dua

1.7K 147 24
                                    

Dua

Dering gawai yang beberapa kali terdengar, penjelasan para pegawai menjawab setiap pertanyaan yang diajukan calon pembeli adalah hal lumrah yang biasa dia dengarkan bila berada di gerai tokonya. Tak jarang, bila nego harga tak menemukan titik kesepakatan, calon pembeli akan menemuinya lalu meminta kembali harga yang mereka inginkan dengan mengatakan akan menjadi pelanggan setelahnya.

Contohnya seperti sekarang. Dengan senyum yang selalu dia pajang, Yudhistira mendengarkan penawaran yang diminta sang calon pembeli sembari menunjukkan jenis kain yang dibawanya.

"Ayolah, Mas, dikurangi lagi. Nanti kesini lagi, deh. Ini tuh buat acara nikahan, otomatis nanti kalau kurang juga larinya kesini lagi. Terus bulan depan juga ada lagi acara nikahan keluarga suami, aku ambil dari sini lagi deh kalau bisa harga teman," ujar ibu berhijab syar'i dengan suara tinggi meyakinkan diri.

Harga teman, Yudhistira menahan tawanya dalam hati.

"Kalau untuk seperti yang ibu mau belum bisa. Tapi gimana kalau tambah tiga ribu per meter? Ini juga bahannya premium, nanti kita keep sisa kain biar gak diambil orang kalau memang sewaktu-waktu ibu balik lagi," ujarnya menawarkan jalan tengah.

Ucapan tentang 'nanti kembali lagi' 'jadi toko tujuan' bukan sekali dua kali para pembeli lontarkan, dan bukan berarti mereka semua akan menepati ucapan mereka datang kembali ke gerai membeli kain seperti yang dikatakan. Jadi, dia yang sudah hafal di luar kepala taktik para pembeli seperti ibu-ibu di depannya ini yang tengah berbisik dengan sang putri menawarkan jalan tengah yang bila sewaktu-waktu hal berbanding terbalik terjadi ia tak rugi.

"Yaudah deh, Mas. Nanti dikeep dulu ya, soalnya ini juga belum semuanya dapat jatah, uangnya kurang."

Dan senyum lebar Yudhistira pun lelaki itu perlihatkan. Tiga pegawainya sontak sigap memotong bagian perbagian kain dengan panjang masing-masing dua meter juga beberapa dari mereka yang selesai dengan pengunjung lainnya membantu melipat dan mempacking potongan kain tersebut ke dalam plastik dan ditata sedemikian rupa untuk memudahkan dirinya menghitung semuanya.

Nota pembayaran lantas dia siapkan, dan begitu semuanya siap setelah setengah jam berbicara banyak hal yang menjadi sesi cerita colongan, pembeli tadi pergi diantar salah seorang pegawainya dengan senyum lebar menghiasi bibir mereka.

"Padahal sama mas Didi cuma selisih seribu loh, gitu langsung luluh. Kalau samaku tuh beuh, dibandingin sama toko sebelah lah, sama harga di pasar sana lah."

Tawa Yudhistira berkelakar kuat mendengar ucapan Ratri yang bersungut-sungut.

"Seribu kali berapa baju juga mayan, Rat, katanya mayan buat jajan dawet sama bayar parkir," selorohnya menepuk pundak Ratri pelan lalu nerlalu dibalik etalase menghitung uang yang masuk.

Ratri mengangguk pasrah, sudah biasa menghadapi ketidakadilan seperti ini. Pembeli mudah percaya bila pemilik turun tangan langsung meski dia dan rekannya juga mematok harga yang sama.

"Mas, nanti mbak Tantri kesini bayar pembelian kain yang kemaren, sama mau bahas kain custom."

Yudhistira mengangkat jempolnya tinggi membiarkan Ratri pergi saat pengunjung baru datang ke gerai.

*****

"Mbak Rida gak ikut."

Seperti mengetahui arah gerak gerik mata yang Yudhistira pancarkan, akhirnya Tantri mengungkapkan praduganya tersebut. Terbukti, keterkejutan di mata lelaki yang dulu pernah dekat dengan majikannya itu menunjukkan segalanya.

Kelakar tawa Yudhistira yang menyusul kemudian tak ayal membuat Tantri ikut tertawa. Perempuan yang baru saja menyelesaikan pendidikan sarjananya sekaligus menjadi partner kerja dengan Rida tersebut menatap sangsi Yudhistira yang lantas terdiam setelah merasa tak ada lucunya.

Kelana Merajut AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang