5. Tak Terduga

1.5K 151 134
                                    

___________________________________________

Marsha berpisah dengan Azizi di stasiun, senyum lebar Azizi cukup membekas di benak Marsha. Tiga jam kurang lebih, mereka tak berhenti membicarakan banyak hal, dari hari-hari Marsha yang begitu-begitu saja, sampai hari-hari Azizi yang dipenuhi perjalanan, petualangan dan tentu saja dengan cerita-cerita yang Azizi dapatkan dari berbagai macam daerah yang pernah ia sambangi.

Azizi pasti hidupnya berwarna sekali, bertemu dengan banyak orang, kejadian, tempat dan tanah dari banyak daerah. Mendengar Azizi cerita, ia sedikit iri karena Marsha bukan orang yang suka perjalanan dan liburan apalagi sendirian. Ia seperti kehilangan semangatnya untuk keluar dari zona nyaman, lagi pula, zona nyamannya ini cukup aman kok untuk saat ini dan Marsha nikmati. Tapi, mendengar Azizi yang kobaran semangatnya luar biasa dengan energi yang tidak pernah habis bercerita, Marsha seperti mendapatkan suntikan semangat itu secara tak langsung.

"Kamu pernah lihat Gajah lagi ML enggak, Sha?"

Marsha tertawa membayangkan bagaimana Azizi mempertanyakan hal yang di luar nalar kepala Marsha. Tidak pernah sekalipun pertanyaan macam itu Marsha bayangkan akan dilayangkan padanya.

"Aku pernah tahu, mau lihat video-nya?"

"Enggak, makasih." Marsha menggeleng keras, ekspresi wajahnya makin tidak terkontrol ketika Azizi menawarinya hal seperti itu.

"Eh, ini aku lagi enggak meromantisisasi kota apapun ya. Tapi, sumpah, Sha. Buat aku, Yogyakarta tuh punya kesan tersendiri kalau diingat lagi. Kamu pernah ke sana enggak?"

Marsha mengangguk. "Waktu study tour."

"Yah!" Azizi mengercutkan bibirnya, kemudian terlihat sekali ia kembali menerawang dan berpikir. "Tempat wisata sama makanannya selalu membekas di hati sama lidah itu... Sate Klathak, kamu pernah makan?"

Marsha lagi-lagi menggeleng. "Baru dengar."

"Itu enak banget, dan unik juga menurutku. Tusuk satenya pakai jari-jari sepeda. Enak banget. Kapan-kapan kamu harus cobain."

"Aku enggak berani kalau sendirian, Zi..."

"Ajak suamimu dong..."

Marsha ingat jelas bagaimana Azizi mengubah ekspresinya ketika Marsha mendelik tajam.

"Maksudku, ajak anakmu. Kalau sudah besar, dia pasti mau kok ngajakin Mamanya pergi jalan-jalan. Iya kan?"

Suami lagi...

Marsha jadi merasa berdosa setelah mengarang bebas tadi siang di kereta. Mana bilang ia mendapatkan suaminya dari jalan ta'aruf dan jatuh cinta karena suara azan. Bisa dipastikan ekspresi Azizi betulan tak percaya. Ya, Marsha juga tak percaya kepada dirinya sendiri setelah ia selesai membicarakan hal itu. Satu kebohongan memang selalu berhasil menciptakan kebohongan-kebohongan lain. Tapi, ya sudah lah, jika itu caranya agar Azizi menjauhinya dan tahu batas jika Marsha sekarang sudah punya keluarga kecil, Marsha hanya berharap jika cara itu bisa dan berhasil membuat Azizi hanya akan menganggapnya teman, sampai kapanpun.

Marsha mendudukan bokongnya di atas ranjang setelah ia lepaskan kopor kecil dari tangannya. Segera ia rogoh ponsel genggamnya dari saku celana, menampilkan lockscreen-nya bersama Bagja. Bagja itu lucu dan pecicilan abis, Marsha bisa dibuat kelelahan jika Bagja berkunjung ke rumahnya ini, semua hal Bagja tanyakan, semua hal ia coba, berlari ke sana kemari tanpa lelah beberapa kali kecolongan memetik bunga kesayangan Marsha, tapi ya sudah, Bagja itu lucu. Marsha maafkan semua sikap bocah berusia tiga tahun itu.

Marsha ingin sekali menghubungi Bagja, tapi, tiba-tiba ia ingat bahwa ia belum menghubungi Armanda, teman dekatnya saat ini. Buru-buru, Marsha hubungi pria itu dan panggilan terangkat dari sana.

Sampai Jumpa bukan Selamat TinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang