14. Absolutely

399 66 11
                                    

Konser pertama dari rangkaian tur Nusantara sukses digelar di Bandung. Jakarta menjadi kota berikutnya yang Nayanika singgahi. Untuk kali kedua, Nayanika akan mengadakan konser tunggal di GBK. Dan hari ini, minus dua hari menjelang konser, semua member telah tiba di Jakarta. Selagi menunggu anak-anak Nayanika yang tengah nge-gym, Anggi dan Sheila santap malam bersama. Ditambah Kemuning yang katanya terpaksa ikut lantaran Arjuna mengajaknya. Gisella ada juga, tetapi memilih stay di kamar dikarenakan merasa tak enak badan.

"Kamu pernah minta kepastian nggak sih, Ning, sama Juna?" Sheila bertanya seusai menyesap minumannya. "Aku perhatiin hubungan kalian nggak ada kemajuan dari kapan tahun itu. Aku yang merhatiin aja capek ngeliatnya."

Kemuning yang duduk di sisi Sheila hanya menghela napas. Ia telan hasil kunyahan sebelum mengatakan, "Aku juga capek, Teh. Capek banget, serius. Tapi anehnya meskipun ngeluh capek mulu, udah berulang kali janji ke diri sendiri untuk enggak luluh lagi, tapi tiap kali dia balik and ask for another chance, aku gak bisa nolak. Di titik ini aku ngerasa udah tau terlalu banyak hal tentang dia, pun sebaliknya. Sama dia emang capek, tapi aku males nyari yang lain." Ia lantas meraih gelasnya, menyesap perlahan cairan rasa manis asam tersebut sambil melirik sekilas ke ponsel di atas meja, berharap akan muncul notifikasi pesan dari Arjuna. Namun, tidak ada, layar tak kunjung menyala. "Untuk sekarang aku nyoba enjoy aja dengan hubungan abu-abu ini, Teh. Lagian target nikahku umur dua lima, itu pun gak ngebet. Masih sisa tiga tahun lagi main-mainnya."

"But time flies so fast, Ning. Beneran, deh. Jangan terlalu betah tinggal di hubungan yang enggak jelas putih dan hitamnya. Waktu itu berharga, ketimbang dipake buat stay sama orang yang dominan bimbangnya, waktu tersebut mending dipake buat mengenal orang baru," saran Sheila.

"Iya sih, Teh. Tapi susah banget mau pergi. Meski dia gak pernah gamblang bilang dia cinta ke aku, tapi sikapnya itu lho ... seems like I have a chance to end up together with him." Kemuning rasa, perasaannya habis di lelaki ini.

Anggi yang sejak tadi menyimak, ikut menyuarakan pendapat, "Menurutku, ketika dia cinta ke kita, dia gak selalu harus bilang I love you, atau kalimat manis lainnya. Cinta itu mewujud dalam banyak bentuk." Lalu Anggi mulai memikirkan bentuk-bentuk cinta yang pernah diberikan Jamie padanya. "Cinta itu bisa mewujud dalam uluran tangan pas kita lagi kesusahan. Bisa juga kehadiran dia yang selalu ada di momen-momen nggak menyenangkan di hidup kita—"

"Stop ya, Nggi. Itu sih bentuk cintanya Jamie ke kamu. Arjuna mana pernah ada pas aku lagi kesulitan." Gerutuan Kemuning yang satu ini menuai tawa Sheila. "Bentuk cintanya A' Juna tuh datang pas kesepian, abis itu ngilang."

Anggi terkekeh kecil, gemas dengan Kemuning. Sahabatnya itu pandai menasehati Anggi soal hubungan, tetapi Kemuning sendiri tampak seperti orang yang membutuhkan pertolongan—untuk disadarkan.

Di tengah menyimak obrolan Sheila dan Kemuning yang mendadak jadi sesi curhat itu, ponsel Anggi tiba-tiba bergetar. Senyumnya merekah tipis dapati nama jamie tertera di layar.

"Anggi-ku kok gak ada di kamar?"

Pertanyaan tersebut sampai ke telinga Anggi dalam nada merajuk, membuat senyumnya makin lebar. "Aku lagi di lounge bareng Sheila sama Kemuning. Sebentar lagi beres, kok. Tunggu, ya?"

"Jangan balik dulu, Yang. Aku aja yang nyusul ke sana. Ini Joan sama Kevin, di grup chat baru aja bilang mau ke lounge juga—eh, Yang, sekalian minta tolong bilangin ke Sheila buat jangan silent ponselnya, si Kevin nyariin nih."

"Oke. Jam, minta tolong juga bawain baju angetku. Masih di koper, yang warna lilac. Tiba-tiba agak dingin di sini. Meriang dikit deh aku kayaknya."

"Kamu gapapa, Nggi?" Suara Jamie berubah khawatir. "Aku ke sana buat jemput kamu aja, enggak jadi makan. Nanti sekalian langsung ke RS aja—"

[✓] Take a Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang