Di antara hiruk pikuk beat musik dan suara orang-orang, perempuan yang menatap kosong cairan orange dalam gelas itu bertanya-tanya kepada diri; kenapa mereka keliatan baik-baik aja sementara duniaku serasa berhenti?
Sudah dua minggu berlalu sejak Anggi meminta waktu menyendiri. Betulan nihil komunikasi dengan Jamie. Anggi mematikan ponsel, menyimpannya di laci. Ia tak ke mana-mana, mendekam di apartemen Kemuning. Tak ada hal yang ingin Anggi lakukan selain diam merenungkan segalanya. Kebenaran sudah ia ketahui, tetapi tak berhasil menyembuhkan hati. Kenyataan jika tak terjadi apa-apa antara Sheila dan Jamie tak lantas membuat Anggi lega. Kekecewaan itu tetap ada, besar, dan kali ini seperti mampu mengalahkan rasa cinta. Untuk kali pertama, Anggi merasa tak mampu untuk memaafkan Jamie. Sekalipun Anggi bersedia, satu bagian dari dirinya menentang keras.
Awalnya Anggi kira ini cuma masalah waktu. Anggi kira rasa sakitnya akan berangsur-angsur luntur seperti dulu. Namun, setiap kali ia membuka mata di pagi hari selama dua minggu ini, ia merasa semakin sulit untuk berdamai dengan keadaan. Kesediaannya untuk memaklumi perlahan-lahan terkikis. Anggi tidak yakin bisa meninggalkan, tetapi membayangkan kembali pada Jamie juga sukar. Anggi sungguh tak tahu akan bertahan di ketidakpastian mau ini sampai kapan. Yang pasti kini sebatas kesendirian yang ia inginkan.
"Cobain deh, Beb." Tangan Kemuning terulur ke hadapan Anggi yang sejak tadi menyaksikan live musik dengan tatapan kosong. "Gimana? Suka gak?"
Sambil mengunyah potongan chicken spicy, Anggi mengangguk. Kemudian fokusnya kembali ke depan, membuat Kemuning menghela napas panjang.
Kemuning tidak tahu lagi bagaimana harus menghibur Anggi. Dibawa ke tempat ramai pun Anggi tak banyak bereaksi. Keramaian di bar ini tidak mampu memberi penghiburan bagi perempuan itu. Selama dua minggu Kemuning menyaksikan Anggi tidak berdaya dalam belenggu nelangsa. Ia di sana pada malam-malam panjang yang sarat tangis tertahan, pada pagi di mana Anggi terbangun dan tampak kebingungan. Sedih Anggi membuat dada Kemuning berdenyut ngilu juga. Sayangnya ia tidak mampu beri obat selain keberadaan diri, mendampingi.
"Mau pulang aja?" tawar Kemuning.
Anggi menoleh. "Kenapa? Aku bikin kamu gak nyaman, ya?" Ia mengulum bibir bawah karena merasa bersalah.
Kemuning meringis samar. "Enggak, Nggi. Di sini berisik, kita cari tempat yang tenang aja gimana?" ajaknya.
Anggi ulas senyum tipis, tahu bahwa Kemuning ingin pergi ke tempat yang lebih tenang lantaran mencemaskan dirinya. Mungkin Kemuning merasa bersalah karena merengek seperti bocah agar Anggi sudi melangkahi pintu apartemen, tetapi di luar pun Anggi malah tak temui ketenangan. Ya, butuh niat kuat bagi Anggi untuk berbaur di antara keramaian. Namun, hal yang semula bikin ia enggan kini justru beri penghiburan; setidaknya di sini berisik di kepala Anggi sedikit teredam oleh dentuman suara musik.
"Gapapa, di sini aja."
"Beneran?" Kemuning menatap ragu, lalu menghela napas. "Jangan samain aku sama orang lain dong, Nggi. Kamu boleh dan bisa bohong ke orang lain, tapi enggak ke aku. Aku ngajak ke sini biar kamu nggak sedih berlarut-larut, tapi di sini pun kamu malah bengong. Aku enggak ngajak kamu keluar buat ngegalau gini, ya. Aku tuh mau lihat kamu seneng-seneng. Tapi kayaknya bukan di sini tempat yang tepat. Ayo kita cari ketenangan di tempat lain."
Anggi terkekeh. "Kok ngomel?"
"Tau ah." Kemuning merengut.
Anggi senyum, menangkup punggung tangan Kemuning di atas meja. Baru ia sadari selama ini belum berterima kasih dan meminta maaf sebab Anggi sudah ganggu ketenangan Kemuning.
"Maaf ngerepotin, Ning."
Kemuning berdecak. "Mulai."
Kekehan Anggi lolos mendapati raut wajah sebal Kemuning. "Serius, deh. Dua mingguan ini aku pasti nularin energi negatif ke kamu. Siang-malam gangguin kamu. Maaf, ya? Makasih juga udah mau dengerin aku cerita."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Take a Chance With Me
Fanfiction"Kita udah pernah nyoba sekali, lalu kita berakhir gagal. Tapi ternyata di antara mereka yang datang ke hidup aku dan kemudian memilih pergi meninggalkan, aku masih berharap kamu jadi satu-satunya yang datang untuk kemudian menetap. Nggi, mau nggak...