18

856 57 1K
                                    

Sherina baru saja keluar kamar mandi ketika dia mendengar sebuah ketukan di pintu kamarnya. Sambil berjalan pelan ke arah tempat tidurnya, perempuan itu memberi ijin pada siapapun yang berada di balik pintu untuk masuk.

"Sayang." Sadam tersenyum menyerahkan segelas susu pada istrinya itu. Ya, sejak Sadam pertama kali menawarkan membuatkan susu waktu itu, hal tersebut seolah menjadi kesepakatan tak tertulis diantara keduanya bahwa itu juga salah satu tugas pria tersebut.

"Akuu.. boleh pegang perut kamu?" Kata Sadam tampak bersemangat saat Sherina menerima gelasnya.

Perempuan itu mengangguk sambil kemudian mulai menikmati minumannya. Sementara Sadam tersenyum girang ketika mulai meletakkan kedua tangannya disana sambil mensejajarkan pandangannya dengan perut istrinya itu.

"Heey. Anak-anak ayah lagi ngapain niih?" Suara setengah berbisik diatas perutnya itu membuat Sherina terpaku sesaat. Ada rindu tak terkira yang tiba-tiba saja mencoba memaksa keluar. Tidak, bukan sekarang saatnya. Pria itu masih harus membuktikannya sebentar lagi.

Kembali mencoba menghabiskan isi gelasnya yang tinggal setengah, Sherina diam-diam melirik ke arah Sadam dan mendapati pria itu masih tersenyum bahagia ketika mengelus perut besarnya. Berpura-pura acuh ketika ia sebenarnya penasaran apa yang akan diucapkan pria itu selanjutnya.

"Gimana harinya hari ini? Pasti seneng banget seharian nemenin ibu kerja." Sadam tersenyum lembut seolah bayi mereka tengah menatapnya di dari dalam rahim Sherina. "Apa? Bosen nemenin ibu?" Goda Sadam membuatnya mendapat pukulan ringan sekaligus tatapan galak dari istrinya.

Tapi bukannya takut, Sadam justru tertawa menatap istrinya itu. "Apa sih, Yaang? Aku tuh lagi dengerin anak-anak curhat loh ini. Bentar-bentar." Pria itu kini mendekatkan telinganya ke perut Sherina. "Kenapa, nak? Mau dirumah aja sama ayah?"

"Sadam." Sherina menatap tak terima, membuat suaminya itu semakin terbahak.

"Orang merekanya sendiri yang bilang." Kata Sadam di ujung tawanya. Pria tersebut kemudian kembali berbicara pada janin mereka. "Eh, dengerin deh ayah mau cerita sesuatu. Kalian tau nggak? Ayah tuh orang paling beruntung di dunia karena punya ibu kalian. Ibu tuh kayak semacam keajaiban yang sengaja dikirim Tuhan khusus buat ayah. Semua tentang ibu kalian tuh sempurna di mata ayah. Nanti deh ayah cerita detailnya pas kita udah ketemu langsung." Katanya tersenyum lembut. Pria itu kemudian mengelus sayang perut besar istrinya itu. "Naak, baik-baik ya di dalam perut ibu. Jangan nyusahin ibu kalau lagi ikut ibu kerja. Sehat terus ya sampai nanti saatnya kita ketemu. Biar kalian tahu secantik apa ibu kalian. Supaya kalian tahu betapa beruntungnya kalian punya dia sebagai ibu yang telah melahirkan kalian."

Sherina sudah hampir tak bisa menahan air matanya ketika tiba-tiba dia merasakan tendangan yang cukup bertenaga dari anak-anaknya.

"Aktif banget anak-anak ibu." Sherina tersenyum lembut menatap perut besarnya. Ya, semakin hari bayi-bayi di dalam kandungannya itu memang semakin aktif. Sebegitu aktifnya mereka, sampai pernah beberapa kali Sherina harus menunda jadwal konsultasi dan janji temu pasiennya untuk beberapa saat hanya untuk menunggu sampai anak-anaknya yang berada di dalam perutnya sedikit lebih tenang agar ia bisa kembali bekerja.

Sherina sempat khawatir karena dia merasa anak-anaknya terlalu aktif. Tapi setelah berkonsultasi dengan Rick dan pria itu mengatakan bahwa itu normal, perempuan tersebut baru bisa bernafas lega.

"Itu wajar karena kau membawa dua nyawa di dalam sana." Kata pria yang masih memiliki darah Spanyol dari ibunya tersebut. "Mereka hanya mulai kehabisan ruang gerak di dalam rahimmu. Dan itu menandakan mereka tumbuh dengan baik."

Sejak saat itu, Sherina semakin menikmati kehamilannya. Walaupun melelahkan tapi dia bahagia.

"Dam?" Sherina kini menatap bingung pada Sadam yang hanya diam terpaku dengan tangan yang masih ada diatas perutnya. "Sadam!"

FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang