenis bivak, yaitu bivak alam, semi buatan, dan buatan. Yang sedang mereka buat adalah bivak buatan karena mereka menggunakan ponco sebagai atap dan tongkat untuk menyangga depan dan belakang. Bivak alam adalah bivak yang terbentuk secara alami seperti goa atau ceruk tebing, sedangkan bivak semi buatan adalah gabungan dari keduanya, misalnya memanfaatkan pohon untuk penyangga atau daun-daun sebagai atap.

Berdasarkan ukurannya bivak buatan terbagi dua, yakni bivak individu yang hanya memerlukan satu ponco, dan bivak kelompok yang memerlukan dua ponco atau lebih. Tadi malam mereka menggunakan bivak individu, sekarang giliran yang kelompok.

“Kita mau masak apa?” tanya Yunike sembari mengeluarkan bahan-bahan masakan yang ada.

“Yang jelas masak nasi dulu.” Erland menyuruh Yunike menyiapkan beras, sementara dirinya menggali lubang kecil untuk memasukkan kompor lapangan yang terbuat dari kaleng bekas. Setelah itu dia memasukkan kapas dan menuangkan spirtus ke dalamnya. Sambil menunggu Yunike, dia mengumpulkan batu-batu dan meletakkannya di sekeliling lubang, kemudian menyalakan kompornya.

Seniornya pernah bilang kalau Diksar bertujuan untuk mengajarkan kita cara menghadapi salah satu kondisi terburuk saat pendakian, sehingga kebanyakan alat-alat yang mereka gunakan serba manual dan sederhana seperti bivak dan kompor lapangan. Sepanjang perjalanan mereka juga diajarkan untuk survival, mengumpulkan apapun yang bisa mereka jadikan bahan makanan, karena sebagian besar makanan yang mereka bawa sudah tersegel di dalam carrier masing-masing. Dimasukkan ke dalam kresek lalu dilakban oleh korlap. Tadi mereka hanya berhasil mendapatkan pakis dan tebu yang tumbuh liar di sekitar hutan.

“Ini beneran bisa dimakan?” Yunike mengacungkan sayur pakis dari dalam kresek.

“Katanya sih bisa. Gue juga belum pernah nyoba.”

“Terus mau diapain?”

Erland berpikir sejenak sambil menatap satu persatu bahan makanan yang tadi Yunike keluarkan. Dari banyaknya makanan yang mereka bawa, tersisa tempe, dua buah telur, dua bungkus mie dan ikan asin.

BelamourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang