___________________________________________
Sebagai manusia yang sedang menyabet gelar pengangguran, tidak ada yang bisa Azizi lakukan selain luntang lantung lagi, mencari angin segar ke sana kemari, tanpa disangka, pesan Kathrina Irene yang mengatakan bahwa sekarang sedang di Bandung membuat Azizi ingin sekali bertemu. Ia betulan tidak tahu harus bercerita ke siapa, curhatannya dengan Shani malah berakhir ia babak belur dipukuli saudari kandungnya itu—belum si abu-abu monyet—panggilan akrab Azizi untuk kakak iparnya yang bernama Grey itu, ia juga disumpah serapahi banyak hal sehingga Azizi tidak menemukan support betulan dari keluarganya.
Jadi, di sinilah ia sekarang, duduk di bangku kayu berhadapan langsung dengan City Light Bandung. Azizi yang mood-nya tidak karuan ini, mengajak Kathrin bertemu—tapi, cewek satu itu sedikit melunjak ingin bertemu di Caringin Tilu—lantai duanya Bandung. Benar sekali, Azizi setuju orang bilang Caringin Tilu merupakan lantai dua Bandung, karena untuk bisa duduk-duduk santai di sini, ia harus sedikit mengeluarkan skill mengemudinya menaiki jalanan yang sebelas dua belas bak anak tangga rumah menuju lantai dua, curam dan berkelok dengan jalan sangat kecil.
"Gue beneran enggak nyangka, Tin."
"Enggak nyangka apaan?" Kathrin baru saja duduk di kursi sebelah Azizi, mengeratkan sweater yang ia pakai karena angin malam di tempat ini cukup dingin.
"Kalau gue mau ya, Tin. Nih kepala udah gue jedot-jedotin ke tembok dari terakhir gue ketemu Marsha terus gue amnesia dan enggak ingat apa-apa, sekalian enggak ingat sama Marshanya." Azizi menautkan kedua tangannya. "Jangan sampai enggak ingat juga sih, minimal gue bisa membalas semua penderitaan dia selama ini."
"Ha? Apa sih, bangsat? Lo mabok ya?"
"Sorry, Tin. Tapi, Alkohol bukan jawaban dari semua masalah yang mendera gue."
"Dih..." Kathrin makin tak mengerti dengan manusia satu ini. Sudah diganggu waktunya, diganggu juga pikirannya dengan percakapan tidak jelas ini. Tahu-tahu Azizi merengek ingin bertemu waktu Kathrin mengunggah foto sedang ada di Stasiun Bandung, sekarang ketika sudah bertemu, pria ini malah melantur ke sana kemari.
"I'm so clueless."
"Cerita bangsat, lo jangan kode kode gini doang, biar gue tahu intinya apa." Kathrin greget sendiri. "Lo kena mental dihujat di twitter tadi malam? Karena mau pansos sama idol ibu kota itu?"
"Ha? Apa lagi itu?" Azizi mulai tersadar dengan salah satu cuitannya tadi malam. Masalahnya, ia sendiri tidak lagi membaca balasan orang-orang terhadap cuitannya.
"Lo rame di kalangan fans 15 yuta, nyet. Katanya bau bau kolaborasi atau apalah itu, gue bacanya gitu. Itu? Lo lagi mikirin itu?"
"Ini soal Marsha, Tin... Marsha..." Azizi menggosok-gosok wajahnya dengan tangan. "Gue punya anak."
"Kucing lo beranak lagi?" Tanya Kathrin.
Sebagai manusia fakir asmara macam Azizi Bagja, Kathrin tahu betul bahwa hari-hari Azizi sebagai Azizi manusia biasa adalah bapak dari puluhan kucing yang sudah mirip Shelter di rumahnya itu, ya... rumahnya yang di Jakarta, tidak jarang pria itu mengunggah foto-foto kucingnya yang seabrek itu. Mungkin, Kathrin sedang berpikir bahwa pria ini sedang bangkrut karena menafkahi puluhan kucingnya dan ia tak bisa cerita ke orang lain selain Kathrin.
Bagaimanapun, Kathrin juga sadar bahwa baik ia maupun Azizi, ketika sedang menceritakan masalah mereka, mereka cukup nyaman karena keduanya tak pernah saling menghakimi untuk masalah-masalah yang datang.
Kata orang-orang sih, Kathrin dan Azizi ini terjebak dalam hubungan platonis karena mereka memiliki ikatan kuat dalam hubungan persahabatannya.
"Bukan, Tin..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa bukan Selamat Tinggal
FanfictionDalam dekap hangat pelukan itu, diam-diam ia mencuri kesedihanmu, kemudian kalian merencanakan soal masa depan, tak lama masa lalu melambaikan tangan. ... Beberapa orang percaya, bahwa acara reuni sekolah adalah salah satu pintu ajaib mengantarkan k...