27. Peter Pan & Wendy

1.6K 234 69
                                    

___________________________________________

"Orion..."

"Ya, Ayah?"

"Orion..."

"Apa, Ayah?"

"Orion..."

"Kulan, Ayah..."

"Orion..."

"Kenapa, Ayah... Ayah panggil Aja telus dali tadi."

Marsha hanya ingin tertawa, sebab mereka berdua terlalu menggemaskan pagi ini. Orion kelihatan sebal lama-lama namanya dipanggil oleh Azizi yang hanya ingin mendengar kata 'ayah' dari mulut putra tunggalnya. Akan tetapi, Orion tidak mengatakannya dan seolah anak itu mengerti bahwa memang sejak kemarin, setelah Orion memanggilnya dengan kata itu, Azizi makin menempel saja.

Pagi ini, setelah matahari terbit dari timur Pantai Sanur, mereka melenggang pergi ke tujuan akhir liburan yaitu rumah Azizi di Ubud. Perjalanan dari Sanur ke Ubud tidaklah lama, sekitar empat puluh menit jika jalan sedang lengang.

Orion banyak bercerita ketika di mobil, banyak hal, seperti Orion pada biasanya. Marsha tidak banyak menanggapi, tapi, ayahnya lah yang kelihatan begitu antusias untuk menanggapi semua cerita sang putra sampai akhirnya, mobil sudah berhenti di sebuah pekarangan rumah berlantai satu.

Marsha turun dari mobil, memeluk boneka dinosaurus yang sudah dianggap saudara sendiri oleh Orion sehingga harus dibawa ke mana-mana tidak terkecuali liburan. Sedangkan Orion digendong sang ayah dengan kesusahan, meski baru berusia 3 tahun setengah, Orion punya badan yang gempal dan tinggi, Marsha saja kadang tak kuat hanya untuk menggendong Orion satu menit saja.

"Ini lumah ayah?" Tanya Orion, tatapannya mematri satu persatu bagian rumah paling depan, seperti orang dewasa yang sedang menilai seluruh komponen rumah.

"Ya, ini rumah ayah. Orion suka?"

"Suka. Tapi, kenapa lumahnya jauh sekali? Halus di Bali?"

"Um... karena Ayah suka Bali."

"Mamaca juga."

"Kenapa?"

"Mamaca suka Bali juga."

"Oh iya?" Azizi melirik Marsha di belakangnya, sementara wanita itu tidak banyak berbicara, selain beberapa saat yang lalu membuang wajahnya ke samping.

Azizi tidak tahu, tapi, mungkin kejadian tadi malam membuat Marsha malu atau bagaimana terhadap Azizi, sehingga wanita itu tak banyak bicara.

"Masuk yuk?" Azizi menyunggingkan senyum kecilnya, tangannya terulur kepada Marsha yang masih diam memeluk boneka dinosaurus.

Ada yang hangat di dada Azizi ketika Marsha menerima uluran tangannya, genggaman tangan Marsha yang dingin dengan keringat membuat tangan Azizi merasakan lembab yang sama. "Welcome home, Sha." Bisiknya dengan lembut.

Rumah Azizi terlihat lebih luas karena halaman dan area pesawahan yang terbentang dengan luas. Perpaduan cat putih dan elemen kayu melahirkan kecantikan pada bagian fasad. Marsha diajaknya masuk ke dalam, pada sebuah ruang keluarga yang semua barang yang Azizi punya hampir berwarna netral, dipadukan dengan nuansa alam membuat penghuninya nyaman seharian di rumah.

Ketika masuk ke dalam sana, Marsha lebih fokus pada dapur tropis semi-terbuka yang terletak di samping rumah, dilengkapi dengan mini bar dan tiga stools terbuat dari kayu. Azizi begitu piawai memilih rumah impiannya sendiri, sampai-sampai perabotan dapur yang ia punyai banyak memakai material kayu yang solid, sehingga kesan tropisnya begitu sangat terasa. Di depan sana, merupakan kolam renang berukuran kecil dibatasi dengan tembok menjulang dengan hiasan tanaman merambat yang hijau, memberikan area privasi meski rumah ini terkesan terbuka, ditambahnya gazebo yang menambah betapa menawannya rumah impian Azizi ini, beserta beberapa kursi malas yang berjejer dengan rapi.

Sampai Jumpa bukan Selamat TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang