7

1.2K 65 888
                                    

"Aku bantuin?"

"Tumben." Goda Sherina tersenyum menerima piring kotor itu. "Bukannya kamu paling anti kalau suruh cuci piring?"

"Yaa kan duluu." Pria itu kini bersedekap sambil bersandar disebelah wastafel cuci piring itu. Sadam sesekali melirik Sherina, hobi baru yang dia sukai akhir-akhir ini. "Mm, Sher..."

"Dam." Sherina tanpa sengaja memotong kalimat pria itu." Boleh minta tolong ambilin iketan rambut di kamar nggak? Aku lupa yang tadi aku taruh mana? Ribet banget ini." Katanya sambil berusaha menggunakan punggung tangannya yang tidak basah untuk menyeka rambut ikalnya yang selalu jatuh setiap kali dia bergerak.

"Dimana?" Sadam sudah bergerak keluar dapur menuju kamar mereka.

" Di laci paling atas sebelah kanan." Sherina diam sejenak untuk kemudian menaikkan volume suaranya. "Yang warna item, Dam!!"

Setelah beberapa saat, Sadam kembali dengan ikat rambut tersebut dan membuat Sherina terpaku. Bagaimana tidak, alih-alih menyerahkannya pada Sherina, pria tersebut dengan lembut menyatukan rambut panjang istrinya itu kebelakang.

"Udah." Sadam terdengar puas ketika dia kini beralih ke samping Sherina tepat ketika perempuan itu menoleh. Dan kali ini bukan hanya Sherina tapi Sadam pun terdiam ketika hidung keduanya bertemu tanpa celah diantaranya. Jarak mereka yang terlalu dekat membuat Sadam dapat merasakan hembusan nafas perempuan itu menerpa bibirnya.

Persetan dengan logika. Yang jelas saat ini Sadam hanya ingin mencecap manisnya bibir itu. Saat dorongan itu semakin besar dan membuat Sadam semakin mengikis jarak antara mereka, sebuah deheman yang dibuat-buat dari pintu dapur terdengar nyaring. Membuat keduanya menjauh secara bersamaan. Sherina berpura-pura sibuk dengan piring kotornya sementara Sadam? Dia terlalu salah tingkah sampai tidak tahu harus bersikap bagaimana.

"Sher." Bu Ardiwilaga terdengar wajar walau dia tak dapat sepenuhnya menyembunyikan kegelian itu.

"Ya, Mi?" Sherina tampak kikuk saat menatap ibu mertuanya tersebut.

"Dicariin sama Dini tuh. Katanya udah ada pasien yang nunggu."

Sherina buru-buru mengeringkan tangannya lalu menghampiri maminya Sadam itu. "Sherina permisi ke kamar dulu ya, Mi. Mau ambil jas dulu bentar." Katanya kemudian berlalu meninggalkan Sadam dan maminya.

Begitu mendengar langkah kaki Sherina yang semakin samar, Bu Ardiwilaga kini bersedekap sambil menatap putranya. Meminta penjelasan melalui isyarat matanya.

Pria itu menghampiri ibunya sambil mengusap tengkuknya."Sadam.. ke kamar dulu ya, Mi. Mau istirahat dulu bentar." Katanya berusaha melewati ibunya itu.

**********

"Lagi ngetawain apa sih?" Sherina terlihat penasaran ketika dia menghampiri Sadam dan orang tuanya di teras depan. Dibelakangnya bi Asih mengekor sambil membawa nampan berisi beberapa cangkir bermotif bunga dan sebuah teko kaca berisi air berwarna coklat pekat di dalamnya. "Taruh sini aja, Bi. Biar saya aja."

"Ini si papi lagi cerita kalau dulu tuh mami bucin banget orangnya." Sadam menjelaskan diantara tawanya yang mulai mereda. "Sampai rela ninggalin kerjaannya cuma biar bisa sama-sama papi disini."

"Nggak bucin, Yayang. Mami tuh emang udah rencana resign dari lama. Cuma timing nya aja dapetnya pas habis nikah sama papi."

"Alasan aja si mami tuh, Dam. Dia aja yang nggak bisa jauh dari papi. Takut kangen dia." Pak Ardiwilaga mencibir menggoda istrinya membuat perempuan paruh baya itu menepuk lengannya keras. Membuat Sadam sekali lagi tergelak melihat kelakuan kedua orang tuanya.

Sherina ikut terbahak ketika dia mulai mengisi cangkir itu satu persatu. Perempuan itu lantas membagi gelas tersebut.

"Sher, ini teh apa sih?" Pak Ardiwilaga mencium aroma minuman di gelasnya tersebut kemudian menatap isinya"Warnanya kok gini?"

FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang