Sadam meletakkan kantong belanjanya diatas meja dapur. Pria itu lantas melepas jaket tebalnya sambil melangkah menghampiri kamarnya. Sayup-sayup ia mendengar suara istrinya. Sadam membuka pintu itu sedikit. Berusaha untuk tak mengganggu apapun yang sedang dilakukan istri dan anak-anaknya.
Disana, diatas tempat tidur mereka, Sherinanya terlihat sedang berbicara pada anak-anak mereka sementara para bayi berusia enam bulan itu hanya tersenyum lucu menatap ibunya. Sesekali Satria dan Sakha menggerakkan tangan dan kakinya sebelum kembali memperhatikan sang ibu seolah mereka paham apa yang diucapkan perempuan itu.
Pria itu tersenyum lembut. Diam-diam bersyukur bahwa apapun yang dia lihat kini adalah benar-benar miliknya.
.
.
FLASHBACK
Lembang, 2007
Sherina baru saja selesai membersihkan diri ketika ia keluar kamar dan masih tak menemukan satupun orang di rumah. Dapur yang biasanya menjadi daerah kekuasaan maminya Sadam itu tampak kosong. Sementara Pak Ardiwilaga yang biasanya tak pernah ketinggalan acara berita sore kesukaannya juga tak terlihat di ruang keluarga. Sadam? Pastinya masih pergi keluyuran bersama Raka.
"Mami kemana, Bi?" Gadis itu bertanya ketika mendapati Bi Asih keluar dari kamar Sadam.
"Mami sama papi lagi ke rumah sakit, Non. Jemput si aden."
Rasa panik itu tiba-tiba Menghinggapi Sherina. "Sadam di rumah sakit? Kenapa? Terus sekarang keadaannya dia gimana, Bi?"
Bi Asih baru saja hendak membuka mulut untuk menjawab tanya beruntun itu ketika mereka mendengar deru mesin mobil berhenti di pekarangan. Sherina buru-buru meletakkan gelas itu secara serampangan kemudian setengah berlari menuju asal suara tersebut.
Disana ia melihat Sadam sedang berjalan dibantu kedua orang tuanya, sementara tangan kanannya terbalut gips berwarna putih serta. Arm sling berwarna coklat muda terlihat menyangga tangan tersebut.
"Sherina udah pulang?" Pak Ardiwilaga tersenyum sekilas sebelum kembali berkonsentrasi membantu putranya berjalan. "Katanya tadi mau ke makam ayah sama ibu dulu."
"Udah, Pi." Anak perempuan itu menjawab cepat sambil tetap memperhatikan kondisi sahabatnya dengan rasa khawatir berlebihan. "Pi, ini Sadam kenapa?" Sherina mengikuti. Ia kemudian membantu membukakan pintu kamar Sadam. Sherina kemudian buru-buru menghampiri tempat tidur lalu menata bantal itu supaya Sadam dapat berbaring dengan nyaman.
"Biasa, Sher. Anak laki-laki kan gitu suka berantem. Biar keliatan kayak jagoan." Cibir pak Ardiwilaga setelah kini Sadam sudah berbaring diatas tempat tidurnya.
"Papi, ih. Anaknya lagi sakit juga."
"Mi, anak laki-laki tuh wajar kali berantem sekali-sekali. Iya nggak, Dam?"
"Yoi, Pi." Kata Sadam tersenyum geli menatap papinya.
"Nggak anak nggak bapak sama aja." Bu Ardiwilaga menggerutu. "Udah ah, mami mau siap-siap masak dulu." Ia kemudian tersenyum menatap Sherina. "Sherina mau makan malam apa, Sayang?"
"Mi, kan Sadam yang sakit. Kenapa Sher yang ditawarin mau makan apa?"
Bu Ardiwilaga menghela nafas. "Emang yayang mau dimasakin apaa?"
"Mie goreng pakai telor?"
"Nggak ada ya." Perempuan itu menatap tajam putranya. "Jatah makan mie instant kamu udah habis minggu ini." Katanya membuat Sadam cemberut.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR YOU
Storie d'amoreSelalu mendukungmu adalah caraku yang paling sederhana untuk mencintaimu - SHERINA Entah sejak kapan tapi yang jelas saat ini aku mencintaimu - SADAM The Epitome of 'SHE FELL FIRST BUT HE FELL HARDER' DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless o...