tujuh belas

1.2K 110 14
                                    


Haiii selamat malam, lama ya gak cuap-cuap. Hihihi.

Okey, aku cuma mau bilang, THANKS A LOT untuk seseorang yang aku gak tahu siapa kamu, tapi aku sungguh-sungguh berterimakasih dan terharu banget huhuhu.

Untuk kali pertama ceritaku masuk base di X alias twitter. Huhuhu, thanks yang udah bawa ke sana mengenalkan ini cerita ke warga base yaaaa...

Siapapun kamu, semoga hari-harimu bahagia terus, dimudahkan urusannya, dan dilancarkan apa yang tengah kamu hadapi sekarang.

Karena sungguh, aku bahagia banget pas bangun tidur --setelah dari hari jumat mengalami yang namanya burnout nangis terusan-- terus liat ini seketika mood naik gitu loh.

Sampe aku chapture dan aku buat story hahaha. Lebay. Iyaaaa. Selebay itu. Di ucapin selamat sama besti bestiku, aku ceritain ke orangtuaku. Sebahagia itu aku....

Udah, kepanjangan aku cuap-cuapnya. Oh iya, jika berkenan kakaknya bisa respon di komen yaaa...


Tujuh belas

"Maaf, saya telat."

Yudhistira yang sejak tadi fokus dengan gawainya begitu mendengar suara tersebut juga kehadiran seseorang yang lantas duduk di depannya, mendongakkan kepala dan tersenyum maklum meski hatinya teramat kesal karena sudah menunggu lebih dari setengah jam. Oh, pertemuan pertama yang memberi kesan tak mengenakkan.

Namun, sebagai bentuk kesopanan yang masih dimilikinya, bibirnya tetap menggumam kata tak apa juga jabatan yang menyusul setelahnya.

Irvin. Sosok yang kini duduk di depannya tengah memesan minumannya dan masih dalam pengamatannya.

Seperti yang ia lihat beberapa kali sebelumnya, sosok ini tampan, dengan postur tubuh tinggi juga tegap, pun tatapan tajam namun menenangkan di saat bersamaan, tak akan ada yang menyangka sosok ini mungkin memiliki masa lalu yang kelam.

"Irvin. Praba sudah cerita banyak hal, kan, pasti?"

"Yudhistira." Kepalanya mengangguk membenarkan, tak memungkiri bila hampir selama dua bulan ini, istrinya itu terus menerus merecoki acara pertemuannya dengan --konon kakaknya-- yang selalu terkendala dengan kesibukannya.

"Maaf, karena baru bisa menerima undangan pertemuan," ucapnya pelan yang diangguki santai lawan bicaranya.

"Gak papa. Saya juga kemaren disibukkan dengan pekerjaan. Baru ini agak senggang makanya kembali ngajak ketemuan. Istrimu itu..." Irvin menggelengkan kepala tak melanjutkan ucapannya, namun Yudhistira tahu maksudnya hingga kedua lelaki itu tertawa.

"Pasti selalu bilang kan, 'aku tuh nunggu momen kalian ketemu', eh itu anak sendiri gak bisa ikut," omel Irvin saat Praba terkendala hadir.

"Benar. Dia ada acara di panti jadi gak bisa ikut." Yudhistira membenarkan. Praba bisa saja tidak ikut acara bakti sosial yang rutin keluarganya lakukan untuk bertemu Irvin. Namun perempuan itu beralasan masih ada banyak waktu bila harus bertemu dengan kakaknya itu.

"Bosen juga kalau ketemu terus. Minggu kemaren saja seharian bareng Maya sampai lupa kalau kakaknya ini seharian ngemong ponakannya."

Yudhistira tertawa ringan. Melihat bagaimana hubungan Irvin dan Praba terjalin yang sebenarnya terlalu dekat untuk ukuran seseorang yang tak memiliki ikatan darah sekalipun, namun memiliki kesamaan nasib, keduanya terbilang seperti kakak adik kandung pada umumnya. Bersikap seolah saling membenci satu sama lain namun kenyatannya saling menyayangi.

"Semua baik-baik saja kan, Dhis?"

Rupanya basa-basi mereka sudah cukup. Garis tenang yang sejak tadi Irvin coba pertahankan kini lenyap tergantikan wajah serius yang siap menginterogasinya.

Kelana Merajut AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang