Level terendah dari rasa insecure adalah merasa tak layak untuk siapa pun, itulah Chiara. Gadis pendiam yang keberadaannya sering diabaikan orang lain. Eksistensinya tak pernah dianggap penting. Ada atau tidak ada dirinya sama saja. Namun, sifatnya...
Awan mendung menutupi langit Semarang sejak Erland dan kawan-kawannya berangkat ke Ungaran pagi tadi di hari kedua Diksar. Mereka diangkut menggunakan truk TNI, berdesak-desakkan bersama sebagian panitia dan tas-tas besar yang disusun paling dalam.
Kaus biru langit lengan pangang bertuliskan Pendidikan Diksar Angkatan 22 menjadi atribut baru mereka setelah dibagikan panitia subuh tadi selepas MI. Baunya masih khas baju yang baru keluar dari konveksi. Tak sempat dicuci terlebih dahulu karena mereka harus segera mengenakannya.
Lamanya perjalanan hanya diisi keheningan semata. Sesekali terdengar bisik-bisik para panitia, sisanya hanya suara truk dan kendaran lain yang berlalu-lalang di sekitarnya.
“Zar, masih jauh gak?” tanya Yunike dengan suara yang teramat pelan. Tangannya yang terulur untuk mencolek lengan Wizar, melewati Erland yang duduk di tengah-tengah mereka.
“Kayanya udah mau nyampe. Jalanannya udah nanjak.” Wizar mengintip ke belakang. Dari sela-sela panitia laki-laki yang berdiri, terlihat jalanan menurun yang menyempit.
Perkataan Wizar terbukti benar. Tak sampai 10 menit akhirnya truk yang membawa mereka berhenti di sebuah lapangan kecil di samping rumah-rumah warga. Mereka turun satu persatu sambil membopong tas-tas dan tongkat bambu setinggi 160 cm.
Mereka dikumpulkan di lapangan tersebut, diberi pengarahan dan sebuah peta kontur berskala 1:25.000, juga beberapa titik koordinat yang menjadi tujuan mereka.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dikeluarkannya alat tulis milik Yunike dan Melisa. Kemudian mereka mulai menghitung dan mencari letak koordinat di dalam peta. Yunike kebagian menghitung titik pertama. Wajahnya sangat serius ketika tangannya sibuk mencorat-coret di atas kertas.
X : 7°11'10,6'' (7 derajat 11 menit 10,6 detik) Y : 110°23'9,4'' (110 derajat 23 menit 9.4 detik)
Itu adalah koordinat yang sedang Yunike hitung. Dia ingat kembali rumus yang pernah diajari seniornya.
Koordinat = A/30 x 37
Karena angka dalam detik titik X kurang dari 30, maka Yunike menambahnya dengan 30 terlebih dahulu, begitu pun dengan detik titik Y. Jadi nilai A adalah 40,6 dan 39,4. Sebagai catatan, apabila angka pada detik lebih dari 30 maka harus dikurangi 30 terlebih dahulu. Angka 30 pada rumus menunjukkan jumlah satuan detik pada satu karvak peta, sedangkan angka 37 merupakan ukuran satu karvak dalam ukuran milimeter.
X = 40,6/30 x 37 = 50,07 Y = 39,4/30 x 37 = 48.59
Yunike menyerahkan hasil hitungannya pada Erland kemudian lelaki itu mengambil peta dan penggaris. Di setiap pinggir peta ada keterangan koordinat lintang selatan dan utara. Erland mulai menarik garis pada karvak/kotak dengan koordinat yang sudah Yunike hitung. Titik temu antara garis X dan Y merupakan lokasi yang mereka tuju.
“Depan mesjid titiknya,” ujar Erland. Dia memeriksanya sekali lagi, dan hasilnya sama.
“Titik pertama udah ketemu Lan?” tanya Wizar yang bertugas mencari titik kedua.