Shinichi dan Shiho akhirnya melangsungkan pernikahan dengan adat Jepang sederhana. Acara pernikahan dihadiri oleh orang terdekat saja. Mereka berbulan madu ke Wina, Austria dan turut mengajak Ai juga.
Kehidupan mereka berjalan normal, bekerja dan mengawasi anak sekolah. Tidak terlihat perbedaan kasih sayang meski Ai bukan anak kandung Shinichi. Sebagai ayah sambung, Shinichi melakukan kewajibannya selayaknya ayah kandung.
"Apakah aku melakukannya dengan baik?" tanya Shinichi saat pertama kali mendongeng untuk Ai sebelum tidur.
Shiho memberinya senyum menenangkan, "percayalah kau yang terbaik."
Yusaku dan Yukiko juga memperlakukan Ai seperti cucu mereka sendiri. Mengajaknya jalan-jalan, membelikan hadiah dan membuat biskuit bersama. Mereka juga selalu menghadiri bila Ai ada perlombaan maupun pertandingan. Yukiko dan Shiho bergantian membuatkan bento-bento lucu untuk bekal makan siangnya.
"Kau tidak kerja Shiho?" Yusaku menanyai menantunya suatu sarapan pagi.
"Tidak. Kantor mengadakan seminar jam 10 nanti, jadi bisa pergi lebih siang sedikit," jawab Shiho sembari mengelap mulut Ai yang belepotan selai.
"Shinichi mana? Belum turun?"
"Sepertinya tadi menerima telpon dari Inspektur Megure."
Tak lama kemudian Shinichi turun dengan agak terburu-buru.
"Ai sudah sarapan?" tanya Shinichi.
"Sudah, kenapa?" Shiho tanya balik.
"Aku harus pergi sekarang ada urusan mendadak."
"Tidak sarapan dulu?" tanya Shiho lagi.
"Nanti saja aku suruh sekretarisku beli. Ayo Ai pergi sekarang," ajak Shinichi.
"Haiii..." Ai pun turun dari kursi, Shiho membantunya memakai ransel.
"Tungguuu!!!" teriak Yukiko dari dalam dapur.
"Apa Okasan?" tanya Shinichi tak sabar.
"Bentonya Ai ini!" Yukiko memberikan bentonya pada Ai, "dihabiskan ya Ai-Chan!"
"Haiii!" sahut Ai imut, dia selalu senang dibawakan bento.
"Aku pergi dulu," Shinichi mengecup istrinya cepat sebelum menggandeng Ai keluar rumah dan memasuki mobilnya. Shinichi yang biasanya mengantar Ai ke sekolah karena searah dengan tempat kerjanya dibanding kantor Shiho.
Yukiko dan Shiho memandang kepergian mereka dari ambang pintu. Terdengar Yukiko mendesah lega membuat Shiho sampai menoleh menatapnya.
"Ada apa Okasan?"
Yukiko menggeleng, "ah tidak... Okasan senang saja melihat Shin-Chan tampak lebih hidup..."
"Eh?" Shiho mengerjap.
Yukiko menggenggam kedua tangan Shiho, "arigatou Shiho-Chan... Berkat Shiho-Chan, Shinichi jadi hidup lagi. Dia akhirnya bisa merasakan jadi seorang ayah..."
"Aku juga seharusnya berterima kasih kepada keluarga Kudo, karena selalu menemaniku melewati masa-masa sulit bahkan melimpahi Ai dengan kasih sayang..."
Yukiko menepuk lunak tangan Shiho, "yah... pada akhirnya cinta akan menemukan rumahnya sendiri..."
Wajah Shiho merona, "Okasan..."
Yukiko terkekeh.
***
Ciiit! Shinichi menginjak rem begitu keras hingga mobilnya berdecit saat parkir di depan halaman rumah. Siang itu ia pulang dari kantor lebih cepat. Ia buru-buru pulang saat menerima telpon dari Yukiko yang memberitahu Shiho jatuh sakit. Shinichi saat itu masih meeting sehingga Yukiko yang langsung melesat menjemput Shiho di kantornya. Selesai meeting ia langsung pulang ke rumah. Profesor Agasa sudah ditelpon untuk dimintai tolong menjemput Ai di sekolah.
