Dua puluh tiga
"Kapan-kapan kumpul lah, Di, sudah lama gak kumpul juga kan?"
Menanggapi ucapan kenalannya --di tempat ini juga, dulu dulu mereka ketemunya-- Yudhistira mengacungkan jempolnya juga anggukan menyusul setelahnya. Namun, salah seorang dari mereka tiba-tiba berdecak yang mengundang kerutan di dahi Yudhistira yang merasa jika itu ditujukan untuknya.
"Loh, kenapa?" tanyanya dengan kekehan kecil yang semakin mempertegas tampilannya yang-- meski hanya mengenakan kemeja navy, aura tenang juga adem dari seorang Yudhistira mampu membuat mata para perempuan menoleh kepadanya.
"Lo nikah aja gue baru tahu ini, Di, ini mau-maunya kumpul." Ucapan itu disetujui yang lainnya karena merasa terkhianati oleh pernikahan diam-diam Yudhistira.
Tawa Yudhistira yang berhasil padam lantas berusaha mencari sebuah alasan agar tidak terlihat bila dia dulu terpaksa melakukannya dan berusaha menyembunyikan dari semua rekanan yang ada di luar kota.
"Ya gimana, udah kejadian juga. Yang penting kalian udah tahu aja gue udah nikah," sangkalnya membela diri.
Tangan salah satu dari mereka mengibas, membiarkan apapun itu alasan yang dilakukan Yudhistira sebelumnya. "Tapi mana bini lo? Harusnya sekalian lo ajak biar kita kenal."
"Gak fit dia. Makanya gak jadi ikut," jawabnya pelan dengan senyum mengembang.
"Eh? Bini sakit ini malah senyum gini!" seloroh mereka yang lantas kembali menguarkan tawa Yudhistira.
"Bawaan bayi. Kalian kapan?" Sembari menaik turunkan alisnya memberi ledekan kepada ketiga pria di depannya yang sontak mendengkus melihat kesombongan Yudhistira.
Praba memang sebelumnya menyanggupi ajakannya untuk datang ke pameran ini. Setelah mengetahui jika Praba mungkin memiliki ketertarikan di dunia perjahitan, yang mana sama sekali belum ada penjelasan lanjut yang Praba utarakan selain apa yang dia katakan malam itu. Perempuan yang tengah mengandung anaknya itu tersenyum lebar menerima ajakannya, bahkan perempuan itu menyiapkan segala hal yang Yudhistira butuhkan meski itu cuma sekedar pakaian yang akan mereka kenakan.
Sayang, pagi tadi, Praba terlihat kelelahan apalagi beberapa malam terakhir perempuan yang tak ingin diketahui kesibukannya itu terlalu sibuk di rumah belakang dan akan kembali ke kamar hampir pukul sembilan malam.
Setiap kali dia menanyakan apa yang sedang dikerjakan, Praba dengan senyum tipisnya menolak memberi jawaban pasti dan dengan senyum misteriusnya menggumamkan kata "rahasia dan kejutan" kepadanya.
Meski penasaran setengah mati, Yudhistira tetap menyanggupi. Lelaki itu hanya berpesan agar Praba tidak terlalu memforsir tubuhnya. Sayang, meski sekuat tenaga diingatkan dan Praba menjaga pola makan juga istirahatnya, perempuan itu tetap saja tumbang.
"Padahal aku ingin berangkat bareng kamu, Mas." Praba mengatakannya pelan saat ia mengancingkan kemeja.
"Besok masih ada kok. Hari ini sesi pameran design oleh para designer yang menunjukkan eksistensi mereka. Kalau untuk pameran jenis kain dan bahan besok. Kalau udah enakan kita datang besok ya?"
"Songong bener." Pria dengan kemeja hitam mendecakkan lidah meski senyum tulusnya menyusul kemudian. "Selamat, Bro! Akhirnya lo akan jadi bapak juga. Gue masih ada sekitar tiga hari di Semarang, bolehlah ketemu sama bini lo. Sekalian kumpul-kumpul di rumah lo."
Setelah menyanggupi ajakan mereka yang sebenarnya dia bingung apakah Praba tak keberatan menerima teman-temannya yang sebelumnya belum pernah bertandang di rumah mereka ini. Bukan apa, jika dengan ketiga sahabatnya, Praba sudah terbiasa. Itupun Praba akan keluar menyambut mereka lantas menghabiskan waktunya sendiri di rumah belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelana Merajut Asa
RomanceSematan bodoh nyatanya tak serta merta salah disandingkan dengan Praba. Demi menebus balas budi yang diterimanya dulu, dia menyanggupi menikah dengan seseorang yang bahkan cintanya masih terhambat di masa lalu. Berharap bila cinta itu datang kepadan...