17:kotak Pandora

93 15 9
                                    

  Erza membuka matanya dengan lemah sebelum mulutnya terasa hangat dan air rasa manis mengalir ke tenggorokannya.

   Tak hanya membuat tubuhnya terasa hangat bahkan memberi sedikit energi untuk ia memandang ke samping di mana gadis berambut putih dengan mata merah memegang secangkir teh.

   Melihat lelaki itu telah sadar, Amel tak menghentikan tangannya untuk terus menyuapi Erza, tak hanya teh bahkan bubur hangat selesai di makan Erza dalam diam.

   "Ini...?"

  Suara Erza masih terdengar serak, Amel memahami maksud perkataan lelaki itu.

   "Wujud asliku!"

  Amel tersenyum tipis sambil merapikan peralatan lalu tak lama wanita berpakaian maid masuk dan mengambil nampan.

   Melihat kedatangan ini barulah Erza sadar seberapa luas dan besarnya kamar yang ia tempati.

   Melihat kedatangan ini barulah Erza sadar seberapa luas dan besarnya kamar yang ia tempati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

    "Dimana ini?"

   "Kediaman ku"

  Amel yang sedang memeriksa cairan impus kembali duduk dan tersenyum tipis sebelum megecek suhu lelaki itu yang telah telah mereda dari demamnya.

   "Tubuhmu sudah mendingan, beberapa menit lagi dokter akan melepaskan jarum infusnya dan beberapa bawahhanku akan mengantarmu kembali"

   Setelah mengatakan ini Amel ingin bangun tapi Erza mengenggam erat pergelangan tangannya.

   "Apakah perasaanku selama ini tak pernah ternilai dimata mu? Air mataku, rasa sakitku dan cintaku apakah itu hanya sebuah emosi yang tidak penting? Bella, pernahkah sekali saja aku menyusahkanmu dan menghentikan sayapmu untuk terbang?"

   Mata Erza berkaca kaca dan semakin erat ia mencengkram tangan gadis itu hampir meremukkan tapi Amel tak meringis atau menunjukan kesakitan sedikitpun.

  "Yang lainnya bisa mendapatkan kasih sayangmu tetapi kenapa hanya aku yang terus mendapatkan punggung dinginmu dan perlakuan keterasingan yang sama dari tahun ketahun bahkan setelah kamu terlahir seperti ini!"

   Amel tetap terlihat tenang sedangkan Erza sudah prustasi bagaimana caranya agar gadis ini tak lagi dan lagi membuangnya, ia tidak ingin lagi menjadi orang yang ditinggalkan terutama gadis ini.

   Jikapun ia mati suatu saat ia ingin mati bersama gadis ini, disampingnya dan memeluknya erat bahkan mungkin ke kehidupan selanjutnya ia tak ingin melepaskan gadis ini sedikit pun.

   Lamunan Erza tertarik saat merasakan sensasi dingin seperti es di pipinya, terlihat jari jari panjang dan ramping itu dengan nail art yang indah mengusap pipinya lembut.

   "Aku selalu tahu kau mencintaiku-"

  Amel menututup bibir Erza dengan jarinya sebelum gadis itu duduk di samping ranjang mendekati lelaki yang sedang sakit itu sebelum mengusap kedua pipi cengkung lelaki itu.

Where's Bella IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang