Can't get enough buat bilang makasih sama dreamydramaa & setefitutut buat ide opening chapter ini 🫰🫰
Dear readers
Please be nice!! Tolong dijaga ketikan komennya yaaa ☺️ biar sama-sama nyaman.**********
Sherina menarik nafas sebelum akhirnya dia mengetuk pintu itu. "Dam?" Tidak ada jawaban. Perempuan itu mencoba sekali lagi. "Sadam? Udah jam segini kamu nggak ngantor?" Katanya mendekatkan telinganya ke pintu itu mencoba mencari tanda kehidupan disana. "Aku masuk ya?" Sherina membuka pintu itu perlahan, memastikan bahwa pemilik kamar itu tidak merasa terganggu dengan tindakan lancangnya.
Disana, diatas tempat tidur dibawah selimut tebalnya pria itu tampak meringkuk sambil menggigil. Sherina bergegas menyentuh telapak tangan Sadam kemudian memeriksa suhu di leher pria itu. Dia kemudian membuka selimut tebal yang melingkupi Sadam dan menggantinya dengan yang lebih tipis. Perempuan tersebut kemudian pergi ke kamar mandi dan tak lama kembali dengan handuk basah di tangannya lalu meletakkannya di dahi pria tersebut dengan lembut. Sherina lantas keluar kamar dan kembali dengan ponsel yang menempel di telinganya dan segelas air putih.
"Grace." Sherina terdengar lega ketika mendengar suara sahabatnya itu. "Aku membutuhkan bantuanmu." Katanya lagi dalam bahasa inggris.
**********
"Kau juga seorang dokter, Sherina." Grace tertawa renyah setelah selesai memberikan panduan tentang apa yang harus Sherina lakukan pada Sadam. Aksen british perempuan itu membuat Sherina tiba-tiba merindukan hangatnya musim semi di Cambridge.
"Dokter anak." Sherina mengingatkan.
"Tetap saja kau seorang dokter, Darling. Bagaimana mungkin kau bisa sepanik ini?"
"Tunggu saja sampai kau menikah dan suamimu sakit."
"Apa kau sedang menyumpahi ku? Lupakan. Lakukan saja apa yang baru saja kukatakan. Kalau sampai besok lusa kondisinya masih sama, kau bisa langsung menyiapkan upacara pemakaman untuknya."
"Grace!" Sherina tahu perempuan cantik di seberang itu hanya bercanda ketika di akhir kalimatnya, Grace Williams kembali terbahak.
"Maafkan aku. Tapi terlalu menyenangkan untuk tidak menggoda pengantin baru yang sedang panik ini." Grace menarik nafas untuk meredakan tawanya. " Tenang saja. Suami tersayangmu itu pasti akan baik-baik saja."
.
.
Pria itu harusnya merasa beruntung memilikimu.
Kalimat terakhir Grace kemarin terus berputar di otak Sherina ketika perempuan itu sedang menyiapkan makanan untuk Sadam. Tak mau larut dengan segala kemungkinan yang dijejalkan oleh otaknya sendiri, Sherina kembali ke kamar sadam membawa mangkuk bubur itu.
"Daam." Sherina menyentuh lengan pria itu dengan lembut, membuat Sadam perlahan membuka matanya. "Makan dulu yuk. Habis itu minum obat."
Sadam menarik kain basah yang menutupi dahinya ketika dia berusaha bangun dengan bantuan Sherina. Menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjangnya, pria itu menatap Sherina.
"Makasih ya, Sher."
Sherina menarik lagi sendok yang sudah dia sodorkan ke mulut Sadam. "Buat?"
"Udah mau jagain aku selama sakit. Makasih juga buat nggak ngomong ke mami papi biar mereka nggak panik."
"Ya kalau mereka panik malah nanti tambah ribet. Aku jadi nggak bisa fokus jagain kamu." Sherina membuat Sadam membuka mulutnya dan menelan bubur di sendok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR YOU
Lãng mạnSelalu mendukungmu adalah caraku yang paling sederhana untuk mencintaimu - SHERINA Entah sejak kapan tapi yang jelas saat ini aku mencintaimu - SADAM The Epitome of 'SHE FELL FIRST BUT HE FELL HARDER' DISCLAIMER : This is a work of fiction. Unless o...