"Shiho!" Shinichi menjeblak pintu kamar hingga Yukiko dan Shiho kaget.
"Astaga Shin-Chan! Bikin kaget saja!" gerutu Yukiko yang saat itu sedang membantu Shiho meminum teh hangat. Gara-gara kaget, tehnya jadi tumpah sedikit ke tangannya.
"Kau sakit apa Shiho? Sudah panggil dokter?" tanya Shinichi menghampiri ranjang Shiho.
"Okasan buatkan sup dulu ya," kata Yukiko pada Shiho.
"Arigatou Okasan..." ujar Shiho.
Yukiko pun keluar dari kamar sembari nyengir.
"Shiho kau kenapa? Kenapa tidak bilang tadi pagi kalau sakit..." tanya Shinichi lagi seraya menyentuh dahi Shiho dan menggenggam tangannya.
Shiho tersenyum, "aku baik-baik saja."
"Lalu? Sudah ke dokter belum? Apa katanya?"
Sebagai jawabannya, Shiho membimbing tangan Shinichi untuk menyentuh perutnya. Shinichi memandangnya tak mengerti.
"Ada detektif kecil di sini..." bisik Shiho.
Shinichi mengerjap, "hah? Maksudnya?"
"Aku hamil..."
Shinichi membeku, "yang benar?"
"Eh, kalau tak percaya kita bisa USG besok..."
Mata Shinichi otomatis menatap perut Shiho, "benar kau hamil?"
Shiho mengangguk.
"Aku kira... aku kira... aku tak bisa... setelah aku mendengar Ran melahirkan beberapa waktu lalu... aku yakin aku yang bermasalah..." ketika mengungkapkan semua itu suara Shinichi bergetar dan pandangannya berbinar terharu.
Shiho menangkup wajah suaminya, "tidak ada masalah denganmu Tantei-San... Aku mengandung bayimu sekarang... Adiknya Ai..."
"Oh ya ampun Shiho..." Shinichi menyurukkan wajahnya yang berlinangan air mata ke pangkuan Shiho, "kita akan punya bayi..."
"Eh..." sahut Shiho lembut sambil mengusap rambut Shinichi.
"Aku tak percaya ini... Aku bahagia sekali..." isak Shinichi.
"Aduh Tantei-San... aku tak menyangka kau bisa semanis ini..." ujar Shiho penuh sayang.
Shinichi mendongak memandang istrinya, "kau mau apa sekarang Shiho? Biar kubelikan. Lalu sekarang aku harus apa? Beli box bayi? Baju bayi?"
Shiho tertawa kecil, "buru-buru sekali, kita saja belum tahu jenis kelaminnya apa."
"Tapi kan tidak ada salahnya siap-siap."
"Lahirnya kan bukan besok," kata Shiho sabar sambil mengusap wajah suaminya untuk menghapus sisa-sisa air matanya.
"Kalau begitu jatahmu mengurus Ai biar aku saja yang handle, aku akan membantunya mengerjakan PR. Kau juga jangan bawa mobil lagi, aku saja yang antar pulang pergi..."
"Tidak perlu sampai begitu."
"Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu."
"Aku baik-baik saja, oke?" Shiho mengecup hidung suaminya.
"Oh aku masih tak percaya ini... Aku malah akan punya bayi dari si mata setan mengantuk..." bisik Shinichi seraya meraup bibir Shiho penuh nafsu.
Shiho membalas pagutan mesra itu
"Aku mencintaimu Shiho..." bisik Shinichi di sela-sela kecupannya.
"Aku juga cinta padamu Tantei-san..." balas Shiho.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Suspect
Fiksi PenggemarFF kali ini lebih bernuansa Legal Thriller yang terinspirasi dari novel Indonesia karangan Mira W jaman dulu. Hitung-hitung Pipi sekalian latihan buat genre Legal Thriller sebelum nulis novel utama yang bernuansa pengadilan seperti ini suatu hari. O...