9. Dunia

400 81 6
                                    

Kabar dari Arjuna bagai mimpi buruk yang sukses merenggut euforia Jamie malam itu. Pikirannya langsung lari ke beragam prasangka negatif sebab suara panik Arjuna benar-benar hal langka yang bisa masuki telinganya. Tak sampai lima menit usai memutus sambungan telepon dengan Arjuna, Jamie lekas menyambar jaket dari lemari dan memakaikannya ke badan Anggi sambil menjelaskan apa yang terjadi pada Kevin. Jam setengah dua belas malam, mobil Jamie tinggalkan rumah menuju rumah sakit. Selama di perjalanan, fokus lelaki itu sungguh berantakan lantaran gagal menahan kepala untuk tidak menghadirkan kemungkinan-kemungkinan jelek.

Anggi, meskipun sama panik, tetap menenangkan Jamie dengan katakan bahwa Kevin tidak akan kenapa-napa. Mengusap lengan Jamie berulang kali, dan itu sedikit bisa membuat Jamie berpikir jernih lagi. Perempuan itu sempat menghubungi Sheila demi mencari kejelasan tentang kondisi Kevin, tetapi sambungan yang tidak kunjung terhubung diam-diam bikin Anggi cemas sendiri. Mencemaskan banyak hal. Di titik ini Anggi merasa jahat. Ia jelas khawatir pada Kevin. Namun, di sisi lain, samar-samar, ia khawatir pada diri sendiri. Semisal Kevin sampai meninggalkan, lantas Sheila kembali sendiri, bukankah tak mustahil Jamie mendekati Sheila lagi?

Anggi tak akan naif dengan mengira status di antara dirinya dan Jamie mampu membuat Jamie setia karena sejak awal kebersamaan mereka tak benar-benar dilandasi cinta. Tidak, bagi Jamie. Sedari awal Jamie telah berterus terang perihal tujuannya menikahi Anggi, dan Anggi dengan kesadaran penuh menerima. Anggi bersedia dimanfaatkan. Maka dari itu ketika kini situasi tiba-tiba suguhkan musibah, Anggi merasa resah, takut kehilangan. Anggi takut ditinggalkan.

Hanya saja, semesta sepertinya masih miliki belas kasih untuk perempuan itu. Karena ketika ia sampai di rumah sakit, bukan tangis yang menyambut, melainkan kemurkaan Arjuna pada Joan. Anggi memasuki ruang rawat VVIP itu di momen-momen Arjuna berkacak pinggang dengan ujung alis menukik tajam, berkacak pinggang, mengomeli Joan yang duduk pasrah di sofa. Jeje duduk di sebelah sang adik, fokus pada ponsel dengan dahi mengerut dalam, helaan napasnya menyeruak samar di antara suara Arjuna yang sedang marah-marah.

Meninggalkan pemandangan aneh di sudut ruangan, Anggi mendekat ke Kevin yang setengah berbaring di ranjang dengan pergelangan tangan kanan dibebat perban. Beberapa detik Anggi dan Jamie berdiri di sana untuk mengamati kondisi Kevin. Tidak ada luka selain di pergelangan tangan. Itu, melegakan. Anggi diam-diam melepas helaan napas lega karena mendapati Kevin masih bisa nyengir, tak tampak seperti orang sekarat. Namun, sejurus kemudian baik Anggi maupun Jamie kompak berjengit kaget sebab Sheila yang duduk pada kursi di sisi ranjang tiba-tiba saja meraup wajah Kevin.

"Jelek! Gak usah cengar-cengir," desis Sheila, suaranya agak parau, mungkin efek habis menangis. Ya, dilihat dari mata yang sembap dan betapa merah ujung hidung perempuan itu, pasti ia menangis hebat dalam waktu cukup lama. Sheila mendongak pada Anggi begitu merasakan bahunya diusap. "Dia petakilan banget, Nggi. Udah dibilang jangan lari-larian di tangga, tapi malah disengajain banget lari," adu Sheila, dan seketika tuai tawa tertahan Jamie. Anggi cuma senyum maklum, sementara Kevin si oknum yang tengah dighibahin lagi-lagi hanya bisa meringis sambil garuk tengkuk. Selain harus menahan sakit karena tulang pergelangan tangannya retak, Kevin juga harus legowo merelakan telinganya untuk mendengarkan omelan Sheila yang tidak berujung.

"Ay, udahan atuh ngomelnya," kata Kevin setelah sejak tadi menahan diri untuk tak protes lantaran menyadari musibah ini terjadi akibat ulah Kevin sendiri yang kelewat clumsy. "Ini gue harusnya disayang-sayang gak, sih?"

"Harusnya ditampol, sob. Tuman lagian," kata Jamie—menyiram api.

Kevin langsung mendelik ke sohibnya yang tak suportif itu. "Lo diem, dah!"

Jamie mengedikkan bahu, memasang ekspresi wajah yang ia yakini paling annoying, bikin Kevin misuh-misuh tanpa suara. Kendati bersikap santai, sebenarnya Jamie sedang menikmati detik-detik diri yang perlahan-lahan melepaskan kecemasan. Ia sungguh lega melihat Kevin tidak mengalami cidera yang mengancam nyawa. Ah, Kevin mungkin bakal mentertawakan Jamie semisal ia melihat sendiri mata Jamie berkaca-kaca di sepanjang jalan.

[✓] Take a Chance With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang