23. Ajakan

1.7K 201 96
                                    

___________________________________________

Azizi berhenti melangkahkan tungkainya tak jauh dari beberapa meter sepasang suami istri yang sedang bertengkar tepat di depan rumah Marsha. Ia memperhatikan keduanya, entah apa yang diributkan, yang jelas sang istri menunjuk-nunjuk rumah Marsha dengan tatapan amat benci. Azizi mengerutkan keningnya.

"Tuh kan, bener kata Bu Suci, Bapak tuh sok-sok an mau lari keliling komplek, nangkringnya malah di sini."

"Bapak cuma lewat Bu, ini juga mau jalan lagi."

"Jelas-jelas Bapak dari tadi celingak-celinguk hampir setengah jam. Dikira Ibu enggak ngebuntutin bapak sedari tadi?"

"Bu, apaan sih, pulang yuk. Malu-maluin."

"Bapak yang malu-maluin! Bu Dewi kemaren cerita suaminya juga digodain sama si Marsha Marsha itu. Bapak juga 'kan? Udah lah pak, Bapak udah ketahuan sama Ibu. Benar kata Bu Dewi, nih cewek satu emang kegatelan, Bapak juga... sama aja."

"Bu!"

"Kita bahkan enggak tahu Bapaknya si Bagja siapa, saking banyaknya cowok kali, sampai bingung. Ibu juga lihat-lihat dia diapelin cowok beda-beda, minggu ini sama mobil merah, besoknya dianterin sama mobil putih. Ya ampun, memang enggak main-main si Marsha kalau nyari mangsa."

Azizi mulai mengayunkan lagi tungkainya, menatap tajam pada pasang suami istri itu, berjalan tanpa dosa membuka pintu pagar. Azizi marah dengarnya, Azizi marah dengan tuduhan Ibu-ibu itu tanpa mengetahui kenyataannya, Azizi marah kenapa Bapak-bapak itu mengintai rumah Marsha dan tentu saja... ia juga marah kenapa Marsha tidak pernah cerita soal ini. Dia pasti merasa tak aman di rumahnya sendiri jika keadaannya seperti ini.

"Permisi, Bu, Pak. Anak istri saya masih tidur, kalau bisa jangan ribut di sini." Azizi menggeser pintu pagar, menguncinya dengan sedikit kasar menatap mereka berdua satu persatu. Azizi mengeratkan kedua tangannya pada pagar, menatap mereka yang masih mematung di tempat. Tak berselang lama, keduanya pergi dari pandangan Azizi.

"Anjing." Azizi berdesis kecil menatap kepergian keduanya.

Azizi mengembuskan napas panjang, hari rabu cerianya sudah dirusak pagi-pagi oleh manusia-manusia tidak tahu malu. Azizi berjalan mengetuk pintu rumah, pintu dibukakan oleh Orion yang masih memakai pakaian tidurnya dengan rambut acak-acakan.

"Pagi Aja..."

"Mowning Om Fwiend. Om Fwiend, Aja bikin salapan buat Mamaca lho..." Orion mulai bercerita dengan antusias, bergelanyut manja di tangan Azizi, menarik Azizi masuk ke dalam.

Azizi tidak tahu apa yang dimaksud sarapan pagi buatan Orion, tapi, ketika ia berjalan ke dapur, Marsha sedang sibuk membereskan meja dengan lap beberapa kali.

"Kamu lagi apa?" Tanya Azizi.

Marsha menoleh, kaus berwarna putih longgarnya jatuh ke bahu, buru-buru ia benarkan dan pipinya memerah ketika bahunya baru saja terekspos jelas di depan Azizi. "Yah..." Tiba-tiba ia mendesah kecil, ketika menyadari sesuatu.

"Kenapa?"

"Aku lagi pegang telur dan bajuku pasti bau amis ketempelan telur." Marsha berdecak kecil. "Kemarin sebelum tidur, aku cerita ke Orion kalau aku enggak enak badan. Pagi ini dia lebih dulu bangun dan berniat baik membuatkan sarapan, aku tahu, maksud dia baik enggak mau mamanya banyak gerak karena lagi sakit, tapi, Orion baru aja mecahin selusin telur di meja." Marsha tertawa kecil. "Coba tebak, dia mirip siapa?"

"Ya ampun, dia mirip aku. Niatnya baik, tapi, cerobohnya enggak jauh beda dari aku." Azizi menutup mulutnya, memperhatikan Orion yang sedang duduk di sofa sambil bermain mobil-mobilan. "Kamu lagi sakit?"

Sampai Jumpa bukan Selamat TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang