Kebenaran yang Palsu

167 10 0
                                    


*****

Merinding.

Chery mendorong Gav menjauh dari atas tubuhnya. Memberikan Gav tatapan tajamnya, Chery bersuara, "Dasar freak. Dipikir aku takut, hah?!" Setelahnya ia bangkit dari kasur, hendak menuju pintu kamar kembali.

Gav tak langsung bergerak mencegah Chery, ia hanya diam memperhatikan. Menunggu Chery menghampirinya kembali.

Chery terus menarik-narik gagang pintu yang tak kunjung terbuka itu. Ia membalikkan badannya, menatap Gav lelah. "Ck, serahin kuncinya, Gav."

Gav tersenyum miring, "Kemari." Menepuk-nepuk sisi kosong kasur di dekatnya, menyuruh Chery mendekat padanya dahulu.

Chery mendekat tanpa waspada, yakin kalau kali ini Gav tidak akan berbuat macam-macam lagi. "Mana?" Setelah mendekat, Chery langsung menodongkan tangannya, meminta kunci.

"Duduk dulu." Gav memerintah kembali karena Chery tak kunjung ikut duduk.

Menghela nafas kasar, Chery menurut untuk duduk di dekat Gav. "Hufft, udah."

Bukannya menaruh kunci pada tangan Chery, Gav justru hanya memegang tangan Chery dan meremasnya. Menyalurkan emosinya yang belum reda. "Dengar. Kamu itu gak sadar ya, kalau Ezra suka sama kamu?!"

Chery cengo. "Ha? Apaan? Ngelantur kamu."

"Ck," sadar Chery tak mengeluh tangannya ia remas, Gav ganti menautkan tangan mereka. Chery-nya tak takut padanya.

Cup.

Gav mengecup punggung tangan Chery. Melihat Chery yang biasa saja merespon fakta ada orang lain yang menyukainya, membuat Gav lumayan tenang. Itu seperti, Chery saja tak memiliki sedikit minat untuk memikirkan laki-laki lain, bukan?

Chery membiarkan Gav berperilaku sesukanya. Selagi masih cukup 'normal' di matanya, Chery cukup menerimanya. Gav itu gila. Jika Chery selalu berontak, Gav justru akan semakin bertingkah, kan?

"Ezra suka sama kamu, Chery. Aku serius." Gav kembali mencoba menjelaskan, yakin Chery tak akan percaya begitu saja.

"Buat apa dia suka sama aku? Gak ada untungnya." Chery menjawab rasional.

Gav menatap Chery tak mengerti, Chery ini.. memangnya jika menyukai seseorang harus ada untungnya dulu??

Omong-omong, jika butuh keuntungan, maka Gav sangat menguntungkan bagi Chery.. ah, Gav teringat itu.

Bibirnya bergetar, mencoba menahan senyumnya. "Jangan senyum dulu, Gav. Lemah banget jadi cowo! Ingat, kamu itu masih marah. Oke, masi marah."

"Ekhem," Gav berdeham guna menetralkan kembali moodnya. "Untung, lah. Cewe se-imut kamu kalau gak ditaksirin rugi banget." Gav membuang pandangannya, menghindari Chery yang langsung fokus padanya itu. Ah, sial. Padahal udah jaga-jaga, tetap saja ini mulut gak bisa dikontrol.

Ups.

Tak salah tingkah, Chery justru menatap Gav horor. Tak percaya akan ucapan Gav barusan.

"Kasih aku bukti buat percaya kalau Ezra suka sama aku." Chery tersenyum tipis setelahnya, Gav terlihat menggemaskan saat ini. Bukannya dirinya yang salah tingkah, justru Gav yang salah tingkah sendirian. Haha.

Gav memberanikan diri menatap Chery kembali setelah menjauhi eye contact beberapa saat. "Hari ini. Aku tau kalian gak mungkin belajar, sampai malam kaya gini? Apalagi untuk lomba. Lomba Olimpiade masih lama, Chery."

Chery membenarkan asumsi Gav. "Iya, tapi kami awalnya memang cuma ke toko buku beli buku Olim."

"Lalu setelah membeli buku? Kamu sampai mengingkari janjimu buat aku."

I Love You Endlessly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang