Chapter XXVII. The Sudden Surge

159 24 0
                                    

---Lonjakan Dadakan---

Hujan, lagi dan lagi mengguyur ditengah-tengah perjalanan mereka. Meski begitu, Casis dan rekan-rekannya tetap melanjutkan perjalanan menggunakan mantel.

Dalam bayangan air hujan, mata mereka bisa melihat bangunan gedung-gedung tinggi. Sebagian besar gedung itu sudah ditumbuhi tanaman rambat liar, ilalang yang tinggi.

Jalanan besar Ibukota New Catrioke yang hampa. Mobil-mobil yang terparkir sembarangan ditumbuhi lumut dan menjadi lembab.

New Catrioke, ibukota yang dulu menjadi tempat paling megah, mewah, dan menjadi pusat pemerintahan kini, tidak jauh berbeda dengan distrik pinggiran yang sepi dan hampa.

"Kemana kita harus pergi? Hujan semakin deras." Isa meninggikan suara untuk mengimbangi derasnya suara hujan.

"Icaso. Icaso Farmasi."

"Dimana itu?" tanya mereka kompak dengan polosnya.

"Beri kami informasi arahnya. Sadarlah kita semua anak desa yang bahkan belum pernah ke ibukota." Callista memprotes Rosela tanpa segan mewakili lainnya.

Rosela merespon dengan tertawa kecil. "Benar juga, apalagi kau buta arah." Suara tawa terdengar dibalik gemuruh hujan. Callista melengos tidak percaya mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Rosela.

"Arah sini," Casis berjalan mendahului mereka.

Setiap jalan yang mereka susuri benar-benar sepi. "Apa disini tidak ada manusia sama sekali?" Quillon dan Callisto terus menolehkan kepalanya ke segala arah. Jaga-jaga bila ada ancaman datang tiba-tiba.

"Kau bertanya kan?" Isa berbalik badan menatap Quillon. "Itu yang kau cari?" Isa menunjuk dengan ibu jari ke bagian belakang tubuhnya.

Quillon langsung memasang wajah malas melihat sosok yang di maksud Isa.

Monster berlendir tengah berkeliaran sendirian di tengah jalan. "Aku menanyakan manusia normal, bukan makhluk itu."

"Apa wujud asli dari makhluk itu?" Kini Nixia ikut bergabung. Quillon berpikir sejenak.

"Manusia." Mereka mengangguk.

"Jadi?" sahut Callista.

"Mereka tetap manusia."

"Bingo." Casis menggeleng mendengar mereka bertiga yang mempermainkan Quillon ditengah situasi ini.

"Harusnya kau tadi bilang manusia normal." Callisto mengoreksi ucapan Quillon sebelumnya.

"Cukup bercandanya. Bisa kita mulai fokus dengan 'manusia' di depan?" Casis menegur.

"Em, satu didepan." Nixia menyipitkan mata. "Tidak, ada cukup banyak di ujung blok ini," koreksinya.

Kemampuan istimewa lain yang Nixia miliki setelah sembuh dari infeksi. Tanpa sadar inderanya menjadi lebih sensitif apalagi dalam menemukan keberadaan para monster. Walau hujan begitu derasnya, indera Nixia masih bisa merasakan keberadaan mereka.

Meski tidak selalu akurat, tapi mereka juga cukup terbantu dengan adanya radar Nixia ini.

Satu persatu dari mereka mulai mengeluarkan kantong berisi garam. Setelah siap, Isa berlari menuju makhluk yang berdiri sendirian ditengah jalan.

Gerakannya yang cepat langsung menusuk jantung monster itu dalam sekali serang. Pekikan monster yang semakin keras mulai mengundang monster lainnya berdatangan.

Sejak mengetahui garam sebagai kelemahan makhluk ini, mereka lebih memilih menggunakan benda tajam sebagai alat pertempuran utama mereka.

Meski cara ini menguras energi dibanding senjata api, menggunakan pisau menjadi lebih efektif dan mudah menyerang titik lemah monster.

Disusul yang lain, mereka segera terjun dalam pertempuran. Callista segera menyebar sekantong garam miliknya. Membuat gerombolan monster yang mengapit mereka melonggar.

Meski ditengah pertarungan, manik Casis tetap mengawasi bagaimana kondisi anggotanya.

"Mundur!" perintah Casis saat dirasa jumlah monster semakin banyak.

Mereka berlari, mengikuti kemana Casis pergi. "Turun kebawah," titah Casis melihat saluran air.

Di permukaan, monster sudah berkumpul lebih banyak. Daripada harus melawan monster yang tidak ada habisnya, Casis memilih memandu anggotanya melewati saluran air

Secara bergantian, mereka memasuki saluran air yang kedalamannya sekitar 2 meter.

Dengan Casis yang paling depan mereka terus berlari. Nixia dan Callisto yang ada di paling belakang barisan mendengar gemuruh air menoleh belakang.

Dasar tempat mereka berpijak mulai becek, Callisto memicingkan matanya memastikan apa yang dia lihat.

"Lari!" Callisto mendorong tubuh Nixia untuk berlari lebih cepat. Luapan air dalam jumlah banyak menuju ke arah mereka.

Casis menggapai tangga yang menuju kepermukaan. Tanpa diperintah, rekan-rekannya yang ada dibelakang mengikuti.

Mereka satu-persatu mulai naik ke permukaan. Callisto segera membantu Nixia memanjat tangga. Luapan air sudah semakin mendekat.

Debit airnya yang deras menghantam tubuh Callisto. Jika bukan karena ia berpegang pada besi tangga, tubuhnya pasti sudah terseret arus.

Callisto yang tidak bisa bertahan lebih lama pegangannya semakin mengendor. "Agh!" Nixia menyahut tangan Callisto cepat sebelum benar-benar terlepas dari besi.

Karena arus yang kuat, semakin lama tubuh Callisto semakin terseret. Tak mau melepas pegangannya, Nixia juga semakin sulit mempertahankan posisi tubuhnya yang masih menggantung di tangga besi.

Casis dan Isa mencoba membantu. Tapi Nixia takut untuk melepas pegangannya di tangga besi. Tangannya mulai lemas menahan beban tubuhnya dan Callisto.

"Argh!"  Pegangan Nixia terlepas. Menghanyutkan Callisto dan dirinya.

---
Callisto tidak tahu kemana ujung saluran air ini. Tubuhnya beberapa kali menghantam sesuatu yang keras.

Dalam air, tangan Callisto dan Nixia bertaut. Menjaga mereka agar tidak terpisah. Netra pria itu menangkap seutas tali tergantung dari atas.

Ia langsung meraihnya. "Ugh!" Hentakan yang mereka terima cukup kuat. Ia menarik Nixia agar bisa meraih tali dan berpegang.

Seakan ada yang menarik tali itu, Callisto merengkuh pinggang Nixia sampai mereka muncul kepermukaan.

"Uhuk...uhuk..." Nixia tersedak air begitu keluar ke permukaan. Tanpa istirahat, Callisto segera mengambil posisi bersiap kalau-kalau ada monster.

Tubuhnya membeku melihat lima orang pria manusia mengelilingi mereka.

---tbc---

How to Escape||Outbreak Unleashed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang