Chapter XXIX. Unlocking Secrets

154 25 0
                                    

---Membuka Rahasia---

Melewati berbagai drama reuni. Kini mereka semua berkumpul untuk saling berdiskusi.

"Kami sudah mencoba berbagai cara. Tapi tetap sulit untuk mengalahkan monster-monster ini."

Casis melemparkan sekantong garam ke tengah-tengah meja diskusi. "Garam?" Lilith menelengkan kepalanya heran.

"Aku sedang tidak ingin memasak, kenapa kau memberiku garam?"

Rosela menjelaskan semua informasi yang mereka dapatkan sepanjang mereka melakukan perjalanan.

-
Malam harinya,

Lebih baik dari tempat tinggal yang mereka tempati sebelum-sebelumnya. Disini Argiros dan Lilith memanfaatkan bangunan yang masih menyisakan barang-barang dengan tekonologi modern.

Casis akui, mereka berdua hebat dalam mengelola tempat ini. Selain itu, informasi yang mereka berikan seputar situasi Ibukota begitu rinci dan lengkap.

Casis berdiri di depan kaca besar dalam ruangan gelap, ada sesuatu yang ia pikirkan saat ini. Air hujan masih setia turun membasahi Ibukota New Catrioke.

"Casis?" Suara serak seseorang mengalihkan fokus pria itu.

"Kenapa belum tidur?" Callisto berjalan memdekati Casis.

Callisto melirik Casis yang tidak memberikan respon. Pria itu menghembuskan nafas, Casis yang ia kenal memang pria yang irit bicara.

"Jangan terlalu lelah, cepatlah istirahat." Callisto menepuk pundak Casis kemudian kembali tidur.

---
Hari ini mereka akan melakukan penyelidikan lagi. Selain mencari kepingan teka-teki mengenai Icaso Farmasi dan penawarnya. Mereka ingin mengetahui lebih jelas bagaimana situasi ibukota saat ini.

Lengannya ditahan oleh Casis. "Apa?" tanya Nixia.

Casis memutar tubuhnya menghadap Nixia. "Dengar, aku tidak ingin mereka tahu kau korban infeksi yang berhasil selamat," bisik Casis tepat diatas telinga Nixia.

"Kenapa?"

"Hanya antisipasi, kita tidak bisa percaya mereka sepenuhnya." Iris abu-abunya menatap Casis bingung dengan maksud ucapan pria itu.

"Sebisa mungkin jangan gunakan kemampuanmu." Ucapan Casis lebih terdengar seperti perintah bagi Nixia. Gadis itu hanya mengangguk.

Ditemani Lilith, Qahir, dan Argiros. Mereka menyusuri jalan menuju gedung Icaso Farmasi.

"Apa kau yakin kita bisa menemukam suatu petunjuk disini?" Lilith menatap tingginya gedung Icaso Farmasi.

Mereka segera memasuki gedung. Atmosfir horor karena gelapnya gedung. Argiros berjalan membuka pintu tangga darurat.

Kepalanya mengangguk menatap Casis yang berjaga di pintu. Langkah mereka dalam koridor tangga darurat menggema saling bersahut-sahutan.

"Dilantai berapa?" tanya Argiros menolehkan kepalanya ke belakang melihat Rosela.

"Tujuh."

Sebelum membuka pintu lantai tujuh, Argiros dan Callisto berjaga di kedua sisi pintu. Tangan mereka memegang pangkal belati di saku mereka, bersiap menghunus kapan saja jika ada serangan mendadak.

"Aman." Argiros memberikan sinyal untuk mereka bisa masuk.

Langkah Rosela terhenti di depan pintu paling besar di ujung lantai bertuliskan Ruang Arsip. Kepala gadis itu menyembul mengintip.

Tangannya meraih senter kecil yang ada disaku ranselnya.

Tubuh mereka membeku saat memasuki ruangan. "Berapa lama kita mendapatkan datanya?" Senter mereka menyorot ke rak-rak besar dan tinggi berisikan tumpukan kertas-kertas.

Karena luasnya ruangan, mereka menyebar. Memeriksa semua rak.

Hatsyi

Callista mengibaskan tangannya menghalau debu. Waktu demi waktu berlalu. Ke sepuluh orang itu sudah membuat ruang arsip berserakan kertas-kertas penilitian.

"Waah, aku bisa gila," Quillon mendongak merasakan pegal dilehernya karena terlalu lama menunduk dan membaca sederet tulisan yang bahkan tidak bisa masuk ke logikanya.

"Rosela," panggil Isa. Gadis itu menunjuk pada peti besi yang ada dibawah meja kerja. Keduanya saling pandang.

Isa menyorotkan senternya ke meja kerja. Disisi meja, ada tulisan timbul bertuliskan C&R. "Eksekusi," kompak mereka sepemikiran.

Isa segera menarik peti besi yang ternyata lebih berat dari bayangannya. Qahir yang ada didekat sana langsung membantu. Bahkan dengan tenaganya, pria itu masih kesulitan menariknya sendirian.

Sampai akhirnya Casis datang membantu. "Ah," desah mereka serempak melihat gembok yang tertempel di peti.

"Ini perlu sidik jari," ucap Callisto mengamati gembok.

---
Tiga hari sudah lewat sejak mereka kembali dari Icaso Farmasi. Pukul 10 malam, Rosela masih memutar otak bagaimana cara membuka peti yang ia bawa dari ruang arsip.

Meja kerja dengan inisial itu jelas milik Catrine. Berbagai cara sudah mereka coba, tapi semuanya nihil. Peti besi masih belum mau terbuka. Sodoran gelas minuman hangat mengalihkan fokusnya.

Ekspresi Rosela sedikit lebih santai, setelah menyeruput teh hangat yang Nixia berikan.

Keduanya menatap peti besi. "Sel."

"Hm?"

"Kau tidak terpikirkan apa pun?" Rosela menggeleng. "Kenapa?" lanjutnya.

"Mengingat sifat Catrine, ku rasa sandi gembok itu berhubungan dengan kalian berdua." Rosela mulai memikirkan ucapan Nixia.

Tanpa sadar, jarinya mengusap kalungnya. Dahinya berkerut menatap kalung itu. Ia segera melepasnya.

"Nix, apa yang kau lihat?"

"Kalung." Rosela merasa kecewa dengan jawaban yang Nixia berikan. "Nix, Nix." Rosela menepuk paha Nixia antusias.

Rosela memutar pangkal kalung yang berbentuk pedang dengan ornamen mawar itu. Mata mereka membulat, setelah pangkalnya di putar. Jarum tajam mencuat.

"Tapi untuk apa?" tanya Rosela kehilangan anstusiasnya tadi. Nixia menggaruk kepala berpikir.

Saat terpikirkan sesuatu, ia langsung menarik jari telunjuk Rosela. Mengarahkan ujung jarum dihadapan telunjuk Rosela.

"Nix, sebentar." Rosela menghadang apa yang akan Nixia lakukan.

"Nix, Nix, jangan....auw," pekik Rosela saat Nixia menusukan jarum hingga telunjuknya mengeluarkam darah.

Melihat darah mulai menetes, ia mengarahkan keatas kaca gembok.

Klak

Peti besi terbuka. Keduanya menatap tidak percaya bisa membuka peti.

"Bagaimana kau terpikirkan?"

"Karena..." Rosela menatap serius Nixia.

"Aku jenius," gelak Nixia percaya diri, membuat keduanya tertawa.

---tbc---

How to Escape||Outbreak Unleashed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang