---Jejak Malam---
Rosela menunduk, alasan kenapa ia dan keluarganya tidak mendapat kabar apapun dari Catrine sejak bencana monster. Kini terjawab sudah.
"Maaf."
Rosela menggeleng. "Terimakasih sudah menemani Kakak ku sampai akhir."
Andero meneteskan bulir air mata, dadanya sesak, rasa bersalah mengisi relung hatinya. Ia adalah penyebab Catrine pergi, jika saat itu ia mendengarkan Catrine apakah saat ini gadis itu bisa bertemu dengan adik yang sangat ia sayangi?
.
.
.
Perjalanan mereka berlanjut usai menyelesaikan urusan mereka dengan Andero.Desir angin malam di tengah hutan. Api unggun yang menari-nari memberikan sinar kehangatan untuk Casis dan rekan-rekannya.
"Setelah ini kita akan melewati Icemeet." Mereka berkumpul dengan sebuah peta kertas menjadi pusatnya.
Karena gangguan sinyal, holoprojektor yang Casis bawa menjadi tidak berfungsi ditengah hutan.
"Kurasa Distrik Icemeet tidak akan sulit, wilayah kecil yang dikelilingi hutan." Quillon merasa jika perjalanan selanjutnya tidak akan sulit.
"Tapi masalahnya adalah setelah Icemeet." Isa bersuara.
"Frost weald." Mereka berucap serempak dengan nada rendah.
Callista diam-diam menangkap perubahan air muka Rosela saat Frost Weald diucapkan. Ya memang sejak pertemuannya dengan Andero, Rosela menjadi lebih pendiam dari sebelumnya.
"Simpan tenaga kalian untuk malam ini. Sesuai kesepakatan kita akan berjaga secara bergilir setiap 2 jam." Mereka semua mengangguk mendengar instruksi dari Casis.
Suara serangga malam, nyala api unggun, dan cahaya bulan yang masuk melalui sela-sela dahan pohon.
"Kau baik?" Callisto menyodorkan segelas minuman hangat untuk Rosela agar membuat mereka tetap terjaga sampai giliran selanjutnya.
"Yeah."
Callisto terus memperhatikan sekeliling. Matanya berhenti menatap Rosela yang sejak tadi menatap liontin pedang dengan ornamen mawar.
SREK
Bunyi daun yang bergesekan tertiup angin membangunkan Nixia.
"Kau bisa tidur lagi Nix."
"Ah kalian masih terjaga." Nixia menatap Rosela yang duduk berhadapan dengannya.
Hening antara ketiganya. "Nix."
"Hm?" Rosela menatap Nixia begitu lama, kontras dengan wajah tenangnya. Dikepala gadis itu kini dipenuhi oleh banyak pertanyaan.
"Bagaimana perasaanmu saat terinfeksi?"
"Tiba-tiba?" teleng Nixia. Callisto ikut memperhatikan kedua gadis itu.
"Sejujurnya aku tidak begitu mengingat, tapi..." Rosela dan Callisto menatap Nixia penasaran.
"Aku akan kebih memilih dibunuh dibanding hidup." Nixia mengucapkan dengan wajah getir.
SREK
Nixia reflek berdiri mendengar suara mencurigakan. "Ada apa Nix?" Callisto dan Rosela menatap bingung Nixia.
Perasaan yang tidak nyaman tiba-tiba melanda. "Kalian dengar sesuatu?" tanya Nixia berbalik.
Jarak sepersekian detik, tubuh Nixia ditubruk sesuatu hingga terbentur pohon.
JLEB
Dengan gerakan cepat, pisau sudah menancap di jantung monster yang menubruk Nixia. Gadis itu langsung bangkit berdiri kaget.
Suara yang cukup untuk mengusik anggota lain yang tengah tertidur. Dengan postur berjaga, mereka mengumpulkan kesadaran.
"Bagaimana kau bisa langsung membunuhnya?"
Nixia yang ditanya malah yang paling tercengang. Ia sendiri bingung bagaimana ia bisa merespon dengan begitu cepat.
"Tepat di jantung hanya dalam sekali percobaan." Callisto mencabut pisau yang menancap di jantung monster. Monster itu benar-benar sudah tidak bergerak.
"Sebentar," sela Quillon.
"Bagaimana pisaumu bisa langsung menembus jantung? Terlebih itu hanya pisau kecil."
Mereka memusatkan atensi pada Nixia. "Aku hanya asal mencabut pisau milik Rosela disana."
Beberapa pisau yang ditempatkan dalam sebuah cairan.
"Ini asin." Callista menunjukan wajah aneh saat mencoba cairan yang merendam bilah pisau.
"Kenapa pula kau terpikir untuk mencobanya?" Pertanyaan itu tergambar jelas di seluruh wajah rekan-rekannya menatap Callista.
Casis melihat pisau yang dipegang oleh Callisto. Sedikit berkarat.
"Larutan garam?" lirih pria itu.
"Masuk akal." Isa menepuk kedua telapak tangannya. "Garam mempercepat proses korosi pada besi."
"Tapi kenapa direndam larutan garam?"
Mereka semua tenggelam dalam pertanyaan yang keluar dari bibir Quillon.
Nixia berjongkok di sebelah mayat monster, matanya memicing. "Casis, pinjam sebentar pisaunya."
Nixia mengeringkan bilah tajam pisau dengan bajunya dan menggoreskannya di tubuh monster. Butuh beberapa kali untuk bisa menembus kulit tebal dan berlendir.
Rosela menangkap sesuatu dari tingkah Nixia. Ia segera menyodorkan larutan garam, memasukan pisau dan kembali menyanyat kulit monster. Hanya dengan goresan ringan itu bisa menyanyat monsternya.
Bibir mereka semua serempak membentuk huruf 'o'. Fakta baru mulai mereka temukan. Disekitar sayatan yang Nixia buat, lendir semakin encer.
"Ini mungkin saja salah satu cara yang paling instan untuk membunuh mereka dengan sekali serangan." Isa menatap semua rekannya bergantian.
---
Malam yang seharusnya menjadi waktu mereka istirahat dan menyimpan energi berubah menjadi pertempuran malam.Monster yang menyerang Nixia tidaklah satu-satunya yang ada disana. Mereka satu persatu mulai bermunculan. Sampai waktu fajar, baru mereka bisa menyelesaikan pertempuran.
Tapi kali ini mereka bisa lebih mudah menyerang monster karena petunjuk yang mereka temukan.
Fajar menyingsing, mereka membasuh tubuh mereka di sungai dalam hutan. "Kenapa larutan garam?" Mereka berkumpul di tepian sungai.
"Garam tergolong dalam antiseptik. Kalian tahu sendiri, mereka muncul dari infeksi virus. Tapi, garam hanya mengurangi efeknya bukan berarti itu bisa membunuh virus sepenuhnya."
"Yah, setidaknya itu lebih memudahkan kita dalam pertempuran." Callista bernafas lega. Perjalanan ini tidak sia-sia, mereka menemukan fakta dan cara baru yang sangat membantu dalam pertempuran dengan monster.
"Yah, itu cukup melega-"
JLEB
---tbc---

KAMU SEDANG MEMBACA
How to Escape||Outbreak Unleashed
Science Fiction--- Desember 2029, semangat Natal dan tahun baru yang penuh kegembiraan di kota New Catrioke menjadi tumpah ruah. Namun, euforia itu tiba-tiba berubah menjadi malapetaka ketika kota ini terkena wabah virus misterius yang merubah penduduknya menjadi...