2. Hampir

683 89 17
                                    

Dari sekian pasang mata yang pernah Anggi lihat, milik Jamie adalah yang paling menawan. Lewat tatapannya, Jamie selalu berhasil membuat Anggi merasa dicintai dengan begitu hebat. Binar lembut dari sepasang manik cokelat lelaki itu memendar teduh tiap kali mereka mengadu pandang. Namun, mata itu jugalah yang pada akhirnya memberitahu Anggi bahwa hati Jamie tak seutuhnya ia genggam.

Di malam sebelas Desember yang berhujan, lewat bisik sarat sesal, Jamie mengatakan tidak lagi ingin berusaha hapus Sheila dari kepala. Malam yang menyadarkan Anggi bahwa dua tahun kebersamaannya dengan Jamie tidak menghasilkan apa-apa, berujung perpisahan, dan kala itu Anggi tak punya opsi selain merelakan. Meski perasaannya telah kelewat besar untuk Jamie, Anggi tahu menahan lelaki itu di sisinya hanya akan membawa mereka pada satu titik yang lebih menyakitkan. Melalui mata yang bikin Anggi jatuh cinta berulang kali, Jamie gamblang berterus terang; usaha melunturkan nama Sheila dari ingatan resmi gagal.

Akan tetapi, jalinan takdir sungguh sesuatu yang sukar diterka ke mana bakal bermuara, sebab mata yang dulu melukai itu kini justru jadi hal pertama yang Anggi dapati ketika ia terbangun. Anggi menatap lekat-lekat Jamie yang masih terbuai dalam lelap. Perlahan naik jemari perempuan itu, mengusap lembut pelipis sang suami, meyakinkan diri bahwa eksistensinya tak sekadar ilusi. Dan kala halus kulit pipi Jamie menyapa telapak tangan, senyuman Anggi mengembang samar. Kelegaan menelusup dada, menyulut letupan-letupan kecil euforia. Anggi bersyukur lelaki ini sungguh berada di sana, di depannya, tertidur pulas dengan sebelah lengan mendekap pinggang ramping Anggi, sementara tangan lainnya jadi ganjal kepala perempuan itu. Semalaman, Jamie menjaga Anggi tetap hangat dalam rengkuhan lengannya yang kokoh.

"Gak mau bangun~"

Anggi mengerjap kala Jamie tiba-tiba merengek padahal matanya masih terpejam erat. Perempuan itu lagi-lagi dibuat terkesiap lantaran Jamie tanpa kata menarik pelan pinggang Anggi, menghapus total jarak. Hangat napas mereka berbenturan dengan lembut. Jamie, masih belum membuka mata, mengulas senyuman, membuat dua pipi Anggi seketika bersemu merah. Beruntung cahaya temaram yang berasal dari lampu duduk di nakas sebelah ranjang bikin rona itu tidak terlalu kelihatan. Anggi mendengkus kecil selagi menepuk-nepuk pipi Jamie.

"Wake up, Giant baby," bisik Anggi. "Hari ini harus checksound, 'kan?"

"Cancel aja bisa gak sih, Yang?" Mata Jamie lamat-lamat terbuka, pamerkan manik cokelatnya yang kerap dipuji menawan oleh orang-orang. Begitu melihat wajah cantik sang istri, lekas ia hujani puncak kepala Anggi dengan kecupan, membuat perempuan itu lepaskan kekehan geli. Puas berikan afeksi, Jamie balik sejajarkan tatap dengan Anggi, menatapnya kelewat lembut. "Lihat kamu sepagi ini, di tempat seintim ini, terus denger embusan napas kamu sejelas ini—rasanya kayak mimpi. Kalau beneran mimpi, aku enggak bangun lagi juga gapapa, Nggi." Kekehannya lolos kala Anggi menanggapi dengan dengkusan.

"Bukan mimpi, Jam. Aku beneran di sini, jadi istri kamu. What a twist."

"Not really a twist. Aku sama kamu berakhir di sini kayaknya enggak kejutan-kejutan banget. There's a lot of clue before, if you and I are soulmate."

Anggi mengulum senyum sebelum kemudian membenamkan wajah ke dada Jamie. Ia terkekeh kecil di sana, terasa hangat kedua sisi pipinya. Bagi Jamie, pernikahan ini mungkin bukan sesuatu yang mengejutkan, mungkin pernah terlintas di benaknya. Namun, bagi Anggi yang tahu betapa dalam lelaki itu mendamba Sheila, Anggi sungguh tidak berani menghadirkan hubungan seserius ini bersama Jamie. Dan ketika pernikahan kini betulan mengikat mereka, Anggi terkadang masih mempertanyakan kenyataan.

"Mulai sekarang," kata Jamie sambil mengelus pipi Anggi, "lean on to me. Kalau ada hal yang enggak kamu suka dari aku, entah habit atau kata-kata, bilang ya, Nggi. Kalau kamu gak mau, bilang enggak. Jangan sungkan untuk nolak sesuatu yang bikin kamu nggak nyaman. Kamu harus mulai sayang ke diri sendiri lebih dari sayang ke siapa pun. Yang terjadi di masa lalu, yang bikin kamu ngerasa gak lagi berharga, kenangan-kenangan buruk itu bakal aku timbun dengan kenangan baru yang menyenangkan. Kamu enggak sendirian lagi. Sekarang kamu punya aku, bisa pegangan ke aku, bisa cerita ke aku. Apa aja, tolong ceritain, aku gak akan pernah bosen dengerinnya."

[✓] Take a Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang