tiga puluh enam

2.1K 78 12
                                    

Tiga puluh enam.


Wajah tenang juga senyum yang coba Yudhistira tunjukkan lenyap seketika tergantikan dengan raut datar usai mendengar apa yang baru saja Praba katakan.

Pisah pisah pisah. Apa Praba sebegitunya  ingin pisah darinya? Penjelasannya masih belum memuaskan rasa kecewanya? Atau...

"Kamu seniat itu ingin pisah samaku sampai-sampai setelah mendengar semuanya masih ngotot ingin pisah juga?" ungkapnya pelan menatap manik mata Praba yang bergetar penuh keyakinan. "Satu pertanyaanku, alasanmu sebegitu ingin pisah denganku apa?"

Praba meremat kedua tangannya. Menatap lawan bicaranya dengan dada berdenyut nyeri menjelaskan semuanya.

"Karena itu yang terbaik? Aku gak tau, tapi pikiranku saat ini mencetuskan itu," akunya dengan suara bergetar lalu menunduk menggelengkan kepalanya.

"Yang terbaik? Sejak kapan perpisahan jadi opsi terbaik, Nduk?" Yudhistira terperangah mendengar jawaban tak masuk akal yang coba Praba tegaskan.

"Karena aku gak mau Ganesh kenapa-napa, Mas! Mereka bukan hanya mengincarku, tapi juga anak kita!!!" seru Praba mengangkat kepalanya menunjukkan berapa frustasinya ia kini. "Aku gak mau itu terjadi, Mas, gak mau. Kenangan di masa lalu begitu menyakitiku, bahkan hingga saat ini aku masih mengingatnya dengan jelas bagaimana mereka bertindak ingin menyingkirkanku. Aku gak mau Ganesh ngalamin itu!"

"Hanya itu? Hanya karena ketakutan tak bersalasanmu itu kamu ingin berpisah?"

"Ini bukan sekedar hanya! Ini ketakutan terbesarku, Mas!"

"Terus kamu anggap aku ini apa!!! Aku apa Praba!!! Aku masih hidup masih bisa melindungi kalian, Ganesh anakku. Apa kamu pikir aku membiarkan dia mengalami apa yang kamu takutkan itu? Apa kamu pikir aku akan diam saja saat bahaya mengincar dia? Iya begitu maksudmu?"

Kedua saling berteriak keras melupakan fakta bila saat ini keduanya ada di ruangan Ganesh yang tengah terlelap. Yudhistira, untuk kali pertama harga dirinya sebagai seorang suami dan ayah merasa begitu disakiti hanya karena pemikiran Praba yang menganggapnya diam saja.

"Tak bisakah kamu itu jadi orang berterus terang, Praba? Setiap ada masalah, setiap ada ketakutan yang kamu rasakan atau ancaman yang kamu dapatkan, tak bisakah kamu berterus terang? Selama ini kamu kecewa samaku karena aku terlalu bodoh. Benar! Aku bodoh. Bagaimana tidak kalau semua yang menyangkut dirimu, kamu sembunyikan dariku lalu saat aku menemukan titik yang membuatmu tak nyaman kamu merasa disakiti olehku? Kamu pikir disini yang salah hanya aku? Yang kecewa cuma kamu? Tidak!!! Aku pun turut kecewa sama tindakanmu yang suka menyembunyikan apapun itu tentangmu. Kamu yang tidak pernah terbuka sepenuhnya padaku, kamu yang pinginnya selalu dimengerti tapi tak pernah mau mengerti! Itu kamu! Dan itu membuatku kecewa, merasa aku ini layaknya orang asing yang tak tahu apa-apa tentang istriku yang sebenarnya!"

Tumpah sudah. Semua yang selama ini Yudhistira coba pendam dan maklumi atas tindakan Praba yang berulang kali menyembunyikan apapun darinya, menjelaskan hanya seperempat bagian saja, kini ia tumpahkan pada orang yang selalu melemparkan kesalahan ke wajahnya.

Dan benar saja, wajah Praba yang terperangah menatapnya tak percaya menjelaskan semuanya.

"Kenapa? Gak sadar kan kamu? Gak sadar kan, sudah begitu dalam menggores harga diriku sebagai suamimu, iya kan?" tanyanya membalas tatapan Praba yang menatap nanar dirinya.

Keduanya lama terdiam menyelam tatapan yang menjelaskan bagaimana keduanya sama-sama merasa kesakitan. Praba yang diam tak menyangka tindakannya berdampak begitu besar, dan Yudhistira yang masih ingin meluapkan semuanya namun juga memikirkan kata-kata agar tidak menyakiti Praba.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kelana Merajut AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang