5. Gently

686 77 38
                                    

Dulu, Anggi pernah dapat nasehat dari Kemuning. Begini, "Beb, this life is a choice. Whatever makes you sad, leave it. Whatever makes you smile, hold it." Masalahnya adalah, Jamie itu seseorang yang membuat Anggi sedih sekaligus alasan ia mengulas senyum. Anggi terjerat dalam kontradiksi yang Jamie suguhkan. Jamie bilang cinta ke Anggi, tetapi di saat bersamaan tatap penuh puja masih diberikannya pada perempuan lain. Jamie juga janji akan berusaha menghapus perasaan untuk Sheila, nyatanya Jamie masih menjaga banyak kenangan tentang perempuan itu di lemari kecil di kamar mereka—kemarin Anggi temukan album foto yang sudah agak usang sampulnya, berisi puluhan foto polaroid Sheila yang diambil sejak masa SMA hingga hari di mana Sheila tampak begitu cantik dalam balutan gaun pengantin.

Keabu-abuan sikap Jamie tempatkan Anggi pada posisi membingungkan. Ia seperti ditarik mendekat, tetapi di saat bersamaan Jamie membangun sekat. Apalah arti status pernikahan, hanya titel yang bikin segalanya kian sulit.

"Gimana, ya," respons Kemuning usai mendengar keluh kesah Anggi perihal Jamie yang sampai sekarang belum mau menyentuh Anggi. Sebagai pihak yang sejak awal menentang pilihan temannya dalam menerima pinangan Jamie, Kemuning sungguh tak punya apa-apa lagi untuk dikatakan. Namun, dapati sendu begitu gamblang di mata sang sahabat, Kemuning, untuk kali ke sekian akan kembali menasehati. "Anggi—" Kalau memanggil dengan nama, Kemuning berarti akan amat serius berkata, "Ketika kamu udah mendiskusikannya berulang kali, tapi dia enggak juga berubah. Itu bukan kesalahan, Nggi. Itu kebiasaan. Kamu nggak akan bisa mengubahnya. Gak akan ada yang bisa selain diri Jamie sendiri. Kalau udah gini, kamu cuma punya dua pilihan, pergi atau terus memaklumi. Jelas, you choose to stay, to understand him for countless time."

Angin berembus ke balkon apartemen Kemuning, desaunya terbangkan anak rambut yang jatuhi pipi kedua gadis itu. Kemuning menghela napas, taruh mug berisi cokelat panas ke atas meja di sebelah kursi. Anggi sendiri setia memaku tatap pada mug yang ada di genggamannya. Sunyi yang berkuasa sepersekian detik membuat sendu begitu jelas menjerit-jerit di udara. Sampai kemudian Kemuning kembali memperdengarkan suara pelannya,

"Coba deh kamu yang mulai duluan. Udah sejauh ini, kamu udah di titik di mana cinta kamu habis buat dia. Jadi hilangin aja rasa malu sekalian, kamu yang inisiatif ngajak duluan. Gapapa, udah sah ini." Di antara pemakluman Kemuning yang nyaris habis, gadis itu terkekeh kecil sambil melemparkan kerlingan jahil, yang direspons Anggi dengan dengkusan. "Hapus rasa yang bertahun-tahun dijaga emang bukan hal gampang, apalagi dia sama Sheila sering bersinggungan. Kamu perlu menyita fokus Jamie lebih kuat dari sebelumnya. Harus lebih berani, Nggi. Katanya sex bisa meleburkan emosi dua orang menjadi satu, bikin saling ketergantungan. Patut dicoba gak sih, Beb? Siapa tau doi langsung lengket."

Dengan pipi merona, Anggi membalas pelan, "Binal banget. Nggak kebayang malunya." Lalu ia sesap cokelat dari mug selagi menghindari tatap nakal yang dilayangkan Kemuning. "Terus kamu gimana?" Belakangan Anggi terlalu sibuk memikirkan masalah sendiri hingga lupa untuk tanyakan progres hubungan Kemuning—hubungan yang sama ruwetnya. Memiliki kisah romansa dengan konflik nyaris sama bikin Anggi dan Kemuning kerap bertanya-tanya, sekiranya kebaikan macam apa yang pernah Sheila lakukan di masa lalu sampai-sampai mereka yang cintai perempuan itu kesulitan melupakan.

"Gimana apanya?" Kemuning lepas decakan, beralih fokusnya ke depan, memaku tatap ke langit sore yang cerah. Lembar-lembar awan putih berarak pelan di atas sana. "Aku milih untuk berhenti. Katanya kalau dia bikin kita ngerasa seakan kita cuma satu dari sekian pilihannya, kita perlu bantu dia mempersempit pilihan itu. Dengan cara berhenti. A' Juna emang udah gak berharap lagi ke Teh Sheila, tapi dia masih ragu-ragu untuk mulai cerita baru bareng orang baru. Aku berhenti naruh bahagia di dia, Beb. Udah mau empat tahun hubungan kami berjalan di tempat yang sama, aku nggak bisa lagi memaklumi dia dan keragu-raguannya. Bye, deh."

[✓] Take a Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang