11

1.4K 54 1.2K
                                    

Nggak capek buat ngingetin BE WISE & NICE sama komennya yaaaa 🫶🫶

===================================







Sherina lagi-lagi tersenyum tipis ketika menerima piring kotor dari suaminya. Perempuan tersebut kemudian kembali sibuk dengan cucian piringnya tanpa berbicara apapun, mengabaikan Sadam yang tengah menatapnya.

"Sayang, aku mau ngomong bentar sama kamu boleh?" Sadam akhirnya bersuara setelah beberapa menit merasa diacuhkan.

"Nanti dulu ya, Dam. Aku beresin ini dulu." Kata Sherina masih sibuk dengan kegiatannya.

"Sher."

"Nanti dulu, Sadaam."

"Sher!" Pria itu sedikit menaikkan volume suaranya ketika dia meraih lengan istrinya, memaksa mata mereka bertemu. "Please?"

Perempuan itu akhirnya menghela nafas kemudian menatap Bi Asih yang baru saja masuk ke dapur. "Bi, tolong gantiin saya bentar ya?"

Begitu Bi Asih mengangguk sopan, Sadam langsung saja menggandeng istrinya itu membawanya ke teras depan. Mengabaikan tatapan penuh tanya Bu Ardiwilaga ketika mereka melewati ruang keluarga.

"Udaah. Biarin mereka selesai-in sendiri. Yang penting berantemnya nggak ngerusak pot kesayangan mami." Pak Ardiwilaga mencoba menenangkan istrinya ketika perempuan paruh baya itu berniat membahas gelagat tak enak dari anak dan menantunya barusan.

Sementara itu, begitu sampai di teras depan Sadam terlihat kebingungan harus mulai berbicara dari mana.

"Mau ngomong apa, Dam?"

Sadam menghela nafas berusaha menekan rasa tak suka karena dari tadi Sherina tak lagi menggunakan kata 'sayang' untuk memanggilnya. "Gini. Aku mau jelasin soal telepon tadi sama kamu." Sadam dapat melihat bahwa istrinya itu secara refleks menegakkan bahunya seolah menunggu hal ini. "Tadi, yang nelepon aku itu.. Asha."

Sherina mencoba mengabaikan rasa sakit yang selama ini selalu berhasil dia sembunyikan rapat-rapat setiap kali mendengar Sadam menyebut nama itu. "Terus? Dia bilang apa?" Perempuan itu mengalihkan tatapannya ketika melontarkan pertanyaan tersebut.

"Nggak bilang apa-apa kok. Dia cuma nanya soal pupuk yang bagus buat bunganya. Soalnya suppliernya lagi gagal panen katanya."

"Ooh."

Sadam buru-buru meraih tangan istrinya itu dan menggenggamnya erat. "Sayang, please percaya sama aku. Aku udah nggak ada perasaan apa-apa sama dia. Saat ini cuma kamu satu-satunya."

Sherina akhirnya menghela nafas ketika dia menatap wajah tampan tersebut kemudian meletakkan tangannya dan mengusap lembut pipi suaminya itu. "Makasih ya udah mau jujur."

Sadam tersenyum meraih tangan yang ada di sisi wajahnya itu kemudian mengecupnya singkat. Pria itu kemudian mengarahkan kedua lengan Sherina supaya melingkar dipinggangnya sementara dia sendiri bergerak memeluk istrinya itu dan mencium puncak kepala Sherina. "Makasih juga udah mau percaya sama aku."

"Dam."

"Kok gitu sih manggilnyaa." Sadam terdengar merajuk ketika dia meletakkan kepalanya di puncak rambut istrinya.

Sherina tertawa geli ketika dia semakin membenamkan wajahnya di dalam pelukan hangat itu. "Sayaang."

"Iya, sayangkuu?"

Sherina sekali lagi terkekeh geli mendengarnya. "Aku mau pindah ke Jakarta."

Sadam buru-buru melepaskan pelukannya dan menatap perempuan itu. "Kamu bilang apa barusan?" Sadam memastikan bahwa apa yang baru saja dia dengar bukanlah halusinasi telinganya saja. "Kamu beneran mau ikut tinggal di Jakarta?"

FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang