Chapter III. Remnanst of Desolation

516 53 2
                                    

---Sisa-sisa Kehancuran---

Suasana New Catrioke semakin malam, semakin ramai, jalanan macet karena tumpahnya manusia ke jalan-jalan besar di Ibukota. Karnaval penyambutan tahun baru semakin menambah meriahnya malam itu. Musik dan tarian mengiringi setiap blok jalanan. Tawa dan kegembiraan begitu pecah beberapa jam sebelum tengah malam.

Di sisi lain kota, Perusahaan Icaso Farmasi.

Elias berhasil keluar dari laboratorium, ia segera menuju lift tapi tanpa ia sadari satu makhluk berhasil lolos dan mengikuti Elias saat pria itu membuka akses pintu laboratorium dan pintu tidak berhasil tertutup karena adanya mayat yang menghalangi pintu, membuat dua penjaga keamanan menjadi santapan empuk monster berlendir.

Saat pintu lift terbuka, Elias ditubruk oleh sosok monster berlendir. Tubuhnya terasa lengket dan panas, ia mencoba berkelit dari si monster tapi karena ruang lift yang sempit membuatnya tidak bisa berbuat banyak.

Beberapa karyawan yang masih lembur menunggu kedatangan lift. Mereka asik dengan dunia mereka masing-masing. Saat lift tiba dan pintu terbuka. Betapa terkejutnya mereka melihat sosok monster keluar dari lift dan melihat mayat direktur mereka yang terkapar putih pucat.

Susana loby Icaso Farmasi berubah ricuh dengan semua orang yang berlarian panik kesana-kemari  mencoba melarikan diri untuk tidak menjadi target monster.

-
Seorang wanita tanpa alas kaki, baju seragamnya penuh dengan bercak darah berlari menuju alun-alun kota. Kakinya dapat merasakan aspal sedingin es batu, sekujur tubuhnya serasa ditusuk ribuan jarum es saat diterpa angim musim dingin, tapi ia tidak menghiraukan itu. Saat ini fokus wanita itu hanya lari sejauh mungkin dari makhluk yang sangat menyeramkan.

Begitu memasuki kerumunan, wanita itu langsung menjadi objek perhatian karena penampilannya yang kacau, lari diantara mereka. Tapi sosok yang mengejar wanita itu juga tidak kalah menarik perhatian.

Segerombolan monster mengejar dan menyerang para penduduk kota.

Teriakan, tangisan, rintihan dan segala suara terdengar sangat menyayat hati di alun-alun kota tempat perayaan tahun baru malam itu.

Dalam hitungan jam, bau anyir darah yang pekat, alun-alun menjadi tempat bertumpuknya mayat. Situasi yang sama juga dialami di sisi lain Ibukota.

Perayaan malam tahun baru yang seharusnya penuh cinta, kehangatan dan kebahagian berubah menjadi kehancuran New Catrioke tepat sebelum tengah malam.

-----
Februari / 2037/ Distrik Norfolk

Angin yang masih sejuk berbisik perlahan, mengusir dinginnya musim dingin yang telah berlalu.

Tunas-tunas kecil mulai merayap keluar dari tanah yang beku, mencari sinar matahari yang semakin hangat. Burung-burung kecil dengan riang berkicau, menandakan bahwa waktu berubah dan musim semi telah tiba.

Derap langkah ringan beberapa gadis menyusuri jalanan Distrik Norfolk yang sepi. Bangunan dan rumah penduduk banyak yang ditinggalkan. Mereka berjalan sambil terus mengawasi situasi di sekitar mereka.

Situasi jalanan sepi bagai kota mati sudah menjadi pemandangan yang biasa bagi mereka yang selamat dari malapetaka New Catrioke.

Delapan tahun telah berlalu, insiden mengerikan yang mengubah hampir sebagian besar penduduk Ibukota dan Distrik disekitarnya menjadi monster berlendir haus akan darah. Mereka yang selamat terus membuat pertahanan dari serangan monster.

Begitu juga yang dilakukan keempat gadis ini. Saat musibah itu terjadi mereka masih berumur 12 tahun. Harus rela berpisah dengan orang tersayang, bertahan hidup di neraka duniawi yang tidak pernah ada habisnya. Meski mereka berempat dipertemukan dalam nasib yang sama bukan suatu hal mudah untuk mereka melindungi diri dari monster-monster berlendir.

Kini mereka telah menginjak umur 20 tahun. Mereka tumbuh menjadi para gadis tangguh dan cantik.

Callista Marlowe, rambut coklat keriting yang mengembang, memantul seiiring langkah ringannya.

Callista dan ketiga temannya memasuki minimarket yang bangunannya masih berdiri kokoh meski pintu dan kacanya sudah hilang. Keempat gadis itu berkeliling memperhatikan rak demi rak yang masih tertata beberapa snack dan produk yang biasa dijual di minimarket.

Callista dengan santai mengambil sebungkus permen, membukanya kemudian mengemutnya.

"Produksi kapan?" Tanya gadis bersurai hitam panjang dikepang, yang ditutupi topi rajutan.

Phoenixia Aldrige. Gadis berkulit pucat, gadis itu biasa dipanggil Nix atau Nixia.

Callista mengecek kemasan permen. "Em...lima tahun lalu. Tapi masih enak." Balas santai Callista mengacungkan jempol.

Mereka mengambil semua makanan kaleng yang ada di rak.

"Nix." Panggil gadis dengan surai pendek hitam didekat meja kasir. Tubuhnya lebih berisi dibanding ketiga temannya.

Rosela Crestwood, menunjuk telepon kabel yang ada di meja kasir.

Nixia berjalan memutari meja. Ia mengecek kabel yang tersambung di telepon dan menekan-nekan tombol nomor acak. Tapi tidak ada respon.

"Apa menurutmu bisa diperbaiki?" Tanya gadis ber iris coklat dan berambut pendek, Isabilla Thorne.

"Mungkin." Nixia menatap ketiga sahabatnya kemudian memasukan telepon kabel itu kedalam tas punggungnya.

Mereka berempat kembali menyusuri setiap sudut minimarket, mengambil peralatan yang mereka butuhkan dan langsung keluar.

Membawa langkah semakin jauh dari komplek bangunan distrik, semakin lama mereka memasuki kawasan hutan. Jalanan menanjak dan melewati aliran sungai.

Udara semakin dingin, sampai mereka tiba di pondok yang berada diatas bukit. Satu persatu gadis memasuki pondok, setelah semua diarasa aman. Pintu kayu dikunci, pintu kedua yang terbuat dari besi yang sudah dimodifikasi, digunakan sebagai pelapis untuk mencegah serangan dari monster.

---tbc---

Callista Marlowe (20)

How to Escape||Outbreak Unleashed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang