Enam
Suatu waktu Praba yang tengah menemani Sekar Waseso keliling ke pasar mencari barang yang wanita itu perlukan. Dia pernah menanyakan alasan mengapa beliau begitu keukeuh menjodohkan Yudhistira dengannya. Kejadian itu tepat setelah dia melihat bagaimana rupa juga lembutnya suara Rida, pemilik butik yang perlahan menyaingi butik terkenal sebelumnya yang telah berdiri lama.
Dilihat darimana pun tak akan ditemui kecacatan pada diri perempuan itu. Praba juga mengakui, hasil tangan Rida sangat memukau dan yang terpenting rapi. Sebagai salah seorang yang mengerti dunia perjahitan, jahitan Rida adalah jahitan yang bagus dan rapi, tidak kaku hingga baju yang dipakai tidak memberikan kesan kaku di tubuh. Itu sebabnya dia mengambil tiga potong pakaian formal di butik Rida yang pada akhirnya dibayar Sekar.
Namun ada kejanggalan yang membuatnya berpikir mengapa Sekar Waseso begitu keras berbicara seolah-olah menegaskan bila dialah yang direstui bersama putranya.
Tentu dia terkejut. Kekasih Yudhistira saat itu tak hanya cantik, tapi juga MasyaAllah baik. Tak ada wajah jahat dia tampilkan apalagi bantahan di setiap ucapan yang keluar dari mulut Sekar. Saat itu juga ingin rasanya dia mundur ketika mengetahui seperti apa orang yang membuat bungsu Waseso membangkang dan memilih angkat kaki dari rumah.
"Kenapa ibu keukeuh ingin Praba sama mas Yudhis? Rida tadi terlihat baik dan tak ada cela apapun," Mengeluarkan isi kepalanya usai mendapatkan dawet ayu dan kini tengah menunggu lampu merah berubah.
Sekar Waseso tak menjawab. Wanita bersanggul itu melengos dan memilih mengalihkan pandangannya keluar.
Praba tak lagi mendesak, melihat gestur yang ditunjukkan Sekar yang kentara menolaknya. Dia sadar diri.
"Dia seorang janda, diselingkuhi suaminya," ucap Sekar saat mobil melaju membelah jalanan padat Semarang.
Praba menoleh, sedikit terkejut namun masih bisa mendengar jelas.
"Ndak ada yang salah dengan dia berarti kan, Bu? Yang bermasalah berarti suaminya kan?" Menurutnya pasangan yang memilih berselingkuh, mencurangi ikatan suci, sepenuhnya bukan salah korban, melainkan salah orang itu sendiri yang mudah termakan bujuk rayu setan.
"Memang, yang salah dari mana dia berasal."
"Maksudnya? Maaf banget ibu, Praba pernah mencuri dengar para simbok yang membicarakan Rida. Dia berasal dari keluarga yang baik kan? Keluarga Kusuma juga terkenal masyhur di lingkungan ini."
Karena dia salah satu orang yang terbantu oleh keluarga itu juga.
"Benar. Tapi kamu harus tahu, nduk, ndak sepenuhnya orang sebersih itu. Orang pasti memiliki noda di hidupnya. Orang baik sekalipun pasti pernah menjadi orang jahat di hidup orang lain. Seperti Kusuma, dia baik, dermawan, kamu bahkan pernah ikut kursus yang dibiayai dia kan?"
Praba mengangguk cepat, dia juga ingat itu terjadi sebelum masa kuliah dimulai. Mengikuti kursus menjahit gratis yang keluarga itu biayai. Dan yang paling membekas, amarah Sekar Waseso begitu mengetahui siapa penyokong dana terbesar di sana.
"Iya, dan ibu sempat marah ke Praba."
"Benar. Rida memang generasi ketiga Kusuma yang pasti ndak tahu apa-apa. Tapi dulu ibu sama bapak sudah berjanji, sampai kapanpun jangan sampai keluarga kami berhubungan dengan darah mereka. Jadi saat Didi keukeuh ingin bersama dia, sampai kapanpun ndak akan ibu ijinkan."
"Jadi, kalau Rida bukan dari keluarga Kusuma ibu sudah pasti menerimanya?"
"Mungkin." Sekar menghela napas panjang. Ditatapnya Praba yang juga menatapnya tak mengerti. "Kakek Praba pernah mencurangi kami. Uang yang seharusnya dibagi sama rata oleh Kusuma, malah diberikan kepada Pramono yang saat itu merantau ke kota. Pramono itu kakek mantan suami Rida."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelana Merajut Asa
RomanceSematan bodoh nyatanya tak serta merta salah disandingkan dengan Praba. Demi menebus balas budi yang diterimanya dulu, dia menyanggupi menikah dengan seseorang yang bahkan cintanya masih terhambat di masa lalu. Berharap bila cinta itu datang kepadan...