4

874 67 534
                                    

Chapter ini khusus buat
setefitutut yang selalu excited ketika tiba-tiba ku w.a secara random pas otak saya buntu tentang AU ini 🥰

dreamydramaa yang rajin ngingetin kalau dia paling nungguin AU ini update 😚

Dan special buat klean2 yang ngrasa komen di status saya pas update poster AU ini, makasih sudah bikin saya brasa punya utang negara 🤏🤏

**********

"Yang ini sebelum makan, yang ini satu jam setelah makan." Sherina menjelaskan dengan sabar pada perempuan itu. Setelahnya dia langsung beralih pada pasien kecilnya tersebut sambil tersenyum. Perempuan itu lantas meraih toples berukuran sedang berisi coklat itu. Sherina mengambilnya satu. "Dan inii, buat neng geulis karena mau main kesini."

Gadis berusia 10 tahun itu tampak berbinar ketika menerimanya. "Bu dokter, Euis boleh minta satu lagi buat dedek di depan?" Katanya setelah beberapa saat.

"Euis nggak boleh gitu ah. Nggak sopan sama bu Dokter." Ibunya Euis berbisik sungkan.

Sherina tertawa pelan menanggapi ketika menyodorkan toples terbuka ditangannya. " Boleh doonk.Tapi jangan banyak-banyak yah? Bu dokter juga mauu." Sherina berbisik jenaka membuat gadis itu tertawa geli ketika dia memasukkan tangannya ke dalam toples tersebut.

Euis sudah meraih 3 buah, tapi kemudian dia berpikir sejenak lalu menggeleng dan mengembalikan lagi yang 2 sebelum akhirnya menarik tangannya.

"Udah?"

Euis mengangguk sambil tertawa lucu menanggapi bu Dokter cantik di depannya ini. Sherina kemudian menutup lagi toples tersebut dan mengembalikan ke tempatnya. Perempuan itu lantas berdiri mengantarkan mereka sampai pintu ruang prakteknya.

"Selamat siang, Bu Dokter." Mang Jajang, salah satu pekerja perkebunan yang dari tadi duduk bersama anak bungsunya di ruang tunggu itu menyapa Sherina sopan.

"Siang, Mang." Sherina tersenyum membalas sapaan ayahnya Euis itu.

"Dek liat nih teteh punya coklat buat dedek." Euis tampak bangga ketika dia menyerahkan satu coklatnya pada adiknya.

"Teteh koq makan coklat kan lagi batuk?" Mang Jajang memperingatkan dengan lembut.

" Mang, udah nggak apa-apa." Sherina memberi isyarat pelan. "Itu vitamin. Emang saya sengaja pesen yang kayak coklat biar anak-anak suka. Udah biarin aja. Oiya, kalau sampai obatnya habis belum sembuh juga mamang kesini ambil surat rujukan ya." Kata Sherina membuat Mang Jajang mengangguk sopan sebelum akhirnya dia pamit mengantar anak istrinya pulang.

Begitu keluarga pasiennya itu keluar, Sherina menghampiri area kerja asistennya. "Din." Sherina menyapa perempuan berusia 25 tahun itu. "Kamu kalau mau balik sekarang aja nggak apa-apa."

Dini menatap jam dinding dibelakangnya."Masih jam segini, Dok?"

Sherina tersenyum sambil mengangguk. "Tuh, ojeknya juga udah nungguin." Godanya menunjuk ke arah luar dengan matanya. Dari pintu kaca itu mereka bisa melihat Herman, suami Dini sudah menunggu.

"Aduh, si akang kepagian kayaknya." Dini tampak panik merasa tidak enak pada atasannya itu. "Bentar ya Dok, saya suruh pulang aja dia."

"Eh jangan." Sherina mencegah ketika Dini hendak keluar dari balik meja penerima tamu itu. "Mendingan sekarang kamu ambil tas kamu dan pulang sama Herman. Dia jauh-jauh dari kelurahan loh itu."

Dini tampak canggung ketika dia perlahan membereskan tasnya lalu berpamitan. Meninggalkan Sherina yang hanya tertawa pelan melihat tingkah pengantin baru itu saat bertemu.

FOR YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang