Yunike:
Lan lo jadi ikut reuni kan? Gue nebeng dong. Rumah kita kan searah.Erland:
Sori. Gue berangkat sama cewek gueYunike:
Apaan sih kok bawa cewek? Gk asik ah.Erland:
Cewek gue anak kelas kita jugaYunike:
HAH????Yunike:
ANJIR SERIUS?Yunike:
LOH SIAPA?Yunike:
WOYYunike:
ERLANDYunike:
WOYYYYunike:
SIAPAA????Erland tak lagi membalas pesan temannya. Dia menyimpan ponsel di meja lalu pergi mandi. Satu jam kemudian dia sudah sampai di depan sebuah gang kecil. Dia menghentikan motornya tepat di hadapan seorang perempuan yang sudah menunggunya, lantas segera memberikan helm yang dibawanya.
Perempuan itu diam sejenak sambil menatap ragu helm yang sudah berada di tangannya.
“Aku gak jadi ikut aja kali ya?” gumamnya. Ia mempertemukan tatapannya dengan Erland.
“Udah rapi gini masa gak jadi ikut?”
“Tapi ....” Perempuan itu menggantungkan ucapannya. Gerak-geriknya terlihat gelisah. “Kalau gitu aku berangkat sendiri aja.”
“Chiara ...,” panggil Erland lembut. “Kita udah bahas ini dan kamu udah setuju berangkat sama aku.”
“Aku tahu, tapi aku gak yakin itu ide yang bagus.”
Perempuan yang dipanggil Chiara itu merajuk. Ia meremas tali tas selempang dengan tangan kirinya. Tatapannya memelas, tapi Erland tetap pada keputusannya. Dia ambil kembali helm dari tangan perempuan itu, lalu ia pakaikan ke kepala Chiara. Ia rapikan rambut-rambut di sekitar wajahnya sebelum mengaitkan pengaman helm.
“Gak usah takut, ada aku. Lagian nggak akan ada yang keberatan kamu pergi bareng pacar sendiri.”
Chiara diam. Perkataan Erland tidak salah, tapi bukan itu yang dia permasalahkan. Meski sekarang mereka sudah pacaran, tapi dulu saat masih menjadi teman sekelas, mereka seolah berada di dunia yang berbeda. Erland dan teman-teman popularnya, sedangkan Chiara bagai murid tak kasat mata yang tak banyak dikenal orang. Dia pendiam, jarang mengobrol dengan anak-anak lain, tidak aktif di kelas, tidak ikut ekstrakurikuler apa pun, nilainya pas-pasan, tidak menonjol dan tipe orang yang akan mudah dilupakan.
Bahkan sampai di detik ini, Chiara terkadang masih tidak percaya dia bisa berakhir bersama Erland. Dia bahkan sempat meragukan perasaan lelaki itu. Sebab Chiara merasa orang sepertinya tidak mungkin akan disukai orang seperti Erland. Mereka bagaikan langit dan bumi.
“Udah, ayo berangkat.” Erland menarik tangan Chiara dan menyuruhnya untuk segera naik ke atas motor.
Chiara mau tidak mau menurut. Sepanjang jalan dia diam saja diliputi kecemasan. Dia takut melihat reaksi teman-temannya saat mengetahui hubungannya dengan Erland. Dia takut mereka akan mengatakan kalau dirinya tidak pantas untuk Erland, dan dia takut Erland akan jadi bahan tertawaan karena dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belamour
Ficção GeralLevel terendah dari rasa insecure adalah merasa tak layak untuk siapa pun, itulah Chiara. Gadis pendiam yang keberadaannya sering diabaikan orang lain. Eksistensinya tak pernah dianggap penting. Ada atau tidak ada dirinya sama saja. Namun, sifatnya...