___________________________________________
Mobil Aldo berhenti tepat di depan rumah milik Marsha. Rumah Marsha bukan tipe komplek yang besar, bukan juga gang kecil yang sempit. Tapi, jalanan yang aspalnya terkena genangan air di mana-mana ini, sungguh membuat mobilnya kotor.
Udara cukup dingin malam hari ini, sehingga jacket Aldo direlakan untuk membungkus tubuh Marsha yang hanya memakai kaus satu lembar.
"Enggak mau masuk dulu?" Marsha membenarkan kacamatanya, melirik kecil kepada Aldo yang kelihatan sedang berpikir.
"Kayaknya mau langsung pulang aja."
"Handa suka tanyain kamu kenapa enggak mau dibawa ke rumah."
Aldo terdiam sebentar, menatap pada rumah Marsha yang lampu-lampunya masih menyala. Tentu saja, ini baru pukul sepuluh malam, rumah Aldo bahkan masih selalu ramai bahkan sampai dini hari.
"Punya acara sama temen ya, habis ini?" Tanya Marsha. "Lagian, kamu enggak mau jelasin kita pulang telat? Handa kan selalu bilang, kalau kamu main sama aku, paling jam sembilan aja." Marsha mengembuskan napasnya.
"Telat satu jam doang, emang kenapa sih..."
"Bukan gitu, Aldo... kepercayaan itu mahal lho, aku dari tadi bilang jangan jauh-jauh, tapi, kamu jauh terus."
"Kan kamu mau makan ramen yang katanya lagi viral itu, giliran gini, aku yang disalahin." Dengus Aldo.
"Aku beres makan juga jam tujuh, kok. Kamu yang ngelama-lamain ngerokok dulu, sempet-sempetnya mampir-mampiran dulu." Marsha masih dengan nada bersabar.
"Aku cuma mau lama-lama aja sama pacarku. Emang kamu enggak mau lama-lama sama aku? Salah aku mau lama-lama sama kamu?"
"Do bukan gitu... tapi, kan giliran telat atau apa-apa juga, aku yang maju ke depan Handa. Baik-baikin nama kamu. Coba deh, sekali aja kamu yang ngejelasin ke Handa. Handa bukan macan, dia juga enggak akan apa-apain kamu."
"Tsk, bawel banget." Aldo berdecak dengan malas. "Ya udah ayo."
"Oke." Marsha mengangguk, dadanya bergemuruh kaget kala Aldo menutup pintu dengan membantingnya. Aldo memang kalau suka marah atau tersulut emosi senang sekali membanting-banting barang, atau apapun, Marsha masih bersyukur bukan ia yang dibanting.
Benar sekai, ketika sudah mengucap salam dan membuka pintu rumah. Handa sudah duduk di kursi tamu sambil menatap kedatangan Marsha dan Aldo yang ada di ambang pintu.
"Handa..." Aldo mengangguk kecil pada Handa. Segera Marsha senggol tangan Aldo, memberi kode untuk mencium tangan Handa. "Sehat Handa?" Aldo mencium punggung tangan Handa.
Handa mengangguk kecil.
"Handa saya mau minta maaf, Marshanya telat pulang. Tadi, di jalan macet, Handa. Handa saya sebenarnya agak buru-buru—"
"Nak Aldo, Handa mau bicara serius sama Nak Aldo."
Marsha menggigit bibirnya, ia ikut duduk di samping Aldo. Ia sudah siap kena ceramah panjang lebar dari Handa setelah ini.
"Nak Aldo, begini..." Handa terlihat menautkan kedua tangannya. "Nak Aldo sama anak Handa pacaran kan sudah lama, sudah dari SMA. Sekarang kalian sudah sama-sama lulus kuliah, sudah kerja juga. Iya, Handa tahu, masih pada muda. Tapi, apa enggak sebaiknya Nak Aldo dan anak Handa ini dari pada pacar-pacaran enggak jelas, berduaan terus, kenapa enggak menikah aja? Nak Aldo enggak kasihan, Marsha jadi omongan tetangga pulang malam sama laki-laki terus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa bukan Selamat Tinggal
FanfictionDalam dekap hangat pelukan itu, diam-diam ia mencuri kesedihanmu, kemudian kalian merencanakan soal masa depan, tak lama masa lalu melambaikan tangan. ... Beberapa orang percaya, bahwa acara reuni sekolah adalah salah satu pintu ajaib mengantarkan k...