Merasa hidup

450 25 0
                                    


*****

Dari jarak sedekat ini, mereka dapat saling mendengar deru nafas satu sama lain. Gav masih menatap Chery dengan mata yang menghunus tajam-ergh, seperti siap akan menerkam Chery kapan saja ia mau. "Che.." suara Gav mengalun deep. Dalam dan serak.

Gav tiba-tiba teringat suatu hal. Ah, Gav benci panggilan dari Zion tadi. 'Che,' ya?

Thin almond eyes milik Chery bergetar, saling bertubrukan dengan milik Gav. Tak tahan dengan tatapan Gav, Chery meletakkan kedua tangannya di bahu Gav lalu mendorong Gav menjauh. Membuat Gav terdorong pelan, hanya berhasil menjauhkan tubuh mereka yang merapat tadi. Bahkan kaki mereka sekarang masih menempel.

Gav menyugar rambutnya kasar, menggelengkan kepalanya berusaha menyadarkan diri kembali ke kenyataan. Raut wajah Gav belum sepenuhnya kembali normal tapi ia berusaha menunjukkan ekspresi yang tidak membuat Chery takut. Arah pandangan Gav masih tertuju pada Chery, membuat Chery  juga membalas tatapan Gav. Kali ini mata Chery tidak memandangnya dengan takut. Ikut melunak.

"Chery.." Gav memanggil lagi, tapi kali ini lebih lembut, ia juga memaksakan hadirnya senyum di wajahnya. Raut bahagia di wajah Gav kembali hadir, ketegangan di wajahnya perlahan luntur karena bersitatap dengan tatapan Chery yang hanya memandangnya lempeng di depannya.

Tatapan datar Chery di depannya itu Gav anggap sebagai tatapan normal. Chery.. sudah tidak takut padanya.

Gav sempat melihat secercah pancaran takut dari tatapan Chery saat mendorongnya tadi. Untung Chery menyadarkan Gav dari perilaku yang bukannya semakin mendekatkan mereka, tapi justru akan membuat hubungan mereka renggang. Bisa-bisa Chery menjadi was was saat didekatnya. Gawat. Gav tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Chery adalah miliknya, tidak akan Gav biarkan Chery nyaman dan bergantung pada orang lain.

"Hoi, Gav." Merasa Gav fokus pada lamunannya sendiri, Cherypun memanggilnya.

Puk

Puk

Chery menepuk bangku taman yang terdapat ruang kosong di sampingnya itu. "Kemari, duduklah." Lanjut Chery saat fokus Gav kembali penuh padanya.

Gav menurut, menggerakkan tubuhnya menduduki bangku taman yang kosong tepat di samping Chery itu.

Puk

Puk

Gav ikut menepuk juga, bedanya Gav menepuk pahanya sendiri dan berujar, "kemari, duduk lah."

Chery menyerngit memandang Gav aneh. Gav gila kembali kumat.

Menggeleng, Chery menaruh tasnya di atas rok lalu membuka resletingnya. "Tidak." Chery berujar.

Chery sibuk mengotak-atik isi tasnya, mencari sesuatu di dalam sana. Sedangkan Gav menunduk, menjadi murung karena ajakannya ditolak Chery. Padahal, ia menuruti suruhan Chery saat menyuruh dirinya duduk di sampingnya, kenapa Chery tidak melakukan hal serupa? Menurutinya.

"Ini, aku bawa sandwich. Makan, Gav." Chery kembali bersuara, ia juga menyodorkan kotak bekalnya di hadapan Gav.

Gav kembali mendongak, menatap kotak bekal yang diberikan Chery padanya. Raut wajah Gav tak bisa dibaca, ia bingung. Ia harus marah, sedih atau bahagia?

Marah karena Chery meninggalkannya pagi ini, dan berduaan dengan cowo lain. Sedih karena Chery menolaknya untuk duduk berpangkuan. Bahagia karena Chery tetap baik dan perhatian seperti biasanya.

Hm.. Gav menyadari satu hal baru hari ini. Ia... merasa hidup.

Bersama Chery, entah kenapa membuat Gav jadi lebih berperasaan. Sebagai manusia.

I Love You Endlessly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang